Selasa, 31 Maret 2009

PELATIHAN MEDIASI MEMBUAT TAK BISA MENGOCEH




Belum habis capeknya pulang dari Bali, tiba-tiba diberitahu oleh bagian kepegawaian kantor kalau saya dipanggil untuk pelatihan hakim mediator di Bogor selama 2 minggu. Alamaaaak.... lama sekali???? Itu pertama yang terbetik dalam pikiran saya.

Yang kedua, adalah kenapa justru saya yang dipilih, bukannya di kantor masih banyak hakim-hakim senior di atas saya??? Wahhhhhh...... apalagi saya masih baru di Bantul, kok langsung dipanggil pelatihan?????

Dan masih banyak pikiran-pikiran yang berkecamuk. Tapi di balik itu semua, tentu ada rasa syukur, karena dengan dididik menjadi hakim mediator yang bersertifikat, tentu selain tambah beban kerja, tapi yang pasti adalah menambah keahlian sebagai mediator. Karena pendidikan yang kami dapatkan, bukan hanya sebagai "sosialisasi" PERMA No 1 tahun 2008, tapi tentu kecakapan-kecakapan sebagai mediator bisa kami raih.

Akhirnya dengan bismillah dan dengan niat untuk hal yang lebih baik, maka berangkat juga ke Mega Mendung. Salah satu yang dipersiapkan adalah membeli modem untuk bisa ngoceh di blog, tapi......apa mau dikata, sampai di megamendung, modem tak bisa dipakai, dan laptop belum diseting untuk wifi. Akhirnya......sampai seminggu tak bersentuhan dengan inet, ah....rasanya sepi dan sepi!!!!

Sabtu, 21 Maret 2009

KEHAMILAN YANG BERAKIBAT HUKUM

Permisi mba, saya mahasiswa fakultas hukum, saya sedang dalam proses pencarian bahan untuk tugas kuliah saya. Apa boleh saya meminta bantuan mba untuk memberikan saya beberapa contoh kasus kawin hamil di jogja? Kalau boleh apabila tidak merepotkan tolong kirimkan ke alamat email saya : wexxjuz@yahoo.com, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih banyak. Salam kenal, weqy :)


Ini adalah isi komentar di multiply saya. Surat ini juga yang mengilhami saya menulis beberapa proses hukum (baca; kasus) yang ada kaitannya dengan kehamilan. Artinya dengan kehamilan menyebabkan seseorang berupaya secara hukum untuk "melindungi" kehamilannya. Dan nyaris dengan kehamilan-kehamilan ini membuat posisi hakim dalam posisi yang dilematis. Dan akan berakibat seperti tulisan saya beberapa hari yang lalu:"mau gimana lagi???"

1. DISPENSASI KAWIN Andai dibuat rangking, maka dispensasi kawin merupakan angka tertinggi. Karena sudah terlanjur hamil walau di bawah umur,maka orang tua anak perempuan tersebut harus mengajukan permohonan ke pengadilan agar pengadilan bisa mengijinkan anak gadisnya menikah.

Kita memang sangat menyadari, sampai saat ini masyarakat masih memandang bahwa kehamilan di luar nikah adalah aib dan mencoreng martabat keluarga. Dan untuk menyelamatkan serta melindungi martabat keluarga, maka perkawinanlah yang menjadi solusi satu-satunya walau dengan konsekuensi harus mengajukan permohonan dulu di pengadilan karena usia anak ini masih kecil.

2. POLIGAMI
Saya masih ingat, teman saya sesama hakim sempat meminta saya menulis tentang alasan-alasan poligami yang didominasi karena calon istrinya sudah terlanjur hamil duluan. Mungkin karena teman saya ini perempuan dan baru ikut pelatihan gender, dengan lantangnya dia ngomong:"penyebab utama laki-laki berpoligami karena calon istri sudah hamil duluan".

Awalnya saya agak abaikan permintaan teman saya tadi yang saya anggap emosional. Saya masih tidak ingin terprovokasi dengan pernyataan teman saya tersebut. Saya masih ingin "proporsional" melihat calon-calon wanita yang akan diperistri kedua, bahwa mereka tidak hamil, kesediaan menjadi istri kedua adalah benar-benar karena cinta dan saling mencintai dengan calon suami walau telah beristri. Tapi ketika saya harus merunut dari yang mendominasi penyebab kawin karena hamil, maka sepertinya poligami memang berada pada posisi atas.

Memang ada beberapa perkara poligami yang diajukan di pengadilan, penyebabnya karena seorang suami telah mengamili wanita lain yang bukan istrinya. Tentu wanita yang telah dihamili akan meminta pertanggungjawaban suami dengan menikahinya. Kalau sudah begini, jangankan istri sah suami yang kerepotan, karena mau tidak mau harus merelakan suaminya mendua. Pengadilanpun demikian, karena "telah menghamili wanita lain" bukan alasan diizinkannya poligami. Hendak ditolak, bagaimana nasib wanita yang dihamili, hendak diterima, apa landasan hukumnya? Karena berbagai pasal dalam UU Perkawinan tidak menyebutkan "kehamilan" bisa menjadi alasan poligami. Wah...kalau memang ada, akan banyak lelaki yang akan menghamili dulu, baru mengajukan izin poligami. Dan dengan besar hati akan sangat yakin akan dikabulkan karena UU memang memperbolehkan.

Saya bahkan pernah menyidangkan perkara poligami, yang mana laki-laki ini hanya iseng-iseng berpacaran dan kemudian pacarnya itu hail. Dan saat sidang, laki-laki ini merasa senang jika perkaranya ditolak dan dia tidak menikahi perempuan yang dihamili. Dan oleh calon istri kedua yang menangis-menangis meminta agar hakim mengijinkan agar kehamilannya tidak menjadi aib yang berkelanjutan. Dengan kasus seperti ini, apakah hakim punya nurani jika menolaknya?


3. WALI ADHOL
Jika seorang gadis telah hamil, kemudian orang tuanya menolak dan menolak juga menjadi wali, maka mau tidak mau gadis ini akan mengajukan wali adhol ke pengadilan, dan meminta kelak jika menikah, maka wali hakim yang akan menjadi waliya.

Sangat sedikit wanita akan "bertarung" dengan bapaknya jika memang menolak untuk menjadi wali dalam akad nikahnya. Tapi keberanian itu muncul jika dalam rahimnya ada anak hasil hubungan dengan laki-laki yang tidak diinginkan oleh orang tuanya. Jalan apapun akan ditempuh gadis ini yang penting bisa menikah dengan bapak bayi dalam kandungannya.

Di luar ketiga perkara di atas, tentu banyak sekali perkawinan-perkawinan karena keterpaksaan, karena wanitanya telah hamil duluan. Tapi ini tentu tidak memerlukan izin terlebih dahulu. Hal seperti ini tentu data konkritnya ada di KUA. Dan KUA akan segera menikahkan, asal sarat-saratnya terpenuhi. Hanya jika kemudian pernikahan terpaksa ini kemudian bercerai, maka hakim bisa mengetahui sejarah mereka menikah, bahwa karena hamillah maka dulu mereka menikah.



SURAT DARI SEORANG WANITA PNS YANG "GAGAL" MENJADI ISTRI KEDUA.

Assalamwrwb,Bu Lily...salam kenal.^_^

Artikel ibu tentang "PILIH PNS ATAU PILIH PUNYA SUAMI?" dan "WANITA PNS TIDAK BOLEH MENJADI ISTRI KEDUA" pertamakali saya baca di blogspot ibu. Artikel tersebut saya baca di saat saya benar2 butuh input, masukan, ilmu karena dilema ini saya alami sendiri.

ketika saya mengetahui adanya PP ini, daftar yang memberatkan saya untuk memperjuangkan hubungan itu pun bertambah... Karena keluarga saya lebih mendukung sy untuk memilih pekerjaan (PNS) daripada memilih dia yang sudah beristri...

Sekarang berusaha berprasangka baik saja dengan jalan nasib yang ada..
mungkin dia bukan jodoh yang terbaik buat saya.

Apakah pemberhentian secara tidak hormat pada perempuan PNS yang jadi istri kedua sering terjadi,,karena saya tidak pernah tahu/mendengar ada kejadian seperti itu sebelumnya?

Mbak Cantik di Palembang,(saya panggil begitu karena memang wajahnya cantik)
Pertama mohon maaf baru saya komentari surat mbak Cantik, karena beberapa hari ini kosentrasi saya banyak di pekerjaan saya dan keluarga yang harus saya tinggalkan dalam waktu yang cukup lama untuk mengikuti pelatihan sebagai hakim mediator.

Kedua, sengaja surat mbak Cantik saya upload sepenuhnya, biar bisa lebih banyak dibaca teman-teman saya, utamanya dan khususnya yang anti poligami, hehe....
Mbak Cantik, saya dan teman saya sangat akrab dan untuk beberapa hal kami "cocok", tapi ketika bicarakan tentang poligami, seakan-akan kami langsung kembali pada posisi masing-masing dimana di hadapan kami ada jurang yang dalam yang seakan-akan tidak bisa mempertemukan kami. Saya melihat poligami sebagai suatu keniscayaan sementara sahabat saya melihat poligami seakan-akan sebagai "virus yang mematikan hasrat hidup".

Dan untuk menguatkan pandangan saya tersebut, saya sebenarnya memerlukan semacam testimoni dari wanita-wanita yang bersedia atau merelakan suaminya beristri lagi, sebagaimana pernyataan yang saya dapatkan di hadapan persidangan. Sayang sampai surat ini saya upload, saya belum menemukan testimoni tersebut dalam blog maupun multiply saya.

Terakhir dan untuk menjawab pertanyaan mbak cantik tentang pemberhentian wanita PNS karena dipoligami, maaf sampai saat ini saya tidak punya data tentang itu. Saya berusaha mencari data lewat browsing, tapi tidak ketemu. Saya berharap saya bisa mendapatkan data dari saudara saya yang bekerja di BKN Pusat. Sayangnya no telpon saudara saya tersebut tidak bisa saya hubungi. Moga-moga beberapa hari ke depan, bisa saya hubungi lagi sehingga data yang kita harapkan bisa kita dapatkan.

Saya hanya punya satu cerita dari teman saya yang bekerja di Ternate. Konon katanya di Ternate banyak sekali pejabat pemerintahan yang nota benenya PNS melakukan poligami, dan ternyata tak ada sanksi apa-apa. Termasuk ceritanya tentang seorang pejabat yang menjadikan istri keduanya sebagai PNS. Ternyata tak ada sanksi apa-apa dan keduanya tidak mendapatkan sanksi apa-apa. Walaupun status poligami ini sudah diketahui umum, toh ternyata atasan keduanya tidak bereaksi apa-apa.

Saya tidak tahu kenapa hal di atas bisa terjadi, apakah karena wanita PNS tadi dalam isian-isian data tidak mencantumkan datanya, atau atasannya yang memang bersikap cuek. Wallahualam........
(foto diambil di www.bpkp.go.id)

Jumat, 20 Maret 2009

TEMAN LAMA CERITA LAMA


Begini nih kalau teman-teman lama sudah "reuni", yang diceritakan adalah cerita lama,bahkan lamaaaaa banget. Seperti kemarin sore, sepulang kantor saya ditelpon Ramli bahwa temanku ini baru landing di Yogya. Dan jika aku punya waktu, malamnya pingin ketemuan. Saya setuju aja, asal ngajak teman yang lain dan selesai anak-anak makan dan belajar malam. Aku minta Ramli kontak Ilham dan Fatra, dan kalau bisa Nur Kholis.

Aku berusaha menyegerakan pekerjaan rumah, termasuk makan malam anak-anak. Kalau mereka sudah "beres" rasanya meninggalkan rumah menjadi lebih tenang. Ah...toh tak ada batasan waktu, nanti setelah si kecil selesai belajar dan menemani tidur saya bisa tinggalkan rumah untuk silaturrahmi dengan teman.Apalagi posisi Ramli di kauman yang hanya berjarak 7 km dari rumah. Setelah itu baru kami ke tempat Fatra dan janjian dengan Ilham ketemu di tempat makan.

Singkat cerita, setelah 4 sekawan lama ini ketemu, tanpa dikomandani dan tanpa panduan, mulailah mengalir cerita-cerita gado-gado. Mulai sejak zaman kami masih menjadi sama-sama santri di Pabelan, kehidupan rumah tangga sekarang, dan "kenakalan-kenakalan" saat menjalin rumah tangga.

