Minggu, 30 November 2008

ANDAI KITA HARUS BERBAGI


(Beberapa tips agar wanita yang mengijinkan suami berpoligami tidak merasa diperlakukan tidak adil)

"Mana ada perempuan yang mau dimadu?", ini sekelumit dialog dari sinetron yang diperankan oleh Cornelia Agatha beberapa waktu lalu. Pernyataan yang akhirnya menjadi cukup akrab di telinga kita, khususnya ketika berbicara tentang poligami.


Memang, pada dasarnya ketika kita melangkah menuju ke jenjang pernikahan, sama sekali tentu tak terbersit dala benak kita apalagi angan-angan kita sebagai istri untuk dimadu. Yang kita inginkan adalah suami kita miik kita sepenuhnya secara utuh baik raga maupun hatinya.

Tapi perjalanan waktu kadang memupus angan-angan itu semua, karena beberapa sebab akhirnya kita harus mengijinkan suami kita berpoligami. Perkawinan poligami belum bisa kita hapus sama sekali, karena UU Perkawinan kita masih memberi jalan bagi para suami untuk berpoligami dengan beberapa alasan antara lain:
1. Apabila istri tidak mempunyai keturunan;
2. Apabila istri tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri;
3. Apabila istri menderita sakit yang sudah sulit disembuhkan.

Sebaliknya seorang suami ketika hendak melakukan poligami, UU mewajibkan suami tersebut untuk:
1. Mempunyai penghasilan yang cukup untuk menghidupi istri-istri dan keluarganya;
2. Berlaku adil kepada semua istri.

Andai suratan takdir menghantarkan seorang istri merelakan suaminya berbagi dengan wanita lain sebagai istrinya, maka sebaiknya memperhatikan beberapa hal agar kehidupan poligami ini bisa berjalan dengan baik. Agar sebagai istri yang telah mengijinkan suaminya berpoligami
tidak menyesal di kemudian hari.

SURAT KETERANGAN BERLAKU ADIL.
Setiap suami yang hendak mengajukan ijin berpoligami, wajib menyertakan surat pernyataan untuk berlaku adil kepada istri-istrinya.

Fakta selama ini urgensi surat pernyataan ini tak berimbas, jika memang suami tersebut tidak mempunyai
itikad yang sungguh-sungguh untuk berlaku adil. Surat hanya sekedar tulisan di atas kertas, dan hanya diperlukan untuk mendukung rencana suami untuk berpoligami di depan pengadilan. Setelah itu hanyalah bagian dari tumpukan berkas.

Sejauh ini surat pernyataan berlaku adil belum bisa mengikat secara hukum kepada seorang suami, Karena jika suami berpoligami, kemudian istri merasa tidak diperlakukan tidak adil, maka surat tersebut tidak bisa banyak memberi perlindungan hukum
terhadap istri tadi.Maksudnya, jika di kemudian hari si suami tidak berlaku adil, maka tak ada peluang bagi istri untuk menuntut rasa keadilan.

Hemat saya, daripada kita menggantungkan suatu rasa adil kepada satu surat, lebih baik kita mempersiapkan beberapa hal jika memang kita harus menghadapi keadaan suami hendak berpoligami.


1. BICARAKAN PEMBAGIAN WAKTU BERSAMA.
Sebelum suami melakukan poligami, tentu waktu suami adalah milik kita sepenuhnya. Tapi karena kehadiran istri baru, tentu waktu suami untuk kita akan berkurang.Sebaiknya bicarakan waktu berkunjung, apakah pembagian setiap minggu atau seminggu dibagi dua, atau sehari disana-sehari disini.

Masalah ini kelihatan sepele, tapi akan bermasalah jika kita sebelumnya tidak membicarakannya. Misalnya jika kita mempunyai anak, pada saat libur anak-anak tentu mengharapkan kehadiran orang tuanya secara utuh.

Hal-hal yag perlu dibicarakan tentu juga tentang jika terjadi hal-hal yang emergency, misalnya:
- Ketika anak sakit, suami sebaiknya tetap bersama kita, walau seharusnya jatah di tempat istri yang lain.
- Saat liburan, sebaiknya suami bersama kita. Dan jika istri yang lain juga mengingikan liburan bersama suami, maka sebaiknya saat liburan juga digilir. Liburan kali ini bersama dengan keluarga kita, liburan yang akan datang bersama keluarga yag lain.
- Saat ada hajatan di keluarga kita, maka suami sebaiknya bersama kita, walau sebenarnya waktunya untuk istri yang lain.

Kesannya ini masalah sepele, tapi sebenarnya ini justru sangat penting karena sebagai barometer untuk mengukur keadilan dari pihak suami.

2. BICARAKAN HAK DAN KEWAJIBAN MASING-MASING.
Setelah berpoligami, otomatis seorang suami bertambah kewajibannya,dengan kehadiran istri dan kemunginan keluarga istri. Dan tentunya kita berharap walau kewajiban suami bertambah, tapi tidak mengurangi hak kita. Misalnya hak kita untuk mendapatkan nafkah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hajat hidup.


