Rabu, 03 Desember 2008

JIKA PASANGAN KITA MENIKAH LAGI TANPA IJIN (pilihan hukum menghadapi masalah ini)


Hari ini saya sempat baca berita di salah satu situs di internet berita artis Cucu Cahyati dan suaminya Aman Jagau diajukan ke meja hijau karena pemalsuan akta nikah. Tanpa bermaksud mendahului putusan majelis hakim, saya ingin sedikit meneropong persoalan ini bukan secara khusus, tapi sebagai kasus yang sering timbul dalam masyarakat, sebagaimana yang dialamai oleh Cucu Cahyati dan suaminya Aman Jagau.

Selama ini sering sekali seorang istri mendapati kenyataan bahwa suaminya telah menikah lagi tanpa sepengetahuan dirinya apalagi seijinnya.Sehingga ini menimbulan masalah hukum. Dan untuk ini UU memberi kesempatan bagi istri tadi mengajukan 2 opsi, yaitu tuntutan secara perdata dan yang kedua secara pidana.

TUNTUTAN SECARA PERDATA.
UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 24 berbunyi: "Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini."

Makna dari pasal ini, jika kita mendapati suami atau istri kita menikah lagi tanpa seijin kita (jika suami berpoligami), maka suami-istri sebagai pasangannya dapat mengajukan pembatalan perkawinan lewat pengadilan. Pengadilan Agama untuk pernikahan Islam dan ke Pengadilan Negeri yang non Islam.

Undang-undang ini juga mengisyaratkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, bukan hanya pihak suami atau istri, tetapi juga: (1) , para keluarga dalam garis lurus ke atas dari suami istri (2) suami atau istri; (3) pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputus (4) pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) pasal 16 Undang-udang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan ini putus.

Dari kedua pasal dalam UU erkawinan ini, kita bisa melihat bahwa terhadap istri-istri yang suaminya menikah lagi tanpa seijin istri, maka undang-undang telah cukup memayungi perlindungan hukum baginya. Hanya masaahnya adalah pada umumnya istri-istri tersebut tidak mengetahui bahwa suaminya telah menikah lagi, karena biasanya suami akan menikah bukan tempat kediaman suami-istreri tersebut. Tentu pertimbangannya jika meikah di tempat kediaman suami istri, maka akan sangat mungkin informasi ini aan sampai di telinga istri.

Kenapa hal ini bisa terjadi, apakah pihak pegawai pencatat nikah dalam hal ini KUA atau kantor catatan sipil tidak mengetahui bahwa salah satu pihak masih terikat dengan perkawinan yang sah? Tentu jawabannya tidak. Modus yang terjadi adalah adanya unsure pemalsuan identitas. Suami aau istri yang masih terikat perkawinan cenderung merubah identtasnya menjadi jejaka atau gadis. Dengan demikian akan memuluskan langkah untuk terjadinya perkawinan tersebut. Sangat jarang terjadi suami atau istri mengaku sebagai janda ayau duda, karena jika mengaku janda atau duda, harus melampirkan akte cerai dari perkawinan sebelumnya. Ini tentu tak mungkin, karena mereka belum bercerai.

Selama ini prosentase yang ada adalah banyaknya suami yang berpoligami tanpa seijin istri. Para suami melangsungkan pernikahan di depan pejabat pencatat nikah dengan bermodalkan surat keterangan palsu yang didapatkan dari kelurahan. Di sisi lain, pejabat pencatat nikah sifatnya pasif.Cukup mengumumkan rencana pernikahan di papan pengumuman di kantor dalam jangka waktu tertentu. Seringkali hal ini untuk perkawinantertentu tidak terselenggara sebagaimana yang diatur. Setelah melewati janga waktu sebagamana yang ditentukan, dan tidak ada pihak yang mengajukan keberatan, maka dilangsungkanlah pernikahan yang diinginkan.

Setelah masaah ini mencuat, dimana si istri mengajukan pembatalan perkawinan di pengadilan, pihak pejabat pecatat nikah (KUA) atau dari kantor catatan sipil diajukan juga sebagai pihak dalam perkawinan, maka dengan dalih bahwa seua procedure serta kelengkapan surat sudah terpenuhi maka dengan dasar itu pula pejabat pencatat nikah ini mencatatkan pernikahan yang dilangsungkan.