Ramli ini adalah sahabat saya di Pabelan, zaman saya kelas 3, kami memang sangat akrab. Dimulai dengan sama-sama iuran untuk berlangganan majalah Tempo dan Kiblat, sampai benih-benih cinta di hati Ramli terhadap saya. Ramli memang sangat gencar mengejar saya untuk menjadi pacarnya, tapi saya tetap "kekeuh" untuk tidak menerimanya. Saya bisa menjadikan hubungan kami ini dekat tapi bersekat sebagai sahabat, tidak lebih.

Di sisi yang lain, Ramli yag memang sangat PD, yakin betul bahwa bisa menaklukan hati saya. Tentu hal ini sangat wajar, dengan modal ketua OPP (organisasi santri), dengan modal rangking pertama, tentu point positif baginya untuk bisa menggaet banyak santri putri. Tapi itu untuk santri yang lain, tapi tidak untuk saya. Berbagai argumen saya sampaikan, bahwa saya tak punya cinta untuknya dan terakhir saya ingin pacaran pada saat 19 tahun (saat itu saya 15 tahun). Dan untuk alasan terakhir ini rupanya yang bisa mengendurkan Ramli untuk mendekati saya. Sedangkan tentang saya tidak punya cinta, menurut Ramli bahwa cinta itu bisa dibina, bla...bla...bla..., tapi saya tetap kekeuh dengan pendirian saya. Walau saya banyak disokong oleh teman-teman untuk menerima Ramli, tapi itu semua tak membuat saya bergeming.

Jika dipikir sekarang tentang "romanisme" cinta monyet kami, rasanya memang indah untuk dikenang. Apalagi ternyata di kemudian hari (mungkin) untuk membuktikan kesungguhannya pada saat saya berusia 19 tahun, Ramli datang menemui saya.Sayangnya pada saat itu saya sudah punya teman dekat, dan Ramli melihat sendiri karena menemui saya dan teman saya itu saat kami belajar di perpustakaan unit II UGM.

Perjalanan obrolan kami bukan hanya sampai disitu, karena kemudian Ramli juga banyak bercerita pacar-pacarnya setelah kuliah dan sampai akhirnya memutuskan memilih istrinya sekarang. Memilih istri bukan dengan modalkan cinta, tapi toh bisa sukses mengarungi rumah tangga sampai saat ini. Menurut Ramli istrinya adalah istri yang hebat, istri yang tak punya banyak tuntutan. Dan alhamdulillah mereka bisa mengarungi bahtera itu dengan sukses. Ada beberapa cerita yang agak pribadi, yang rasanya tidak etis untuk menjadi bahan ocehan di blog, tapi menjadi bahan renungan kami.

Waaah.....banyak banget cerita kami malam itu, bukan hanya dari Ramli, tapi juga Ilham dan Fatra. Tak terasa jam sudah menunjukkan "last order", maka kami harus berkemas-kemas untuk pulang dan kembali ke rumah sambil mengenang cerita dari teman-teman lama ini.Ah...hidup memang maju, tapi yang lalu-lalu memang yang menjadikan hidup kita maju dan maju. Sukses untuk teman-teman lama,sukses untuk Ramli yang menjadi caleg DPR, doa kami selalu yang terbaik bagimu.

Rabu, 18 Maret 2009

BUKAN KENAPA POLIGAMI DITOLAK, TETAPI KENAPA POLIGAMI DIIZINKAN???

Minggu ini sepertinya saya dibanjiri oleh perkara poligami. Bukan hanya dalam persidangan, tetapi juga dalam tugas di luar persidangan. Beberapa hari lalu, saya mendapat disposisi dari Ketua PA Bantul untuk membimbing mahasiswa univeritas Janabadra untuk menyusun skripsi. Masalah yang diangkat adalah tentang faktor-faktor ditolaknya permohonan poligami.

Sebenarnya bagi saya, tak ada yang layak diteliti dari penyebab ditolaknya permohonan poligami, karena jawabnnya sangat singkat: karena alasannya tidak sesuai sebagaimana ditentukan oleh UU, titik!! Tapi kami sebagai responden, tentu hanya bisa pasif saja, toh judul serta topik tersebut sudah disetujui oleh dosennya. Walau ketika membaca proposalnya, ada beberapa UU yang menjadi referensi, adalah UU yang sudah kadaluarsa. Sudah ada UU baru yang menggantikan maupun melengkapi dari UU yang sudah kadaluarsa tadi.Misalnya UU Peradilan Agama, masih disebutkan UU No 7 Tahun 1989, padahal seharusnya sudah direbah dengan UU No 3 Tahun 2006.

Kalau saya menjadi mahasiswa tadi, dan menjadi dosen pembimbingnya, maka saya akan mengangkat masalah;"kenapa masih banyak poligami yang diizinkan, sementara alasannya tidak sesuai dengan yang diamanatkan UU". Selama ini begitu banyak perkara poligami yang bisa lolos, sementara alasan yang diajukan hanya "samar-samar" sesuai dengan UU bahkan banyak yang tidak sesuai dengan alasan yang dimaksud oleh UU

Sebagaimana kita ketahui, UU perkawinan kita mengatur alasan-alasan poligami di pasal 4 ayat (2) dan pasal 5 ayat (2) UU No 1 Tahun 1974 yaitu:

Pasal 4 ayat (2)
"Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5 ayat (1)
"Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus diperoleh syarat-syarat sebagai berikut:
a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperlun-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

Syarat dalam pasal 4 ayat (1) ini, biasanya disebut dengan syarat alternatif/fakultatif.Artinya, cukup salah satu saja dari pasal-pasal tersebut terpenuhi, sudah cukup bagi hakim untuk mengabulkan izin poligami yang diajukan.
Sedangkan pasal 5 ayat (1) biasa disebut sebagai syarat komulatif, artinya kesemua syarat ii harus terpenuhi, baru bisa diajukan poligami.

Apakah harus syarat alternatif dan fakultatif terpenuhi baru bisa izin poligaminya dikabulkan? Bagaimana jika hanya syarat komuatif saja yang dipenuhi, sementara syarat alternatifnya tidak ada, apakah izin polgaminya bisa dikabulkan?
Padahal ini yang paling sering terjadi, banyak izin poligami yang dikabulkan, hanya dengan terpenuhinya syarat komulatif, walau sama sekali tidak ada syarat alternatif sebagaimana yang tertuang dalam pasal 4 ayat (2) UU perkawinan kita. Umumnya hakim berpendapat bahwa selama istri pertama mengizinkan, maka hal ini sudah cukup bagi hakim untuk mengabulkan keinginan suami bepoligami.