Jika sebelum berpoligami misalnya kita setiap bulannya diberi nafkah 5 juta, maka setelah poligami pun nafkah yang diberikan tidak boleh berkurang, demikian juga jika ada kesempatan untuk rekreasi, jangan terabaikan dengan adanya kehidupan poligami suami kita.

Hal ini mungkin berpotensi terjadi kesalahan persepsi, jika tidak kita bicarakan bersama. Dan secara psikologis kemungkinan akan muncul kecemburuan –kecemburuan yang bersifat financial dengan istri kedua. Hal ini wajar, karena dengan istri kedua, suami kita seperti membangun rumah tangga baru, sehingga banyak yang harus dipenuhi, sementara bagi kita hal tersebut sudah terpenuhi.

Yang jelas, dengan suami berpoligami, kita harus banya bertoleransi baik dengan suai kita, demikian juga dengan istri barunya. Bahkan konflik bisa juga tumbuh pada anak-anak yang justru erasa lebih kehilangan sosok bapak diibanding kita.



3. BICARAKAN TENTANG HUBUNGAN SOSIAL

Dalam bermasyarakat, tentu kita menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Dan tak jarang kita dilibatkan dalam acara-acara dengan keluarga, kerabat maupun lingkungan sosial di sekitar kita. Jika kita monogamy, tentu hal tersebut tidak menjadi masalah. Tetapi jika poligami, kemungkinan muncul konfik, karena suami harus memilih dengan istri yang mana yag mendampingi suami dalam hubungan sosial tadi.

Jika suatu acara diselenggarakan oleh masih kerabat salah satu pihak istri, maka tentu istri yang bersangutan yang akan mendampingi. Dan dalam acara yag diselenggarakan oleh keluarga suami, kemungkinan jika kedua istri akur, akan hadir kedua-duanya bersama-sama. Tetapi jika tidak, apakah istri yang pertama, atau istri yang kedua?

Demikian juga jika acara diselenggaraka oleh lingkungan sahabat suami, istri yang mana yang akan diajak? Apakah istri pertama,atau istri kedua? Yang jelas kedua istri mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu, sebelum masalah ini timbul yang bisa menyebabkan salah satu istri merasa tidak diperlakukan secara adil, maka sudah sewajarnya hal ini dibicarakan dengan suami.

4. KETERBUKAAN TENTANG HARTA YANG TELAH DIPEROLEH
Ini mungkin yang bisa menjadi konflik yang paling krusial, adalah masalah harta. Ketika tidak berpoligami saja, masalah gono-gini bisa menjadi masalah besar, apalagi jika kemudian berpoligami.

Jika suami kita tidak berpoligami, maka bagian masing-masing adalah ½ dari harta yang diperoleh selama perkawinan. Istri mendapat ½ demikian juga suami.Dengan suami menikah lagi, maka semua harta dibagi 3, masing-masing 1/3 bagian. Hal ini jika dilihat dari sisi jumlah pembagian.

Masalah yang muncul, justru menentukan mana harta-harta yang diperoleh sebelum poligami, dan mana harta-harta yang di dapatkan setelah poligami. Untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi, maka sebelum suami melakukan poligami, ada baiknya suami dan istri tersebut melakukan inventarisasi atas harta bersama yang sudah diperoleh.

Dan jangan lupa juga dokumen-dokumen atas harta bersama tersebut dipegang baik oleh pihak istri maupun pihak suami. Jika dokumennya hanya satu,seperti setifikat kepemilikan, sebaiknya dibuatkan copy yang dilegalisir pejabat yang mengeluarkan akta tersebut.

Demikian juga rekening-rekening bank, sertifikat deposito dan surat-surat lain yang mempunyai nilai ekonomis.Kita jangan kuatir dianggap orang matrialis, tapi justru kita melindungi diri dari hal-hal yang tidak kita inginkan. Kita harus berprinsip, apakah ketika kita menghadapi masalah, orang-orang yang mencibir atas sikap kita menginvetarisir harta gono-gini akan membantu kita?

Hal-hal di atas hanyalah sebagian kecil yag harus disiapkan oleh seorang istri yang akan menghadapi suami yang berpoligami.Dengan mempersiapkan hal-hal ini, kita bisa menghindari sikap ketidakadilan dari suami., karena surat pernyataan berlaku adil yang dibuat suami belum bisa menjamin suami akan bisa berlaku adil.
(sumber gambar: www.bentarabudaya.com)



Sabtu, 29 November 2008

KUCOBA MENGEJA MAKNAMU BAGIKU (renunganku tentang Kyai Hammam Dja'far)


Ketika semua orang memujamu
Dengan memberi label kebesaran
Yang rasanya menjadikanmu raja diraja.
Aku hanya terdiam, apakah aku bagian dari mereka?

Ketika semua terpekur di pusaramu
Sambil mendoakan amal kebaikanmu diterima oleh Nya,
Aku juga tertunduk
Dan lebih banyak berdialog dengan masa lalumu denganku

Ketika semua mengeja kata-katamu
Dan memaknai dengan bijak
Aku hanya mendengarkan dan mengais-ngais masa silamku
Apakah aku juga masih menyimpan kata-kata bijak itu?

Ketika semua memapar keseharianmu
Dan menjadikan hal itu sebagai simbol keakraban denganmu
Lidahku kelu dan aku tak bisa berkata apa-apa
Karena aku bukan bagian dari simbol itu

Saat semua memanggilmu dengan almukarom,( yarhamhumullah )
Saat semua menyebutmu dengan al ustadz (yarmahmhumullah )
Saat semua menyapamu dengan Kyai Haji
Aku terdiam, karena aku memanggilmu dengan pak Kyai

Apakah pak Kyai tak punya makna bagiku?
Ah....tidak!!! Bukan begitu.......!!!
Karena aku tak melihat masa silamku dengan mu
Aku melihat masa kiniku karena engkau

Aku menjadi seperti ini
Karena tak menganggapmu sebagai raja diraja
Aku menempatkanmu sebagai sosok yang dihormati tanpa perlu mengagungkan
Maka jadilah aku manusia yang bukan pengemis

Aku menjadi seperti ini
Yang jarang berdoa untukmu
Karena aku merasa kau masih bersamaku dalam keseharian
Yang mengawasiku dalam tiap langkahku,bukan berada di alam lain yag perlu kudoakan.

Aku tak menyimpan kata-kata bijakmu
Karena bagiku semua katamu penuh makna, tanpa perlu aku pilah
Menjadikanku mendengarkan setiap kata orang tanpa perlu melihat sosok
Sehingga aku menjadi mencermati apapun kata orang sepertimu

Aku menjadi seperti ini, mencoba memaknai dan bermakna
Dalam diriku dan bagi orang lain
Karena semua itu bagian masa laluku
Berguru padamu.

Aku memang tak pernah mengenangmu sebagai sosok yang dikenang
Karena bagiku kau bukan kenangan
Karena masih hadir dalam kehidupanku kini
Dari masa lalu yang penuh makna.

Selasa, 25 November 2008

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS GENDER


Dalam tiap sisi kehidupan kelihatannya sekarang harus memasukkan unsur gender, termasuk penanggulangan bencana. Sehingga menteri pemberdayaan wanita sengaja mengutus salah satu asisten deputinya untuk ke Bantul untuk sosialisasi penanggulangan bencana yang berbasis gender.

Ini sangat menarik, karena selama ini para wanita tidak merasa perlu adanya persoalan gender saat terjadinya bencana alam, entah itu gempa bumi, banjir, letusan gunung berapi atau KLB.

Khusus masalah hukum, saat terjadinya gempa, hal-hal yang mungkin timbul menurut kementerian peranan wanita al:
-masalah ahli waris
-masalah dokumen
-masalah perlindungan hukum.
Pemaparan dari deputi betul-betul dalam batasan konsep, karena masih harus dijabarkan lagi sehingga hal tersebut bisa apikatif dan betul-betul pas sasaran dan program.

Saya sepakat dengan persoalan-persoalan hukum yang mungkin timbul. Tapi tentunya semua harus dimulai dari pemberdayaan pemahaman hukum. Apa yang menjadi hak sehingga kemudian jika terjadinya pelanggaran akan hak tersebut, muncullah perlindungan hukum yang dimaksud.

Misalnya saat gempa di Bantul 27 Mei 2006 lalu, apakah masyarakat Bantul khususnya para wanita tahu haknya? Apakah para wanita tahu akan adanya perlindungan negara pada wanita. Rasanya semua mengalir begitu saja, tanpa mereka tahu bahwa mereka punya hak untuk dilindungi oleh negara.

Begitu pula saat proses rekonstruksi, apakah para wanita tahu bahwa ada bagaimana posisinya sebagai ahli waris jika ditinggal saudara, kerabat atau suaminya. Selama ini orang beranggapan bahwa ahli waris hanyalah istri atau anak. Tapi dengan kejadian gempa kemarin, banyak wanita yang ditinggal keluarganya, tetapi wanita tersebut mempunyai hak dari warisan keluarganya yang meninggal. Misalnya seorang wanita mempunyai saudara dimana saudaranya yang telah berkeluarga meninggal semua. Otomatis wanita tadi mempunyai hak waris dari harta saudaranya yang meninggal. Ini disebabkan pada awalnya wanita tersebut tertutup haknya sebagai ahli waris karena saudaranya mempunyai anak, tetapi dengan meninggalnya anak, maka hak warisnya terbuka lagi.

Ada hal yang saya munculkan dalam penanggulangan penanggulangan gempa yang berkaitan dengan dokumen. Bahwa penyimpanan dokumen juga harus berbasis gender. Artinya para wanita juga mempunyai harus mempunyai kesempatan untuk menyimpan dokumennya sendiri yang terpisah dengan dokumen suaminya. Misalnya Akta Nikah, maka akta miliknya disimpan sendiri. Demikian juga surat-surat penting yang lain. Sudah seharusnya para wanita "sadar dokumen", sehingga mengetahui dokumen-dokumen penting miliknya sendiri.

(Ah....gak bisa diteruskan, karena lagi diajak teman ngobrol)

Kamis, 20 November 2008

++++PENULIS PIDATO++++


Semua sudah paham, bahwa bahasa tulis dan bahasa lisan itu berbeda. Untuk sebagian yang telah jago pidato, sebagai orator, sangat mudah menyusun kata-kata di depan khalayak. Kalimat yang keluar mengalir lancar, kata-kata tersusun rapi dan membuat semua orang terkesima.

Tapi untuk sebagian lagi, untuk berbicara di depan umum, masih merupakan beban berat. Sehingga perlu persiapan yang matang. Mungkin semua berbentuk teks lengkap, sehingga ketika harus bebicara, cukup membaca teks yang disiapkan.
Sebagian yang lain, cukup menulis pokok-pokoknya, selebihnya ketika sudah di depan podium, akan mengalir bagaikan air.

Sebagaian pejabat kita, sudah mempunyai team konseptor naskah pidato yang terdiri dari multi disiplin ilmu. Sehingga semua pidato akan disiapkan oleh team sesuai dengan tema acaranya. Pejabat tersebut akan diserahkan beberapa saat sebelumnya,kemudian akan dikoreksi seperlunya. Dan tiba saatnya pejabat tersebut tinggal membacakan, lancar!!

Beberapa kali saya ikuti pidato-pidato pejabat yang tinggal membaca teks, rasanya sangat kering. Ruh nya gak ada. Seakan-akan kita hanya mendengar orang mengoceh, tanpa merasa perlu meresapinya. Tak ada "ikatan" batin antara lisan yang diucapkan dengan batin si pejabat. Andai kita bertanya ke pejabat tadi tentang isi pidatonya, paling dijawab, "mboh!!! Gak ngerti", ini andai pejabat tadi jujur. Lha..pejabat tadi aja tidak memahami apa yang dibicarakan, apalagi kita yang mendengarkan?. Maka jadilah semua itu sebagai tuntutan seremonial.

Saya diminta membuatkan sambutan pejabat, saya berusaha membuat yang terbaik, dengan mengutip beberapa pandangan ilmiah (biar kelihatan berbobot, hehe....), tapi setelah saya baca lagi, terasa betul bahwa "ini sambutan tertulis Lily", bukan "sambutan tertulis pejabat". Karena saya selalu merasa ketika kita menulis sesuatu,maka ada ikatan ruh kita dengan tulisan itu.

Saya mencoba membaca dengan seksama, dan "membayangkan" pejabat tersebut membacanya. Andai pejabat tersebut mempunyai ruh terhadap materi yang dibacakan, tentu akan baik hasilnya,paling tidak kita yang mendengarkan bisa memahami dengan baik. Tapi jika sang pejabat pun hanya "sekedar" membaca, maka kita pun hanya "sekedar" mendengarkan.

Solusinya, jika memang pejabat tersebut tak punya waktu, maka alangkah baiknya walau pidato tersebut dibuatkan orang lain, tapi sebelum membacakan isinya, pejabat tersebut paling tidak sedikit memahami apa yang dibacakan. Sehingga ketika membaca, ada sedikit greget di dalamnya.

Rabu, 19 November 2008

DISPENSASI KAWIN VS WALI ADHOL



Lain dispensasi kawin, lain wali adhol. Jika yang pertama karena anak masih di bawah umur, maka orang tua mengajukan permohonan dispensasi kawin di pengadilan agar anaknya diberi ijin untuk menikah. Sedangkan wali adhol, anak yang memohon ke pengadilan untuk menetapkan wali hakim sebagai walinya, karena orang tuanya enggan menikahkan (menjadi wali).

Kedua masalahnya sangat berbeda, tapi obyeknya sama, yaitu pelaksanaan pernikahan, demikian juga subyeknya yaitu orang tua dan anak. Hanya kemudian kedudukannya berbeda. Dalam dispensasi kawin, anak dan orang tua bersatu untuk menuju ke jenjang pernikahan, sedangkan wali adhol. anak "berlawanan" dengan orang tua untuk menuju pernikahan.

PENYEBAB DISPENSASI KAWIN
Sebagaimana diatur di UU Perkawinan, batas usia minimal perkawinan, untuk wanita 16 tahun, dan untuk laki-laki 19 tahun. Jika hendak melaksanakan perkawinan di bawah usia tersebut, maka engajukan dispensasi kawin di pegadilan.