Hakim dalam memeriksa gugatan pembatalan pernikahan mempertibangkna apakah man. erkawinan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk hal ini tentu hakim mmepertibangkan apakah istri yang mengajukan adalah istri yang sah dari suami yang diajukan pembatalan perkawinan, kemudian apakah syarat yang diajukan betul-betul palsu, jika surat keterangan tersebut memang palsu, maka perkawinan tersebut sangat beralasan untuk dibatalkan.

Baru-baru ini sya menanangani kasus pembatalan perkawinan di luar kelajiman. Karena pada umumnya pihak-pihak tergugat dalam gugatan perkawinan mengajukan bantahan terhadap dalil-dalil yang diajukan. Misalanya perkawinan tersebut tanpa paksaaan, jika didalilkan perkawinan dilaksanakan dengan paksaan. Atau juga oleh KUA dinyatakan bahwa mereka telah melakukan procedure sebagaimanan ketentuan yang berlaku. Tetapi yang saya saya alamai adalah gugatan pembatalan yang diajukan oleh seorang istri dimana suaminya menikah lagi tanpa seijin dan sepengetahuan istrinya. Kemudian si istri mengajukan gugatna pembatalan perkawinan, dimana suami menjadi tergugat 1, istri kedua menjadi tergugat 2 dan pejabat kua menjadi tergugat 3.

Ternyata dalam jawabannya Egugat I (suami) membenarkan dalil-dalil gugatan pembatalan perkawinan tersebut, sedangkan istri kedua dan pejabat kua sebagai tergugat II dan tergugat III tidak pernah hadir dalam persidangan. Yang ada dalam benak saya, kenapa dengan mufahnya Tergugat I tidak mengajukan bantahan, apakah saat menikah dengan tergugat II bukan menjadi kehendaknya. Kalau begini kasusnya, betapa mudahnya dan rendahnya lembaga perkawinan.

TUNTUTAN SECARA PIDANA

Selain perlindungan secara perdata, ada juga perlindungan hukum secara pidana. Dimana istri atau suami dapat melaporkan tindakan suami atau istri mereka sebagai tindakan perzinahan sebagaimana dimaksud alam pasal 284 KUH Pidana. Dilematisya UU ini, bahwa jika hal ini diajukan, maka dalam masa 3 bulan, harus diajukan pengajuan perceraian

Ini tetu hal yang dilematis, karena jika seorang istri mengadukan suaminya telah melakukan perzinahan, konseuensi terberat yang haus diterima, bahwa harus diikuti jugaoleh permohonan perceraian. Bagaimana jika si istri tidak menginginkan perceraian, tapi menghadapi suami yang melakukan perkawinan di luar ijinnya? Satu-saadalahtunya adalah tidak mengajukn pembataln perkawinan.

Selain melaporkan tentang perbuatan perzinahan, istri juga dapat melaporkan adanya pemalsuan surat. Hal ini sebagaima dilakukan oleh istri dari Aman Jagau terhadap perkawinan Cucu Cahyati. Kalaulah kemudian Cucu Cahyati dan Aman Jagau terbukti melakukan tindak pidana, maka apakah setelah dipidana persoalan bisa selesai? Alih-alih bisa selesai, bisa-bisa justru menjadi lebih parah.

PILIHAN MANA YANG TERBAIK

Dari kedua pilihan, keduanya bukan mengarah pada satu kondisi untuk memperbaiki rumah tangga. Karena kedua pilihan mempunyai dampak simalakama dalam rumah tangga.

Jika pilihan pproses perdata, pembatalan pernikahan. Jika suami menyadari akan kekeliruannya, kemungkinan kondiei rumah tangga bisa kembali rukun. Tetapi jika suami tidak berkenan diajukannya pembatalan pernikahan, walau telah dikabulkan pembatalan pernikahan tersebu, maka rumah tangga rukun akan sulit digapai.

Sedangkan jika pilihan pada proses pidana, justru akan member jarak semakin jauh terhadap rukunnya rumah tangga. Setelah kita diajukan laporan perzinahan, maka 3 bulan setelah proses tersebut harus diajukan gugatan perceraian. Demikian juga jika dajukan pemalsuan identitas, maka jika sampai pada dipidananya suami kita, maka tentu rumah tangga akan lebihterpisah dan suami tentu akan mempuyai rasa beban dan dendam kepada istri yang melaporkan pidana tersebut.

Pilihan ada pada diri masing-masing, tapi jika masih menginginkan peramaian, maka pilihan perdata merupakan pilihan terbaik. Tapi jika sudah sulit diharapkan rukun kembali dan sebagai pembelajaran bagi suami-suami untuk tidak melakuakn poligami ,maka pilihan kedualah menjadi pilihan terbaik.

9 komentar:

Anonim mengatakan...

Bu/pak, mohon informasinya,apa akibat hukum atas suami yg dituntut istri karena menikah lagi,sdgkan yang menjadi alasan suami akhnya menikah lagi karena istri sudah tidak mau melakukan koreksi diri ats permasalahan rmh tangga yg terjadi saat itu,akhnya tdk ada upaya perbaikan dr ke-2 pasangan krn komunikasi sdh tdk berjalan dgn baik, dan apa langkah terbaik bagi suami agar bs menyelesaikan mslh hkm ats tuntutan krn menikah lagi tanpa ijin,sdg kan dgn istri sebelumnya sudah tidak bisa rukun kembali, apa bisa ajukan talaq di pengadilan ?dengan kondisi tersebut di atas.

Terima Kasih

Unknown mengatakan...

ini seperti yang terjadi dalam hidup saya ,saya bekerja ke luar negeri untuk membantu ekonomi keluarga,juga atas izin suami pada akhirnya dia menikah lagi dan mengaku masih bujang,,sakit rasanya.saat butuh suport darinya dia malah membuat luka,,syok dan down fikiran depresiii ,namun semua sudah berlalu selama 5th.Sampai saat ini saya juga masih istrinya,masih ada wanita seperti itu tega menyakiti hati wanita lain.Tanpa memikirkan perasaan anak saya..mereka pun sering over exspose di dumay kemesraan tanpa memikirkan perasaan kami,Sekarang mereka sudah mempunyai anak 2.Mungkin dalam waktu dekat saya mau mengambil langkah hukum,karena saya sudah mengetahui keberadaan mereka..trimakasih banyak bun atas tulisannya saat membantu saya..salam kenal dari shinta

Anonim mengatakan...

Mohon maaf mau bertanya, tentang pemalsuan surat oleh suami tersebut yg diperoleh dari kelurahan, apakah petugas kelurahan tersebut juga bisa dituntut oleh keluarga istri ?

Falah mengatakan...

Pak, mohon pencerahan nya, sya sdh pisah dgn istri tp secara agama(Talak). Blm sampai ke pengadilan, stlah agak lama, dia mengikirmkan akta cerai ke saya, kalau kita udah saha cerai, tanpa sepengatahuan saya sama sekali, dan itu untuk kepentingan nya agar bisa menikah lagi, apakah cerai sperti ini sah, apakah saya bisa menempuh jalur hukum karna pemalsuan data,? Mohon pencerahan nya, terimakasih.

ayiboay mengatakan...

Apa hukum nya bila mantan istri belum punya surat janda tapi sudah jtoh surat talak.tpi tidak sidang

Unknown mengatakan...

Gmn kalau kasus poligami dilakukan oleh PNS??
Dn pernikahan kedua secara siri??,

Unknown mengatakan...

Bagaimana hukumx jika seorang suami menceraikan istrix tanpa sepengetahuanx? Dan bagaimana bs pengadilan mengeluarkan surat cerai sedangkan istri tdk pernah menerima surat panggilan dr pengadilan? Dan surat nikah jg ada di istrix, apakah pemalsuan dokumen2 bs memproses suatu perceraian?

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Bagaimana bisa menikah resmi.dn bs dapat buku nikah tanpa sidang pengadilan agama.. Dn tanpa ada persertujan dari istri prtama, dan apakah bisa istri pertama menuntut secara hukum