Kenapa ini bisa terjadi? Apakah para hakim yang beragam memahami UU ataukah hakim menilai, UU ini tidak secara tegas mengatur bahwa kedua syarat (alternatif dan komulatif) harus terpenuhi baru izin poligami ini dikabulkan.

Lebih sangat disayangkan lagi, sebenarnya syarat-syarat komulatif ini cenderung bersifat administratif. arena semua "hanyalah" berbentuk surat pernyataan, yang pada akhirnya sering terabaikan. Artinya jika di kemudian hari ada "pelanggaran" di dalam surat pernyataan, maka pihak istri tak bisa berbuat banyak selain pasrah. Dan jika tidak tahan, maka istri cenderung akan mengajukan gugatan perceraian.

Lebih-lebih sangat disayangkan lagi, hakim-hakim juga dalam pemeriksaan syarat fakultatif, cenderung hanya berdasar pernyataan di depan persidangan. Misalnya istri mengakui bahwa tidak dapat menjalankan kewajibannya, maka jika istri membenarkan, hakim tidak memeriksa lebih lanjut sebab-sebabnya, apakah telah ada upaya untuk mengobati, dan lain-lain. Bahkan untuk alasan tidak mempunyai turunan, hakim sangat jarang meminta pihak-pihak untuk mengajukan alat bukti keterangan medis, bahwa pihak istri yang memang mandul. Hakim hanya mendengarkan pernyataan kedua belah pihak bahwa sudah sekian lama menjalani pernikahan tetapi belum dikaruniai keturunan. Bagaimana jika di kemudian hari justru yang mandul ada di pihak suami?

Dengan fakta-fakta yang ada di atas, sudah saatnya hakim-hakim membenahi kembali prinsip-prinsip yang diyakini dalam memeriksa perkara poligami. Sudah saatnya kita mengacu kembali secara murni pada syarat-syarat poligami sebagaimana yang diamanatkan UU. Seyogyanya hakim mensyaratkan kedua syarat terpenuhi baru keinginan berpoligami dari seorang suami dikabulkan. Demikian juga, dalam memeriksa alasan-alasan alternatif, bukan hanya pernyataan di depan persidangan, tetapi juga keterangan yang dikeluarkan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Misalnya kemandulan istri, berdasarkan surat keterangan dari dokter kebidanan dan kandungan.

Jika ini dilaksanakan, maka putusan diizinkannya suami berpoligami akan semakin ketat. Dan azas monogami serta poligami adalah jalan darurat akan dapat terlaksana dengan baik

MAU GIMANA LAGI?????

Hari ini sidangnya agak banyak. Tapi karena majelisnya agak "enjoy" jadi walau banyak juga tidak merasa terbebani (inilah perlunya "kekompakan" majelis). Kita mulai dengan riang, dalam sidang juga tak terlalu kaku, hingga jalannya sidang juga nyaman. Utamanya di antara hakim dan panitera.

Menjelang penghujung sidang, e....ternyata lagi-lagi ada perkara dispensasi kawin lagi. Waduh rek!!! masalah apa lagi ini??? Kalau di baca sepintas dalam permohonan, rasa-rasanya tak bisa tidak, permohonan dispensasi kawin ini harus dikabulkan. Maklum....si anak gadis yang baru berusia 15 tahun 8 bulan sudah hamil 8 minggu. Lha...majelis seakan-akan hanya bisa ketok palu mengabulkan saja, karena jika ditolak tentu akibat buruknya lebih banyak.

Saat ibu si gadis (sebagai pemohon) dipanggil masuk, maka "nyerocos"lah si ibu tentang anak gadisnya ini. Saya hanya bisa termangu, betapa gadis kecil yang seharusnya masih menikmati indahnya masa remaja,kumpul dengan sesama teman, tapi semuanya hilang karena harus mulai menata diri menjadi seorang ibu dengan janin yang telah berusia 8 minggu di rahimnya. Dari penuturan ibunya, anak ini terpaksa harus berhenti sekolah di kelas 2 SMA karena kondisi telah hamil.

Tapi rasa termangu saya tidak berusia lama, karena saat si gadis di bawa umur dipanggil masuk, ternyata postur tubuhnya jauh melebihi usia 15 tahun 8 bulan. Rasa-rasanya di hadapan saya adalah seorang gadis berusia 19 tahun, karena tubuhnya besar, dan mungkin juga karena dalam kondisi hamil, semua tambah kelihatan mekar. Justru saya berpikir, jangan-jangan waktu pembuatan akta kelahiran anak ini "dimudakan", seharusnya umurnya memang 19 tahun, tapi karena (maaf) dahulu dilahirkan di luar perkawinan yang sah, maka umur anak ini dimudakan, dan diurus setelah ada bapak yang mau bertanggung jawab.

Ah....kok dalam benak saya bertambah satu "kegelisahan", kok sepertinya kondisi hamil di luar nikah ini "berantai", dulu ibunya, sekarang anaknya,lalu apakah besok juga anak yang ada dalam rahim ini akan melakukan hal yang sama? Naudzubillah.... rantai ini harus dihentikan sampai disini!!!

Kembali ke gadis yang mau nikah ini, di antara "kegetiran" perasaan saya, karena masalah "berantai" dan usia yang masih muda, tapi saya masih menaruh harapan pada calon suami gadis ini yang berusia 31 tahun, artinya perbedaan mereka sekitar 16 tahun. Moga-moga dengan bersuamikan laki-laki dewasa, bisa membimbing istri yang masih belia ini. Karena tentu untuk usia 15 tahun, masih sangatlah muda kematangan fisik dan emosionalnya.

Saat ketua majelis membacakan penetapan yang memberi izin pada gadis belia ini, saya hanya bisa menarik nafas panjang, dan (lagi-lagi) berharap: ayo dong....kita buat gerakan bersama untuk menikah di usia dewasa!!! Sehingga tak ada lagi "kegeraman" dalam hati majelis: "mau gimana lagi????"

Senin, 16 Maret 2009

Nur Solikhah Sahabat Saat Pendidikan Cakim (1994)


Rasanya punya satu musuh terlalu banyak dan mempunyai seribu sahabat sangatlah kurang. Makanya ketika kita berkunjung ke satu tempat, yang ada di benak kita adalah: "siapa ya..teman kita yang ada di sini?".

Termasuk saat ke Gianyar untuk hadiri pernikahan teman cakim (calon hakim), saya juga sempat berpikir siapa teman yang bertugas di Gianyar. E.....alhamdulillah belum sempat mereka-reka (karena kuatir sudah mutasi) tiba-tiba ada yang nyapa: "Lily.....Nur Lailah Ahmad kan?". Spontan aku langsung berpelukan dengan sahabatku: "Nur Sholikhah". Masya Allah....kami adalah sahabat karib selama kurang lebih setahun menempuh pendidikan calon hakim. Susah senang kami arungi bersama. Saya yang lagi hamil anak pertama dan Nur Solikhah yang masih gadis bahu membahu menyelesaikan berbagai tugas yang diembankan agar kami bisa menyelesaikan pendidikan calon hakim.
Sayang persahabatan kami hanya berusia setahun (1994), karena kemudian kami mendapat SK yang berbeda tempat. Saya di PA Manado dan Nur Solikhah di PA Gianyar. Setelah itu saya beberapa kali mutasi, demikian juga Nur Solikhah, tapi akhirnya kembali juga di PA Gianyar.
Sayang juga, karena pertemuan kami tidak bisa berlama-lama, karena kami harus segera kembali ke Denpasar.

Moga-moga setelah ini persahabatan kami tetap terjalin akibat mudahnya alat komunikasi sekarang. Ok Nur Solikhah...kau sahabat terbaikku.

JIKA HAKIM LEPAS TOGA




Begini nih jika hakim melepas toga, "nyebur" di pantai kuta dengan gaya apa adanya. Lepas dari persoalan kantor, lepas dari persoalan keluarga. Tapi bukan berarti lupa anak lupa istri, tapi sejenak melepas kepenatan dan rutinitas keseharian. Lepas dari toga yang kadang membuat panas, lepas dari perkara yang memusingkan, dan lepas dari keluarga yang kadang menyembulkan masalah.

Dan bagi hakim yang paling sering dihubungi istri atau suami, akan diberikan "cendramata" ketidakpercayaan pasangan, hehe.... Untuk kali ini jatuh ke teman Noer Rahman, karena menurut panitia, ny Noer Rahman yang paling sering "cari info" tentang suaminya.
Khusus kali ini, sepertinya kita mengantarkan pak Mukhsin dan bu Ulfa bulan madu ke Bali, karena pak Mukhsin sebagai hakim tinggi juga "mengawasi" kami-kami termasuk bu Ulfa sebagai istrinya di Bali.

Rabu, 11 Maret 2009

KORBAN GEMPA, E........MASIH KORBAN POLIGAMI JUGA.

Rasanya badan sudah mulai penat, maklum sidang hari ini cukup melelahkan. Tapi tetap harus semangat, apalagi ini perkara terakhir untuk hari ini. Ya....moga-moga cepat selesai dan saya bisa segera merampungkan rencana acara: "sosialisasi hak-hak keluarga" sebagai block grand dari tean-teman psw uin suka di PA Bantul.

Dan sebelum pihak-pihak dipanggil masuk, saya sepintas membaca perkara yang terakhir:"ijin poligami". Waduh.....alasan apalagi nih" itu tentu yang ada di benak sambil membaca isi gugatan.
Ealah........ternyata si suami mengajukan izin poligami karena si istri korban gempa 27 Mei 2006, yang menyebabkan istri tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri. Dalam hati saya langsung terbersit kata: sudah korban gempa, masih ditambah korban poligami.

Belum selesai saya lanjutkan kata-kata yang masih "terbersit" tadi, pihak-pihak sudah ada di hadapan majelis hakim. Terlihat sekali wanita ini betul-betul sebagai korban gempa. Wajahnya (maaf) sudah tidak simetris lagi antara yang kiri dan yang kanan. Bekas jahitan masih samar-samar kelihatan dari ujung dahi sampai di bibir.

Kemudian beberapa proses beracara di mulai, yang dimulai dengan himbauan majelis agar niat poligami ini diurungkan. Tapi dengan sangat meyakinkan, si suami mantap untuk melanjutkan niatnya berpoligami. Alasan yang mendasar bagi si suami adalah karena istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri disebabkan sakit yang diderita akibat gempa.
(kok ya...nelongso banget ya....sudah sakit karena gempa, harus juga sakit karena di poligami).

Konon akibat gempa, dimana istri kepala istri kejatuhan bangunan yang menyebabkan harus dijahit, begitu pula tulang belakang istri yang patah menyebabkan istri merasa sakit jika melakukan hubungan suami istri. Karena kondisi yang demikian, maka suami memutuskan poligami.

Feeling saya,istri sebenarnya agak keberatan jika suami melakukan poligami. Tapi ketika hal itu ditanyakan pada istri, dijawab bahwa dirinya betul-betul ikhlas demikian juga istri membenarkan surat pernyataaan bersedia dimadu yang diserahkan di pengadilan adalah betul-betul tandatangannya dan dibuat tanpa paksaan. Kalau sudah begini, tentu hakim tak bisa banyak berbuat apa-apa,karena yang kami sidangkan adalah hal-hal yang sifatnya dhohir, yang bisa di lihat, bukan hal yang bersifat bathiniyah.

Andai saja istri tadi menyatakan keberatan, maka tentu hakim akan mempertimbangkan ulang keinginan suami untuk berpoligami. Tapi jika istri tadi menyatakan kesediaannya, tentu hakim tak bisa banyak berbuat, dan lagi-lagi paling berkata dalam hati: "ah....kasihan sekali, sudah korban gempa, masih juga korban poligami!!!".

Senin, 09 Maret 2009

PEREMPUAN DI HARI PEREMPUAN


Saya ingin bercerita tentang perempuan atas perempuan di hari perempuan. Maksudnya, hari ini hari perempuan, dimana saya perempuan berinteraksi dengan perempuan di hari perempuan. Ini peristiwa hari ini, dan "komunikasi" saya di hari perempuan.
Ada beberapa perempuan yang hari ini bertemu dengan saya, dengan beragam aktifitas, dan bisa menjadi ocehan ringan.