Tentu pembuat UU sudah mengkaji lebih jauh tentang penentuan batas minimal umur tersebut, baik secara sosial, mental dan kesehatan. Walau kemudian saat ini ada arus pendapat untuk lebih menambah umur batas minimal, dari 16 tahun menjadi 19 tahun untuk wanita dan dari 19 tahun menjadi 21 tahun untuk laki-laki.

Kita tak akan membahas umur, tapi mencoba hal-hal yang menjadi penyebab utama dispensasi kawin itu diajukan.
1. Telah melakukan hubungan suami-istri
Arus informasi begitu kuat yang tidak didukung oleh pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai menyebabkan begitu mudahnya remaja-remaja kita melakukan hubungan badan. Bahkan banyak dari mereka yang dengan tanpa bebannya tinggal bersama.

Tapi kebiasaan ini tentu belum bisa diterima oleh masyarakat. Dan ketika masalah ini terjadi,maka dengan serta merta orang tua si anak berinisiatif untuk menikahkan anak-anak ini.

Beberapa kasus yang saya hadapi, umumnya ini terjadi pada anak-anak yang tidak sekolah. Hanya sampai tingkat SMP, setelah itu menganggur. Dalam keadaan pengangguran yang demikian, kemudian mereka isi dengan pergaulan-pergaulan sesama remaja. Hal ini kemudian berlanjut ke hubungan percintaan.

2. Hamil Sebelum Menikah.
Ini hanya sebagai akibat dari penyebab di atas. Dalam pergaulan sesama remaja diikuti kurangnya kontrol, maka bisa berakibat hamil di luar pernikahan. Sedangkan dalam masyarakat kita, hamil di luar pernikahan merupakan aib. Dan untuk menutupi aib, maka disegerakan menikah dengan harapan anak yang lahir kelak mempunyai nasab yang jelas.

Dua minggu yang lalu, satu kasus dispensasi kawin yang saya tangani adalah seorang ibu mengajukan dispensasi kawin, dimana anaknya baru saja melahirkan.Yang memprihatinkan, bahwa si ibu tidak mengetahui bahwa anaknya dalam keadaan hamil, setelah melahirkan prematur barulah si ibu tahu anak kesayangannya telah hamil.

Dalam persidangan, kelihatan sekali raut wajah kesusahan dari si ibu. Seakan ibu tadi membawa beban yang sangat berat. Sedangkan si anak dalam persidangan tidak menunjukkan sikap yang sama, bahkan hanya cengengesan. Betul-betul seakan tidak menyadari bahwa apa yag dilakukannya telah membuat banyak orang yang susah.

3. Pemahaman terhadap agama.
Ada beberapa orang tua, memahami bahwa jika mempunyai anak gadis, dimana anak tersebut telah haid, maka segera dinikahkan. Walaupun sikap-sikap demikian tidak banyak diikuti, tapi yang jelas masih ada.

Seperti apa yang dilakukan tetangga saya. Anak wanitanya belum genap berusia 14 tahun, masih menuntut ilmu di pesantren, tapi oleh orang tuanya anak ini dikawinkan dengan sahabat pengajian bapaknya yang berusia 24 tahun.

Sebagai tetangga,ketika orang tuanya bertemu saya di pengadilan, saya hanya ungkapkan harapan saya agar menunda kehamilan sampai anak ini berusia 20 tahun. Karena rasanya tak mungkin kita mematahkan keyakinan seseorang.

PEYEBAB WALI ADHOL

Setiap pernikahan, disyaratkan adanya wali bagi wanita. Maka jika pernikahan tidak dipenuhi syarat adanya wali bagi wanita, maka pernikahan tersebut adalah batal. Ini sebagai gambaran betapa pentingnya kedudukan sebagai wali nikah.

Umumnya yang menjadi wali nikah adalah orang tua kandung. Dan jika memang orang tua berhalangan, bisa diwakilkan oleh paman, kakek, saudara laki-laki sebagai wali nasab. Atau jika semuanya berhalangan maka bisa diwakilkan wali hakim.

Bagaimana jika orang tua ada tetapi tidak mau (enggan) menikahkan anaknya? Jika ini yang terjadi,maka anak tersebut boleh mengajukan permohonan wali adhol di pengadilan.
Adapun penyebab orang tua anak tersebut enggan menjadi wali antara lain:
1. Status sosial.
Disini umumnya terjadi jika status sosial perempuan lebih tinggi dari status sosial laki-laki. Orang tua beranggapan jika anak gadisnya menikah dengan laki-laki yang statusnya lebih rendah, maka hanya membuat malu keluarga. Merasa harkat dan martabatnya turun.

2. Berbeda agama, atau bukan dari keluarga yang setaraf pengamalan agamanya.
Sangat dipahami jika berbeda agama menjadi penyebab seorang bapak menolak anak gadisnya menikah dengan laki-laki yang berbeda keyakinan. Tapi umumnya terjadi adalah seorang bapak melihat bahwa calon suami anaknya pengamalan agamanya kurang, dalam kata lain, berada jauh di bawah pengamalan agama yang dilakukan bapaknya.

