Kamis, 17 Juni 2010

Poligami kacau-balau!!!


Suprapto (31 thn) hendak berpoligami. Maklum istrinya Suprapti (56 thn) sudah menopause dan sudah 13 tahun menjalani perkawinan tetapi belum dikarunia anak.
Akhirnya, Suprapti mengijinkan suaminya untuk berpoligami, dengan syarat calon istri muda Suprapto akan dicarikan oleh Suprapti.

Dari hasil "perburuan" Suprapti, ketemulah Supriyanti yang note benenya masih tetangga desa mereka. Suprapto setuju. Maklum selain masih muda dan berharap mempunyai anak dengan Supriyanti, toh calon istrinya ini dicarikan oleh Suprapti. Kalau sudah begini, seharusnya Suprapti tidak boleh komplain kelak di kemudian hari, jika ada masalah antara Suprapti dan Supriyanti.

Maka dengan niat tulus dan ikhlas, Suprapti dan Suprapto mengurus berbagai kelengkapan administrasi untuk mengajukan izin poligami di pengadilan agama. Suprapto harus menyerahkan surat keterangan penghasilan, surat keterangan mampu berlaku adil. Demikian juga suprapti harus menyertakan surat kesediaan dimadu. Belum lagi surat tentang harta-harta yang telah dimiliki selama perkawinan Suprapto dan Suprapti.Pokoknya ribeeet deh...untuk bisa mengajukan ijin poligami.

Setelah tiba saatnya sidang, Suprapto dan Suprapti datang ke pengadilan agama, disertai oleh calon wali (ayah Supriyati). Sampe waktunya sidang, dan dipanggil masuk ke ruang persidangan, Supriyati tak kelihatan ujung hidungnya.

Hakim kemudian menanyakan kepada Suprapto tentang keseriusannya mengajukan ijin poligami. "Betul pak saya serius", jawabnya mantap. "Kalau kamu serius, mana Supriyati calon istrimu??" tanya hakim lebih lanjut. Dengan muka loyo Suprapto menjawab:"entahlah.....tadi saya telpon, katanya masih di jalan dan tidak akan datang ke pengadilan". "Calon istrimu harus datang menghadap ke pengadilan, dan akan didengar keterangannya, sebagaimana kami juga mendengar keterangan dari istri pertamamu.

Suprapto sepertinya kehabisan akal, dan meminta sidang diskors beberapa waktu agar Suprapto mempunyai kesempatan untuk menghubungi Supriyati sekali lagi.
Setelah sidang dibuka kembali, Suprapto datang menghadap dengan loyo: "Supriyati tak mau datang, mungkin dia tak bersedia menjadi istri kedua saya. Saya cabut lagi aja permohonan poligami saya ini".

Kisah di atas adalah fakta yang sudah saya anonimasi. Ada beberapa hal yang bisa menjadi pelajaran bagi kita, dari berbagai sudut pandang. Dan saya ingin menulisnya secara bebas, acak dan tanpa struktur.

1. Dari sisi Suprapti. Betapa "mulianya" dia, mengijinkan suaminya berpoligami, setelah menyadari bahwa dirinya sudah tidak mampu memeberikan keturunan sampai pada usia pernikahan yang ke 13 dan dia sudah menopause sehingga sangat tipis harapan untuk memiliki keturunan;

Sayangnya..... dibalik keikhlasannya, dia "mengikat" Suprapto untuk menikah dengan wanita yang menjadi pilihannya. Maka atas hasil "perburuannya" ditemukanlah Supriyanti.
Supriyanti yang dari status ekonomi lemah, kemudian menerima pinangan Suprapti yang kaya raya. Tentu dia berharap kelak dia akan mewarisi kekeyaan yang dimiliki oleh Suprapti dan Suprapto;

2. Dari sisi Suprapto. Waaah....laki-laki mana yang gak mau diberi suguhan wanita muda yang cantik. Dalihnya aja biar Suprapti cocok dengan istri mudanya maka diberilah kesempatan pada Suprapti untuk mencarikan istri. Padahal sebenarnya baginya siapapun wanitanya tapi yang penting bisa memberi pelayanan yang memuaskan padanya.

Andai memang Suprapto mencintai Suprapti apa adanya, maka ketiadaan anak bukanlah menjadi alasan pembenar untuk melakukan poligami. Betapa banyak suami-suami yang tidak berpoligami, hanya dikarenakan istrinya tak bisa memiliki keturunan.

Apa juga dapat dipastikan, ketiadaan turunan ini dikarenakan Suprapti yang lemah??? belum dipastikan!!! Maka alangkah baiknya sebelum mengajukan izin poligami, baik Suprapto maupun Suprapti sama-sama memeriksakan diri ke dokter untuk memastikan siapa sebenarnya yang mandul di antara keduanya.

3. Dari Supriyanti. Laaaah...alaaaa.... gadis lugu yang baik hati tapi tidak punya pendirian....!!!! Kenapa pada awalnya kamu menerima pinangan Suprapyto, tapi kenyataaannya sampai pada persidangan dirimu tak muncul.
Kehadiranmu diperlukan hakim untuk mendengar keterangan kesungguhanmu menjadi istri kedua.

Kalaulah ketidakhadiranmu karena pikiranmu berubah....sepatutnya itu disampaikan secara terus terang. Saat ini, semua menjadi kalang kabut, bapakmu sebagai wali yang sudah hadir di persidangan menahan malu, Suprapti juga menjadi sungkan, apalagi Suprapto yang tak bisa memahami jalan pikiranmu.

Suprapto begitu yakin dirimu menerima pinangannya, tapi kenapa kemudian jika kemudian berubah pikiran, tanpa memberitahu mereka. Bagaimana Supriyati???

Dan bagaimana juga menurut anda?????