1. Perempuan pertama, mbak Yati penjual coto Makassar.
Ini perempuan pertama yang saya temui saat keluar rumah dan anak-anak minta terlebih dahulu akan coto Makassar.
Biasanya yag ladeni adalah suaminya, tapi tadi kebetulan suaminya lagi menjemput dukun bayi yang akan memijat anaknya yang baru berusia 2 bulan.

Ketika baru menghidangkan soto untuk anak-anak, bayi mbak Yati menangis. Maka kelihatan mbak Yati mulai bingung. Antara meladeni konsumen dan tangis anaknya yang membuyarkan kosentrasinya. Kebetulan giliran kami yang diladeni, maka saya meminta mbak Yati untuk menggendong anaknya duu. Biarlah kami terlambat, yang penting anaknya diurus lebih dahulu.
Toh kami tidak terburu-buru, dan perut juga tidak lapar-lapar sekali.

Tak berapa lama, dengan masih menggendong bayinya, mbak Yati meladeni kami, walau saya meminta nanti-nanti saja, tapi mbak Yati tetap meladeni dengan menggendong bayi. Ternyata mbak Yati pingin curhat dengan saya tentang perkembangan anaknya. Mulai minum susunya yang hanya bisa (maaf) di satu puting, dan yang jam tidur tidak teratur.

Saya coba menjawab semampu dan sepegetahuan saya. Bahwa jika seorang ibu yag putingnya tidak ada, ada beberapa produsen bayi telah menyediakan dot peyambung puting. Dengan harapan si bayi bisa mengisap susu langsung dari ibunya, walau lewat puting sambungan. Walau bukan kapasitas saya, tapi mumpung mbak Yati lagi curhat, maka saya meminta mbak Yati untuk tetap menyusui secara ekslusif bayinya ini. Saya ceritakan pengalaman saya, walaupun saya bekerja, tapi alhamdulillah anak-anak saya saya beri asi ekslusif. Repot memang betul, tapi manfaat ke bayi memang betul-betul terasa.

Banyak hal yang dibicarakan mbak Yati tentang bayinya, dan saya bercerita semampu yang bisa saya jawab. Sebenarnya saya ingin meminjamkan buku-buku perawatan bayi yang masih tersisa, tapi saya pikir, lebih efektif jika ilmu itu ditransfer lewat obrolan. Karena jika buku yang saya berikan, tentu mbak Yati tak punya waktu yang banyak untuk membaca.

Ternyata, pengetahuan perawatan bayi belum sepenuhnya dikuasai oleh perempuan, walaupun perempuan itu seorang ibu.

2. Perempuan kedua, penjaga-penjaga rental vcd. Setelah makan coto,kami beranjak ke peinjaman vcd "Studio One" di jalan gejayan, anak-anak mau pinjam cd. Sebenarnya saya juga mau pinjam vcd tentang tutorial beberapa program. Tapi kebetulan tidak ada, maka sambil menunggu anak-anak yang asyik memilih dan memilah vcd yang hendak dipinjam, saya memperhatikan perempuan-perempuan penjaga rental vcd.

Dilihat dari usianya, mereka berusia antara 20-30 tahun. Isi pembicaraannya, sepertinya hanya "omongin" orang di sela-sela mereka melayani konsumen. Aduuh......sayang banget, bahkan konsumen seakan-akan tidak terlalu diperhatikan. Cukup diladeni sambil lalu saja. Wah....wah.... jika ini diamati pakar-pakar marketing, bisa dibabat habis deh!!! Padahal rental yang saya datangi untuk saat ini adalah yang terbaik di Yogya. Gimana dengan rental yang lebih kecil lagi ya??

Untung anak-anak tak terlalu lama memilih, sehingga pikiran saya tak terlalu "berkecamuk" kegemasan, apalagi teman yag tadi merea rasanin (omongin) rupanya datang. Dan mereka "bisa-bisanya" bersikap biasa-biasa saja. Ealah.....kok beraninya di belakang aja, dan jika di depan sepertinya biasa-biasa saja.

Ternyata, perempuan belum bisa lebih terbuka, jika memang sahabatnya melakukan kesalahan hanya berani dalam tataran "ngomongin" belum sampai tahap yuk kita bicara apa adanya...".

3. Perempuan ketiga, ibu jelita yang mulai melek IT. Setelah pinjam vcd, anak-anak mau membeli alat tulis. Maka kita pergi ke toko Merah yang hanya berjarak 1 km dari studio one. Anak-anak cukup saya sebrangkan, karena mereka bisa memilih dan membeli sendiri. Saya inginnya kembali ke mobil utuk baca koran.

Ternyata memasuki mobil, telpon sudah berbunyi. Cepat-cepat saya jawab. Di ujung telpon suara sahabat saya, Misri yang selalu dengan renyahnya menyapa. Waktu ditanya sibuk gak? Saya jawab gak, karena memang tidak. Tapi dalam hati saya, saya belum baca koran hari ini nih. Dan kalau ibu Jelita ini sudah ngobrol,kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam. hehe.... Dari program diet, sampai selingkuh sakinah.

Tapi kali ini topiknya rupanya berbeda. Ibu Jelita mau obrolkan tentang "Blog", gimana menghapusnya. Maka dengan "ilmu bayang-bayang,maka tentir jarak jauh dilakukan. Ibu jelita dengan laptop di hadapanya, dan saya harus mendikte tahap demi tahap apa yang harus dilakukan ibu jelita ini.

Ibu jeita kita ini adalah seorang ibu rumah tangga plus pengusaha yang sukses. Dan akhir-akhir ini di sela waktunya untuk merawat diri agar tetap jelita, di sela waktunya mengurus usaha, e....mulai keranjingan dunia maya. Entah siapa penyebar virus internet bagi ibu jelita ini, yang jelas beberapa waktu lalu sampai bertekad membuat multiply sendiri. Dan khusus yang ini, saya dilarang cerita pada teman-teman.