Disini memang agak sulit memahaminya, karena tidak ada standar baku untuk menilainya. Walau calon suami si anak telah melakukan rukun Islam, tapi menurut bapaknya tetap masih di bawah standarnya, maka dapat dipastikan si bapak enggan menikahkan anaknya dengan calon suami tadi.

3. Pernah mempunyai masalah "sosial".
Sulit saya merumuskan kata-kata yang tepat. Tapi sebagai gambaran ini terjadi jika pernah terjadi masalah (baik kecil maupun besar) antara keluarga wanita dan keluarga pria. Maka sudah dapat dipastikan pasti muncul penolakan. Hanya karena laki-laki tidak memerlukan wali, maka laki-laki dapat meminimalisir pertentangan dari keluarganya.


Hal ini banyak terjadi pada keluarga yang jarak rumahnya agak dekat (satu lingkungan) yang menyebabkan dua keluarga tadi saling mengetahui keadaan masing-masing, bahkan mungkin pernah terjadi perselisihan sesama tetangga. Jika ini terjadi, maka sangat sulit untuk mengajak masing-masing orang tua menurunkan gengsinya dan menerima keinginan anak-anak mereka utuk menikah.

4. Status duda.
Tentu sebagai orang tua, status anak menjadi pertimbangan, apakah jejaka atau duda. Jika dudapun, masih dipertmbangkan, duda cerai atau duda mati. Yag kerap menjadi masalah jika calon suami anak tersebut akan menikah dengan duda cerai.

Umumnya orang tua masih sulit menerima jika calon menantunya adalah duda cerai, apalagi jika anaknya masih gadis. Kecurigaan-kecurigaan dan kekhawatiran pasti muncul.Apa penyebab perceraia, bagaimana jika kelak anaknya juga menjadi korban perceraian, dll.

Dan sikap ini kadang tak bisa luluh, walaupun anak gadisnya telah berusaha meyakinkan bapaknya bahwa calon suaminya adalah yang terbaik. Dan jika hati bapak tidak bisa luluh, maka satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah mengajuan permohonan dispensasi kawin di pengadilan.

Dari dua macam perkara, UU tidak merumuskan sedetil-detilnya hal-hal yang harus dipertimbangan hakim. Maka hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga memutus perkara tersebut dengan seadil-adilnya. Yang jelas sebagaimana setiap putusan hakim harus bernialai:keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.


INI SEMUA IBADAH

Hakim juga manusia.....kadang kelelahan dan kejenuhan menyergap ketika di meja kita menumpuk perkara, ketika hari-hari kita dilakoni dengan sidang dan sidang. Siapa tak jenuh, siapa tak gerah,siapa tak bosan, belum lagi ada ketakutan jika ada hal-hal yang akan kita hadapi ditanggapi dengan kegarangan. Ah...rasanya nyawa adalah taruhan kita.

Kalau kejenuhan sudah menyergap, satu-satunya kata penyemangat adalah: semua diniatkan sebagai ibadah. Rasanya kita menghirup oksigen, ada hawa segar untuk memulai bekerja kembali. Selain itu rasanya perlu juga refreshing untuk mengendurkan ketegangan dan kejenuhan itu.


Ada terbersit dalam benak saya ketika menghadapi kejenuhan ini,:Apa negara tidak memikirkan ini? Maksud saya, untuk sebagian pekerja, setiap tahun selain diberikan hak cuti, juga diberikan uang cuti sebesar 1 bulan gaji. Hal ini tidak berlaku bagi kami. Kalau mau cuti, silahkan aja, tanpa mendapat uang cuti. Artinya jika kita cuti untuk refreshing,maka itu semua harus kita pikirkan sendiri pendanaannya. Tapi rasanya saat ini,tunjangan cuti belum masuk rencana Mahkamah Agung. Karena tunjangan yang pokok-pokok saja belum terpenuhi.


Biarlah ini masih ada dalam benak saya, masih ada dalam harapan. Dan jika kejenuhan menyergap, cukup berkata dalam hati: Ini semua ibadah!!!

(ditulis sesaat sebelum masuk kantor)

Minggu, 16 November 2008

Akhirnya website PA Bantul muncul (lagi)



Sebenarnya PA Bantul sudah punya website, tapi kemudian mati suri. Konon ini semua ulah para hacker, tapi mau apalagi, kita hanya bisa menerima ini dengan berbaik sangka saja. Ternyata dalam setiap niat baik itu, belum tentu bisa diterima oleh orang lain sebagai kebaikan juga.

Maka setelah saya masuk di PA Bantul, oleh ketua PA Bantul, bapak Jasiruddin, menginginkan PA Bantul menghidupkan kembali website, dengan demikian diharapkan memudahkan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan PA BAntul, dapat mengakses semua berita dan informasi tentang PA Bantul dengan mengakses website yang ada.

