Jumat, 04 Februari 2011

10 Pertanyaan Mengenai Mediasi di Pengadilan Agama:



Pengantar:

Dengan semakin berjalannya waktu, banyak pihak yang menyadari betapa pentingnya mediasi itu dilakukan. Bukan saja karena hasilnya yang merupakan kesepakatan bersama, juga karena dengan bermediasi, mata rantai pembuktian yang panjang dan berbelit-belit dapat dipersingkat atau bahkan tidak diperlukan sama sekali.

Di samping itu, dalam proses mediasi yang selama ini berjalan di pengadilan agama, yang didominasi perkara perceraian, maka manfaat medaisi begitu besar. Banyak hak-hak istri dan anak yang bisa dituangkan dalam kesepakatan mediasi. Ini tentu menguntungkan pihak istri, karena bisa mendapatkan haknya tanpa proses panjang. Demikian juga pihak suami dapat memberikan nafkah atau kewajiban-kewajiban yang lain sesuai kemampuannya.

Dalam beberapa kesempatan, banyak pertanyaan tentang mediasi. Dari sekian pertanyaan-pertanyaan, penulis mencoba merangkumnya menjadi 10 pertanyaan yang sering diajukan dalam proses mediasi di pengadilan agama.

1. Apa pentingnya dan Dasar Mediasi.

Sejak diterbitkannya Perma No 1 Tahun 2008 maka mediasi merupakan suatu kewajiban dalam proses gugatan di pengadilan. Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Mediasi juga diwajibkan, karena dengan tidak dilaksanakannya mediasi, maka perkara tersebut batal demi hukum. (pasal 2 ayat (3) Perma No 1 Tahun 2008)


2. Siapa saja yang bisa menjadi mediator?

Menurut pasal 8 Perma No 1 Tahun 2010 yang bisa menjadi mediator adalah:
a.Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;
b.Advokat atau akademisi hokum;
c.Profesi bukan hokum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;
d.Hakim majelis pemeriksa perkara;
e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, aau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.

Tetapi sampai saat ini setelah 2 tahun berlakunya perma ini, pihak-pihak yang berperkara di pengadilan lebih banyak menggunakan mediator hakim. Kemungkinan disebabkan karena mediator hakim tidak dibayar, sedangkan mediator non hakim harus dibayar.

Bagi hakim sendiri, tambahan tugas ini tentu semakin menambah beban kerja pokoknya. Sebenarnya,jika mediasi bias sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak non hakim, maka hakim-hakim akan lebih berkosentrasi menghadapi perkara-perkara yang diajukan kepadanya.

3. Berapa lama waktunya mediasi

Berdasar pasal 13 angka (3) Perma No 1 Tahun 2008 ini, mediasi dapat dilaksanakan selama 40 hari kerja .Waktu ini dan dapat diperpanjang lagi selama 14 (empat belas hari) . Tentu dengan diberikannya waktu yang cukup longgar, baik mediator maupun para pihak yang bermediasi mempunyai waktu yang lama, sehingga bias tercapai kesepakatan damai sebagaimna yang diinginkan.

4.Apa manfaatnya mediasi??

Banyak sekali yang bisa diambil manfaat dari mediasi, yang paling pokok adalah hasil mediasi merupakan hasil kesepakatan pihak-phak yang bersengketa, dimana diharapkan kesepakatan damai tersebut kemudian oleh majelis dapat dituangkan dalam amar putusan.

5..Kriteria Keberhasilan Mediasi dalam perkara percerian?
Selama ini persepsi mediasi dalam perkara perceraian adalah dicabutnya perkara, dimana antara suami istri tersebut hidup rukun kembali.

Saya pribadi kurang sepakat dengan pendapat tersebut, karena substansi dari mediasi adalah bagaimana suatu putusan itu bias menjadi kesepakatan para pihak, sehingga dapat meminimalir penumpukan perkara baik di tingkat banding maupun kasasi.

Sehingga seyogyanya, jika dalam mediasi kemudian terdapat kesepakatan-kesepakatan pasca pasca perceraian (misalnya nafkah iddah, mut’ah, hak asuh anak, dll), maka seharusnya mediasi yang demikian ini dapat dikatakan sebagai mediasi yang berhasil karena para pihak terikat dalam kesepakatan mediasi yang kemudian akan dituangkan dalam amar putusan

6. Apakah mediator hakim dibayar??

Jika ada yang menggunakan jasa mediator hakim, maka tidak dibebankan lagi biaya. Hanya, mediator hakim hanya bisa memediasi perkara-perkara di tempat tugasnya. Berbeda dengan mediator non hakim, mereka mempunyai kesempatan untuk memediasi perkara-perkara baik di pengadilan agama atau pengadilan negeri manapun, asal terlebih dahulu mendaftar dan masuk sebagai mediator di pengadilan tersebut.

7. Siapakah yang membayar honorarium mediator?

Honorarium mediator non hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak. Misalnya siapa yang menerima bagian terbanyak, maka dialah yang membayar honorarium mediator.


8.Bolehkah para pihak mundur dari proses mediasi?

Pada dasarnya, setiap mediasi harus dengan itikad baik. Jika salah satu pihak merasakan atau melihat tidak adanya itikad baik dari pihak lawan, maka pihak yang merasa dirugikan, dapat menyatakan mundur dari proses mediasi.

9. Bolehkah proses mediasi dilaksanakan di luar pengadilan?

Mediasi bisa dilaksanakan di salah satu ruang pengadilan atau jika pengadilan tersebut telah memiliki ruang mediasi, maka dapat dilaksanakan di ruang mediasi. Artinya walau mediatornya bukan mediator hakim, proses mediasi dapat mempergunakan fasilitas ruang mediasi pengadilan.

Tetapi, khusus mediator hakim, maka proses mediasi hanya boleh bermediasi di ruang pengadilan. Hal ini tentu dimaksud agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, antara mediator hakim dengan pihak-pihak. Ini semua karena peran ganda yang menempel pada mediator hakim. Salah satu sisi sebagai mediator hakim, di sisi yang lain juga adalah hakim yang harus menjaga citra dan wibawa pengadilan.

10. Apakah setiap kesepakatan perdamaian di luar pengadilan itu dapat dikuatkan hakim menjadi akta perdamaian?
Tidak semua akta perdamaian dapat dikuatkan hakim dalam akta perdamaian. Syarat-syarat kesepakatan perdamaian yang dapat dituangkan dalam akta perdamaian adalah sebagai berikut:
a. sesuai kehendak para pihak;
b. tidak bertentangan dengan hokum;
c. tidak merugikan pihak ketiga;
d. dapat dieksekusi;
e. dengan itikad baik.

Salam.,
Lily Ahmad
Bantul 4 Pebruari 2011