Saya memang tak ingin bercerita tentang proses ibu jelita kita ini bisa membuat multiply sendiri, dimana "tentirnya" cukup lewat telpon, dan ibu jelita bisa berhasil. Dimana sekarang bisa kita semua bisa akses di: www...........multiply.com tapi saya ingin katakan bahwa:
Ternyata perempuan sekarang sudah menjadikan dunia maya sebagai keseharian

4. Perempuan keempat, seorang kapster di Larissa skin care.
Selesai urusan anak-anak, maka sekarang giliran saya yang hendak melakukan perawatan kulit. Saat facial, kapster yang melayani saya lumayan banyak bercerita, (biasanya saya lebih suka tidur dan menikmati massage), tapi tak apalah.....pasti ada ilmu yang bisa saya dapatkan dengan obrolan ini.

Ibu kapster ini banyak tanya tentang keluarga dan anak-anak saya. Tapi daripada saya yang bercerita semetara wajah saya sedang dimassage,lebih baik saya balik bertanya dan saya cukup mendengarkan sambil menikmati "pijatan" ibu kapster ini.

Betul, akhirny ibu ini banyak bercerita tentang dirinya, tentang kedua anaknya yang kuliah di universitas kristen yang elite di Yogya. Sampai kemudian anaknya menjadi sarjana dan bekerja. Suami ibu ini sebagai pembuat patung dari fiber, tapi harus terpuruk pasca bom Bali. Biasanya order banyak, tapi pasca bom Bali, perekonimian rumah tangga ikut terganggu.

Tapi sebagai ibu, tak ada kata pantang menyerah, dengan keyakinan bahwa: "Tuhan yang menempatkan anak-anaknya kuliah, maka tuhan yang akan memberi jalan", semua aral bisa dilewati. Belum lagi kesyukuran atas nikmat bahwa anak-anak mau mengerti dan memahami keberadaan ibu dan bapaknya. Anak-anak tidak terjerumus dalam pergaulan yang meyesatkan dan yang terpenting ibu ini bisa menjadi "pemersatu" ikatan kekerabatan yang erat antara anak-anak dan orang tua.

Banyak sekali hikmah dari cerita ibu kapster ini, yang kesemuanya bermuara pada:
ternyata perempuan punya power, yang bisa menjadikan rumah tangga tetap kokoh walaupun suami tak bisa banyak berbuat apa-apa.

5. Perempuan kelima, si empunya toko parfum.
Selesai perawata, saya baru ingat kalau parfum isi ulang saya habis. Mumpung masih belum malam, maka atas persetujuan anak-anak kita menuju ke daerah ngabean, tempat langganan parfum saya. Tapi masya Allah.....macet.!!!!! Maklum ini long week end, dan ngabean adalah arus buangan dari keramaian sekaten. Kalau tak ingat parfum ini sebagai parfum spesial (karena wanginya saya suka dan diberikan oleh seseorang yang sangat spesial, heeeem. hehe... Beli yang original, tak semerbak yang isi ulang lho....), maka pasti saya urungkan, tapi terlanjur kami sudah masuk arus, lebih baik lanjutkan saja.

Dengan sedikit terengah-engah karena jalannya jauh,( maklum parkirnya tak bisa di depan toko) sampai juga saya di toko ngabean parfum langganan saya. Saya harus bersabar karena pelayan yang biasa melayani lagi meracik untuk kosume lain. Akhirnya saya diajak ngobrol oleh ibu yang punya toko (berkali-kali saya ke toko ini, baru kali ini saya ketemu).
Mulailah obrolan ringan, tentang macet dan susah parkir jika musim libur. Sampai akhirnya obrolan ke "dunia wanita".

Ibu ini tanya barusan saya facial dimana, kemudian memakai produk bedak apa. Khusus bedak dan cream kulit kebetulan kami memakai produk yang sama, tapi saya perawatan berbeda. Saya memilih perawatan di Larissa karena produknya betul-betul alami, bahan-bahannya semua segar.

Ternyata ibu ini "penjelajah" klinik-klinik skin care, termasuk juga dokter-dokter kulit yang menyediakan produk kosmetik. Banyak sekali info yang saya dapatkan, mulai akupunktur untuk kurus atau gemuk sampai harga bedak yang dibuat dokter. Tak terasa, sampai parfum saya selesai diracik, ibu ini masih bercerita. Jika tak ingat ada satu anak yang menunggu di mobil, tentu obrolan kami masih akan lebih lama.

Ternyata: perempuan-perempuan dimana-mana paling asyik kalau bercerita tentang "keperempuanan".

Andai hari ini masih panjang, tentu saya masih akan banyak menemui perempuan dengan beragam lagak dan lenggoknya. Dan pasti kita semua akan sampai pada satu kata penutup: ternyata perempuan itu macam-macam!!!

(Yogyakarta, 8 Maret 2009 tepat di hari perempuan sedunia. Dalam kegalauan yang belum reda)


Sabtu, 07 Maret 2009

PERGINYA SANG "FOTO MODEL"TUA-TUA BAHAGIA


Beberapa waktu yang lalu saya melayat meninggalnya mertua dari teman kantor saya di Mungkid. Namanya mbah Singodimejo. Saya datang setelah dimakamkan, sesudah magrib. Rumah masih sepi, tapi hamparan tikar untuk persiapan tahlilan sudah dipersiapkan.

Dengan hanya dua orang tamu (saya dan suami), maka mata agak bebas memandang di rumah yang berarsitektur jawa nan indah. Tapi bukan itu yang menarik perhatian saya, yang justru menarik adalah pajangan-pajangan foto almarhum. Betul-betul indah dan bernilai. Ini dalam pandangan saya yang minus ilmu tentang fotografi.

Ekspresi-ekspresi almarhum begitu lugu, memancarkan kebahagiaan. Dan foto-foto serta lukisan itu mewartakan pada kita tentang hidup sederhana yang membahagiakan.
Mas Endi anaknya menerangkan bahwa selama ini bapaknya memang sebagai seniman ketoprak, melewati hari dengan sangat bersahaja, penuh kegembiraan dan menghadapi hidup dengan apa adanya.

Pola almarhum yang demikian itu,kemudian oleh Yogi Setyawan, seorang pelukis yang kebetulan menjadi tetangganya dijadikan "model" goresan-goresan lukisan mas Yogi. Kebetulan ketika kami masih duduk, datang mas Yogi. Maka lengkaplah cerita mas Yogi tentang sang model. Oleh mas Yogi mbah Singodimejo digambarkan sebagai "orang tua yang memancarkan kebahagiaan". Dan melihat ekspresi-ekspresi mbah dalam foto (sebagian sudah dilukis) memang sangat tepat jika mbah Singo digambarkan "tua-tua tetap bahagia".

