“Atas nama pimpinan universitas Gadjahmada, saudara Drs. H. Ahmad kamil, SH, M.Hum yang baru saja berhasil mempertahankan Disertasi dengan judul Kebebasan Hakim dalam Perspektif Filsafat Kebebasan Franz Magnis-Suseno: Relevansinya bagi Pembinaan Hakim Indonesia, dinyatakan lulus dengan predikat kelulusan Cumlaude”.Demikian dengan jelas dan tegas diucapkan oleh Prof.Dr.Edhi Martono,Msc sebagai puncak dari pelaksanaan ujian terbuka Ahmad Kamil wakil ketua Mahkamah Agung yang diselenggarakan di ruang seminar Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjahmada Yogyakarta, Jumat 5 Maret 2010. Kalimat yang disambut dengan tepuk tangan kegembiraan serta keharuan dari sekitar 800 tamu yang menyaksikan ujian tersebut.
Ujian terbuka tersebut yang dimulai pada pukul 3 sore berlangsung selama 2 jam, dipimpin oleh Prof.Dr.Edhi Martono,Msc dengan promotor Prof.Dr.R.Soejadi,SH dan Ko-Promotor Prof.Dr.Lasiyo,MA.,MM serta anggota penguji Prof.Dr.Kaelan, Prof.Dr.Abdul Ghofur Anshori,SH., Prof.Dr.Djoko Soerjo,MA., Prof.Dr.Syamsulhadi,MA., Dr.Mohammad Hatta,SH.,MH. Dan Dr.Joko Siswanto.
Setelah membuka sidang ujian terbuka, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan daftar riwayat hidup oleh Promotor Prof.Dr.R.Soejadi,SH langsung diikuti oleh pertanyaan-pertanyaan dari semua tim penguji.
RINGKASAN DISERTASI
Dalam kesimpulan disertasinya, Ahmad Kamil menyatakan bahwa konsepsi kebebasan Magnis-Suseno adalah bentuk kebebasan yang bertanggung jawab berkaitan erat dengan masalah etika, moral, dan tanggung jawab. Etika membebani kewajiban moral, yang berbeda dengan kewajiban dalam norma hukum, kewajiban moral tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk dipaksakan penerapannya. Norma moral bersifat otonom, bukan heterenom, sehingga penegakkannya tidak dapat dipaksakan melalui daya pemaksa eksternal, misalnya oleh penguasa. Itulah sebabnya selalu ada kebebasan bagi pemilik moralitas itu untuk berbuat atau tidak berbuat.
Kebijakan pembinaan kebebasan hakim Indonesia harus diarahkan kepada pengembangan pemikiran yang menempatkan Pancasila sebagai landasan dasar filosofis dalam merefleksikan teks hukum dan fakta kejadian yang ditemukan di persidangan.
Dalam disertasi tersebut juga disarankan agar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 seyogyanya dijadikan basis pengembangan pemikiran para hakim Indonesia. Jadi sebelum para hakim terjebak pada perdebatan aliran-aliran hukum yang berkembang dari barat seperti aliran hukum alam, positivisme hukum, utilitarisme, mazhab sejarah, sociological jurisprudence, realisme hukum dan lain-lain, seyogjanya para hakim Indonesia harus memahami secara mendalam terlebih dahulu tentang filsafat Pancasila sebagai landasan filosofis sumber dari segala sumber hukum Indonesia, dan UUD 1945 sebagai landasan teoritis.
Pertanyaan-pertanyaan Yang Menggelitik.
Di antara ratusan tamu yang hadir, antara lain Ketua Mahkamah Agung RI, Harifin A.Tumpa, mantan ketua MA Bagir Manan, serta mantan wakil ketua MA, Taufiq dan Syamsuhadi Irsyad, para hakim agung, Dirjen Badilag Wahyu Widiana, KPTA Yogyakarta H.M.Hasan H.Muhammad, KPT Yogyakarta Nurganti Saragih, beberapa Ketua Pengadilan Tinggi dari empat peradilan, antara lain KPTA Mataram A. Karim A. Razak.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para penguji sangat beragam dari hal-hal yang sangat teoritis sampai di luar disertasi yang diajukan. Prof.Dr.R.Soejadi,SH menanyakan tentang kemungkinan penyatuan terminologi kebebasan dan terminologi pembinaan, yang oleh Ahmad Kamil dijawab bahwa kedua hal tersebut dapat disatukan, karena tidak ada sesuatupun dalam hidup ini yang pasti, karena kepastian itu adalah perubahan. Kebebasan tidak diartikan kebebasan mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab.