Maka mulailah kami berjibaku dengan cita-cita itu.Kendala pertama adalah peraturan, dimana kami harus menginduk instansi di atasnya. Artinya kami harus menginduk di instansi PTA Yogyakarta. Surat segera kami ajukan, berharap kami bisa segera menginduk domain pta_yogyakarta.go.id. Ah…kalau saya pribadi, maunya domain apa aja, net misalnya, yang penting ada.

Sambil menunggu jawaban dari PTA Yogyakarta, tim IT kami yang hebat, mempersiapkan menu, tampilan dan isi dari website kami. Dengan harapan, cukup mengklik web PA Bantul, banyak info yang didapat .

Alhamdulillah, dengan kerja keras teman-teman, maka pada hari Minggu 15 Nopember 2008, bersamaan dengan acara Penyuluhan Hukum, kami juga melaunching web PA Bantul:www.pa_bantul.pta_yogyakarta.go.id. Peresmian dilakukan oleh KPTA Yogyakarta, yang diwakili oleh Bpk Drs.Suarto,MH disaksikan oleh wakil bupati Bantul, dan KPA Bantul.

KPTA Yogyakarta mengharapkan dengan telah dilauncingnya website kami,maka keterbukaan informasi pengadilan sebagaimana diharapkan masyarakat dapat segera terwujud.

Rasanya kerja kami dimulai sejak sekarang………………. (bukan pada saat dibuatnya web). Mohon dukungan teman-teman, biar hal ini menjadi ringan.

CINTA TAK SELAMANYA HARUS MEMILIKI


Aku punya 2 kisah dari 2 sahabatku. Semuanya memiliki keluarga yang bahagia, tapi sayangnya mereka masih mepunyai cinta masa lalu yang begitu melekat erat. Mereka akhirnya memutuskan untuk tetap menjalin ikatan "cinta" dengan mantan pacarnya, walau sepertinya tak berujung pada lembaga pernikahan.

Aku menulis ini sebagai apresiasi saya terhadap kekuatan cinta mereka. Lepas apakah sebagian orang mengatakan ini sebagai perselingkuhan. Tapi bagiku tidak, karena hubungan yang mereka jalani adalah hubungan hati semata, bukan hubungan fisik. Kalaulah mau dianggap selingkuh, bisa saja ini disebut selingkuh hati.

Yang pertama, sahabat kuliahku. Sebut saja mas Beno. Saat kuliah, mas Beno ini pernah naksir teman kuliah kami, sebut saja Cantik. Tapi sayang Cantik baru saja menerima cinta dari teman sedaerahnya. Akhirnya mas Beno kecewa dan frustasi dengan keadaan ini. Apalagi selama ini hubungan mas Beno dan Cantik sudah cukup akrab.

Akhirnya, Cantik saat masih kita masih kuliah (thn'88) menikah dengan lelaki teman sedaerahnya.Sementara mas Beno masih melalang hatinya kepada beberapa wanita sampai kemudian mas Beno menikah di tahun 2000.

Perjalanan waktu, sejak selesai kuliah mas Beno dan Cantik tidak saling tahu hubungan, sampai suatu saat kami bertemu di Jakarta. Mas Beno mengungkapkan bagaimana masih mencintai dan masih menempatkan Cantik di dalam hatinya yang terdalam.

Saat itu mas Beno meminta bantuanku untuk mencari keberadaan Cantik, syukur bisa mendapatkan nomer kontaknya. Mas Beno hanya membekali saya nama instansi dimana Cantik bekerja. Saya diberi waktu 1 bulan untuk mencarinya. Waktu yag sangat mepet untuk mencari sebuah nama di seantero jagad ini.

Dengan berbekal google, saya mencoba mencari nama Cantik dan keberadaannya. Alhamdulillah, saya kemudian menelpon instansi Cantik untuk mendapatkan nomer telpon Cantik. Singkat cerita hubungan mereka akhirnya terjalin kembali.

Hubungan yag terjalin bukan hanya hubungan pertemanan,tapi hubungan cinta yang lama terpendam. Ada kerinduan, rasa cemburu dsbnya. mas Beno melihat suami Cantik sebagai perebut cintaya, mas Beno selalu mendongkol jika menyebut nama suami Cantik. Di depanku mas Beno menyebut suami Cantik dengan sontoloyo.Mas Beno beberapakali mengadakan pertemuan dengan suami Cantik, untuk urusan pekerjaan. Inipun karena campur tangan Cantik.

Demikian juga Cantik, sangat cemburu dengan istri mas Beno. Setiap hari mas Beno mau pulang rumah, pasti muncul gejolak kecemburuan dari Cantik. Padahal mereka seharian mereka kontak sampai sekitar jam 8 malam, saat mas Beno pulang. Belum lagi hampir seiap minggu ada pertemuan mereka, baik di daerah Cantik, maupun aerah mas Beno. Jarak rumah sekitar 200km tak menghalangi pertemuan rutin mereka.

Sampai saat ini hubungan mas Beno dan Cantik masih mulus, karena pasangan masing-masing belum mengetahuinya. Maklum karena mas Beno maupun Cantik mengusahakan betul-betul tidak berbekas ketika sampai rumah. Semua sms maupun percakapan telpon dihapus.

Saat ini kalau aku tanya, mau diapakan relasi ini? Apakah atas nama cinta, hubungan ini tidak diarahkan ke perkawinan? Mas Beno tidak menjawab, hanya mengatakan bahwa mas Beno hanya ingin menikmati cinta bersama Cantik. Karena tak mungkin juga mas Beno melepaskan keluarga yag dibina selama ini yang menghasilkan seorang anak.

Cantik juga demikian, walaupun rasa cintanya pada mas Beno sangat dalam, tapi rasanya tak ada alasan baginya untuk meninggalkan suaminya. Apalagi mereka telah dikaruniai 3 orang anak yang beranjak dewasa. Entahlah....sampai dimana cinta mereka dipertautkan.

Kisah kedua, dari temanku Jelita. Ini teman saat kami SMP-SMA. Selepas SMA,kami sibuk melanjutkan kuliah, tapi Jelita justru harus menikah dengan seorang saudagar kaya pilihan orang tuanya. Jelita tak mencintai saudagar ini, karena hatinya telah tertambat pada jejaka teman sekampungnya.

Baginya jejaka ini adalah orang yang paling mengerti dirinya, mengerti hatinya, mengerti kemauannya.Pokoknya yang tau Jelita, hanya teman sekampungnya tadi, kita sebut namanya Jejaka.

Walau dilimpahi materi yang lebih, hati Jelita masih dipersembakan bagi Jejaka. Jelita tak mencintai saudagar yag telah menjadi suaminya. Sementara saudagar sangat mencitai Jelita. Wajar saja, karena Jeita ini memang dikaruniai wajah cantik, kulit mulus dan semuanya serba terawat. Sayang benar kalau saudagar melepaskannya.

Hubungan Jelita dan Jejaka tetap terjalin, kadang diadakan di sekolah anaknya, saat Jeita mengantarkan anaknya sekolah. Tapi semuanya itu selalu "dibuntuti" oleh suaminya. Suaminya selalu memantau keberadaan Jelita, kemana Jelita pergi, suaminya selalu membuntuti. Tapi ini tak menyurutkan keinginan Jelita untuk bertemu dengan Jejaka.

Sampai saatnya Jejaka akan menikah, Jejaka meminta persetujuan Jelita. Jejaka meyakinkan Jelita, bahwa dia tidak mencintai wanita ini, baginya Jelita nomer 1 dan segala-galanya. Jejaka menikah, karena dipaksa oleh dosennya untuk menikahi anaknya. Jejaka merasa berhutang budi dengan dosennya, yang selama ini baik dengannya.

Pada dasarnya Jelita sulit menerima kenyataan ini. Rasa cinta yang besar membuat kecemburuan yag begitu dalam. Tapi Jelita tak bisa apa-apa, karena toh Jelita tak bisa juga memberi cintanya pada Jejaka dalam bentuk pernikahan. Menjelang pernikahan Jejaka, berhari-hari Jelita disergap kecemburuan yang dalam.

Saat ini, sudah 20 tahun Jelita menjalin pernikahan, dan lebih 20 tahun menambatkn cintanya pada Jejaka. Hubungan mereka sudah terbuka, suami Jelita mengetahui hubungan ini, demikian juga istri Jejaka. Semua pasangan menghendaki mereka putus, demikian juga Jelita dan Jejaka menghendakinya dan telah mencoba berkali-kali. Bisa putus sejenak, tapi kemudian bersatu kembali.

Suami Jelita pernah mendatangi rumah Jejaka untuk meminta tidak menganggu istrinya, tapi tidak ketemu, hanya bertemu dengan keluarganya. Demikian juga istri Jejaka telah berkali-kali menghubungi Jelita. Tapi ini semua justru masalah bagi hubungan keluarga, karena akhirnya menjadi pertengkaran di masing-masing rumah tangga.

Saat ini Jelita memutuskan untuk tidak komunikasi dengan Jejaka, karena Jelita tidak tega jika Jejaka dimarah-marahi oleh istrinya. Bagi Jelita lebih baik memendam cinta daripada orang yang dicintai diomeli oleh orang yang dibenci.
Entah bagaimana kelanjutan kisah ini, kerena besok belum menjelang.

Sebagai sahabat, aku haru dengan kisah ini. Betapa cinta mereka begitu kuat dan dalam. Tapi ikut prihatin juga, karena cinta mereka tak bisa dipersatukan dalam lembaga pernikahan. Jadi rasanya betul juga pepatah mengatakan bahwa cinta tak selamanya harus memiliki.