Selamat jalan mbah....semoga kebahagiaan mbah bukan hanya pada hari tua di dunia, tapi di kehidupan yang abadi..... Dan semoga juga kelak di hari tua kami merasakan kebahagiaan seperti yang mbah alami. Amieeeen.........
(foto-foto diambil dari: www.yogi-setyawan.exto.nl)

Jumat, 06 Maret 2009

BUKAN TIDAK MAU KEDATANGAN TAMU.

Pertama ketika dapat SK mutasi ke Bantul,selain senang karena jarak kantor dan rumah yang dekat, tetapi juga yang ada di benak saya, "waaah....rumahku dalam wilayah yuridiksi tugasku". Tentu harus siap-siap jika kedatangan "tamu yang tak diundang". Maka (maaf) kadang setiap orang yang tidak saya kenal kemudian bertamu, yang ada di benak saya adalah: "moga-moga tamu ini tidak berurusan dengan perkara".

Sengaja tulisan ini saya muat, untuk melepas beban "kegelisahan" saya dengan kehadiran tamu-tamu yang tidak diundang, dan saya berharap yang ingin ke rumah kemudian membaca tulisan ini mengurungkan niat ke rumah.

Saya pada dasarnya senang bersilaturahmi, dan pintu rumah saya sangat terbuka jika kedatangan tamu. Tapi tentu tamu yag tidak berurusan dengan perkara. Kalau hanya sebatas curhat-curhat, silahkan saja. Hal inipun sebaiknya datang ke kantor saja. Kami sudah menyiapkan petugas khusus yang ramah, yang mumpuni,dalam menjelaskan informasi yang dibutuhkan.

Sangat dilematis bagi kami (khususnya saya pribadi) jika kedatangan tamu yang berkaitan dengan perkara. Misalnya, jika pihak lawannya tahu, kemudian tumbuh kecurigaan. Apalagi jika info yang sampai seakan-akan "kenal" dengan hakimnya. Maka saya kuatir timbul fitnah yang merepotkan di kemudian hari.

Seperti semalam, salah satu ibu teman pengajian membawa sahabatnya yang kebetulan rumahnya di luar kompleks perumahan saya. Ibu ini berencana mengajukan perceraian di PA Bantul. Saya hanya menjelaskan sebatas prosedurnya saja. Dan info semacam ini, (maaf) bukan kapasitas hakim yang menerangkan. Ini yag kadang menjadi "gregetan" di dalam hati saya. "Aduuh bu......hal semacam ini tak perlu ibu datangi hakim, cukup ke bagian informasi dan konsultasi saja sudah cukup".Ini dalam hati saya.

Sebenarnya sering juga saya periksa perkara yang mungkin "radius" rumahnya dengan rumah saya tidak terlalu jauh. Istilah saya: "kalau ibu ini masak, baunya bisa sampai di rumah saya".Tapi memang saya cenderung "menjaga jarak" untuk menghindari munculnya kecurigaan bahkan fitnah. Ini bukan seperti tulisan saya sebelumnya tentang :"hakim dan pengadilan bukan menara gading", tetapi tentu ada batas. Dan salah satu batas itu, tak perlu pihak-pihak yang hendak berperkara datang ke rumah.

Saya berharap, kedatangan tamu-tamu yang saya hormati ini hanya pada awal tugas saya di Bantul saja. Kemudian setelah mereka tahu sikap saya terhadap "perkara", maka lama kelamaan tidak ada lagi yang datang untuk urusan perkara.

Sekali lagi, bukan saya tidak mau kedatangan tamu, tapi saya tidak ingin tamu yang ada urusan dengan perkara. Pintu rumah saya sangat terbuka silaturahmi bagi siapa saja, tapi bukan yang ada kaitannya dengan tugas saya. Oke...ahlan wa sahlan!!

(tulisan saya buat di antara kepenatan dan rasa bete yang semakin menjadi-jadi)

Kamis, 05 Maret 2009

MAAF............


Buat sahabatku,
Maaf aku belum bisa menulis tentang hak pengelolaan harta anak seperti yang saya janjikan.
Rasanya lagi bete banget, sampai tak punya kemampuan untuk menulis. Tapi paling tidak seperti yang kemarin kita perbincangkan lewat telpon.
Sekali lagi maaf, dan doakan agar ada semangat untuk nulis.

Lily

Rabu, 04 Maret 2009

BUKAN TERLAMBAT


Setelah sidang dibuka, kemudian pihak-pihak yang berperkara dipanggil masuk ke persidangan. Lalu masuklah Suprapto dengan pedenya walau pada sidang sebelumya Suprapto tidak hadir.

Hakim: "Saudara Suprapto, pada sidang pertama yang lalu, saudara tidak hadir.Menurut Panitera Pengganti , saudara datang terlambat saat semua sidang sudah selesai".

Suprapto: "Bukan tidak hadir bu, tapi ban motor saya bocor, dan saya harus tambalkan. Setelah itu baru saya ke pengadilan. Ternyata sidangnya sudah selesai. Ini kan bukan karena saya tidak hadir".

Hakim: ?!?!?!?!?!?! ( baca dalam hati: sama aja boooooo)

Minggu, 01 Maret 2009

"GUE BANGEEEET"

Hakim itu juga manusia, itu pasti!!! Walau kesehariannya menyelesaikan, memutus perkara. Tapi hakim punya kehidupan pribadi yang syarat dengan persoalan. Entah dengan diri sendiri, keluarga atau juga dengan sahabat-sahabat. Apalagi masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah keluarga.

Misalnya ketika salah satu pihak mengeluh tentang suaminya/istri yang kurang mesra. atau suami/istri yang tertutup, suami/istri yang tidak terbuka dengan pendapatan yang diterima, suami/istri yang pencemburu, dll. Maka jika itu yang terjadi dan hakim merasa dirinya juga demikian, paling-paling dalam diri hakim tadi berkata: "gue bangeeet"!!! Hehe.....

Dan jika persoalan itu sudah menjadi "rahasia umum" antar hakim, maka sepeninggal pihak-pihak dari ruang sidang, paling-paling kita saling olok-olokan: "dengerin tuh pak/ bu......." dan hakim yag diolok paling-paling hanya senyum-senyum penuh arti.