Sedangkan pertanyaan tentang mengapa Ahmad Kamil memilih kajian filsafat, sementara bagi sebagian orang bahwa studi filsafat itu studi yang membingungkan. Atas pertanyaan ini Ahmad Kamil membeberkan bahwa ini semua bermula dari kegelisahan pribadi sebagai praktisi hukum selama 30 tahun, bahwa apakah kajian filosofis atas putusan-putusan yang dihasilkan. Dan diharapkan semua peraturan yang dibuat juga memerankan keadilan yang filosofis.
Sedangkan pertanyaan dari Prof.Dr.Djoko Soerjo,MA jauh dari topik disertasi yaitu lebih mudah mana, membuat disertasi atau membuat putusan, yang langsung disambut gerr peserta yang hadir karena notabenenya sebagian besar berprofesi sebagai hakim. Pertanyaan ini dijawab dengan sangat elegan oleh Ahmad Kamil, bahwa membuat putusan adalah karya ilmiyah, dan telah bergelut menjadi hakim selama 40 tahun dan membuat disertasi 3 tahun, sehingga tentulah membuat putusan lebih mudah daripada membuat satu disertasi yang memerlukan waktu selama 3 tahun, sementara dalam setahun bisa membuat 900 putusan.
Pesan dan kesan Bagi Doktor Yang ke 1180 UGM
Dengan dinyatakan lulus, maka Dr.Drs.H.Ahmad Kamil,SH.M.Hum merupakan doktor yang 1180 dari Universitas Gadjahmada. Dalam pesan dari Tim Penguji yang disampaikan oleh Ko-promotor Prof.Dr.Lasiyo,MA.,MM mengharapkan sebagai ilmuwan dan praaktisi sangat diharpkan dan ditunggu oleh masyarakat dang bangsa Indonesia untuk segera mengimplementasikan dan mengembangkan temuan-temuan di lingkungan kerja maupun masyarakat luas demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan salah satu tugas Universitas Gadjah Mada untuk mengawal eksistensi NKRI dari perspektif IlmuPengetahuan. Tugas dan Tanggungjawab dimasa depan makin berat namun mulia terutama untuk menegakkan keadilan melalui kebebasan hakim.
Di tempat terpisah Prof.Dr.Lasiyo,MA.,MM mengungkapkan kesan yang sangat mendalam atas ujian terbuka Ahmad Kamil yang diikuti sangat antusias dari undangan. Hal yang sangat jarang terjadi, karena untuk pidato pengukuhan saja yang biasa diselenggarakan UGM akan sangat sulit menghadirkan banyak tamu. Ini sebagai indikasi bahwa tradisi keakraban dan solidaritas sangat kuat di lingkungan Mahkamah Agung.
Keberhasilan beliau semoga menjadikan inspirasi bagi hakim-hakim yang lain yang sedang menempuh pendidikan di UGM untuk bisa menyelesaikan pendidikan dan menggapai pendidikan sampai ke jenjang yang tertinggi.
Apa yang diungkapkan Prof.Dr.Lasiyo,MA.,MM rasanya memang tidak berlebihan, karena yang hadir dalam acara tersebut memang sangat beragam. Ahmad Fauzie Ketua Pengadilan Negeri Sumenep sengaja datang untuk mengikuti ujian terbuka, selain untuk member support dan menjadi motifator bagi hakim yang lain, bukan semata-mata karena berasal dari Madura.
Menurut Ahmad Fauzie, Ahmad Kamil layak layak menjadi inspirasi bagi hakim-hakim yang lain untuk berjuang dalam menggapai cita-cita dengan kerja keras walau di usia beliau yang sudah 64 tahun. Hal ini sesuai dengan tradisi masyarakat Madura, bahwa untuk mencapai sesuatu yang besar tidak harus dengan modal yang besar, tapi harus dimulai dengan cita-cita yang besar.
Dalam sambutan setelah dinyatakan lulus, Ahmad Kamil mengungkapkan rasa syukur atas karunia yang diberikan oleh Allah SWT, istri tercinta Hj.Masfufatun yang tetap sabar memberikan semangat sembari mengorbankan kedekatan cinta kasih yang terganggu selama penyelesaian disertasi dan selalu berdoa mengiringi setiap langkah.
Selain ucapan terhadap keluarga, Ahmad Kamil menutup sambutan dengan menghaturkan terima kasih kepada kolega-kolega di Mahkamah Agung yang selama ini telah membantu dalam penyelesaian studi. (Lily Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar