Selasa, 04 Januari 2011

PERAWAN DAN PERKAWINAN

Dengan tersedu-sedu Suprapti menangis, “Bu, saya sudah tak mampu melanjutkan perkawinan dengan Supprapto”, suaranya begitu lirih seakan-akan tak kuat menahan beban yang sudah sekian lama dihimpitnya.
“Saya masih menyayangi suami saya, tapi saya tak kuat dengan perilakunya yang menginginkan berhubungan sex dangan cara tak lazim. Sakiiiit bu….”. Ungkap Suprapti lanjut dengan airmata yang tetap menetes. Dia bercerita bahwa Suprapto yang bertubuh besar, jika melakukan hubungan seksual, selalu meminta anal sex. Padahal ukuran tubuh Suprapti sangat kecil dan tak bisa melakukan pemberontakan jika Suprapto sudah menginginkan hal tersebut.

Sedang versi Suprapto lain lagi. Suprapto memang mengakui apa yang dituduhkan Suprapti padanya. Dengan rasa menyesal, Suprapto juga menyatakan bahwa itu dilakukan di luar sadarnya, dan jika syahwatnya sudah di ubun-ubun.
Yang lebih menghentakkan lagi, menurut Suprapto, bahwa itu dilakukan karena rasa dendam yang muncul di bawah sadarnya, karena Suprapti sebelum menikah dengannya sudah tidak perawan lagi.

Sebagai perempuan, tentu saya marah dengan kepicikan Suprapto ini. Apakah layak, ketidakperawanan Suprapti harus dibalas dengan hubungan seks yang menyimpang?? Toh Suprapto sebelum menikah dengan Suprapti telah mengetahui kondisi Suprapti yang sebenarnya, walau Suprapto tidak mengetahui siapa yang menyebabkan ini semua.

Kalau secara hukum, tentu keinginan Suprapti untuk berpisah dengan Suprapto dengan alasan rumah tangga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan masalah seksual yang menyimpang dimana telah diakui oleh Suprapto, akan segera dikabulkan oleh hakim. Tapi saya tidak bicara itu. Saya ingin melihat sampai dimana keperawanan seorang perempuan mempengaruhi bahtera rumah tangga.

Keperawanan dan Selaput Dara.
Keperawanan dan selaput dara adalah 2 hal yang berbeda, tetapi mempunyai kaitan. Keperawanan banyak dikaitkan dengan pernah melakukan hubungan seksual pra nikah, sedangkan selaput dara S atau yang sering dikenal dengan sebutan hymen adalah suatu lipatan selaput lendir yang menutupi pintu liang senggama (introitus vagina), bentuknya biasanya bulat sebagaimana bentuk liang vagina, tetapi ada juga yang seperti bulan sabit (Bentuk semilunar), bahkan ada yang mempunyai Septum (pemisah). Konsistensi selaput dara pun berbeda-beda ada yang kaku sampai yang lunak sekali, letaknya hanya sekitas 1-2 CM dari bibir vagina lubang selaput dara yang masih utuh umumnya hanya dilalui oleh jari kelingking.

Terkoyaknya atau hilangnya selaput dara, tidak selalu dengan hubungan seksual. Ada beberapa penyebab lain yang menyebabkan seorang gadis kehilangan selaput dara, antara lain olahraga seperti senam, benturan karena jatuh, penggunaan tampon saat menstruasi juga dapat menyebabkan selaput dara robek.

Kesimpulannya, bahwa tidak semua gadis yang tidak memiliki selaput dari juga sudah tidak perawan. Bahkan sebaliknya, mungkin saja seorang gadis yang tidak perawan tetapi masih memilik selaput dara, karena dengan kondisi selaput dara yang berbeda-beda, bisa saja seorang gadis masih mempunyai selaput dara, walau telah melakukan hubungan seksual. Hal ini juga diperparah dengan telah adanya suatu operasi plastik untuk mengembalikan selaput dara seorang perempuan.

Perkawinan, Keperawanan dan Selaput Dara.
Saya pernah membaca dari sebuah iklan penjualan selaput dara http://www.selaputdarabuatan.com (saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala membaca isi iklan tersebut), dimana menurut iklan tersebut 84% laki-laki menginginkan istrinya dalam keadaan virgin saat menikah.

Saya tak tahu, angka tersebut diambil dari mana, tapi okelah jika angka itu benar. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah 84% laki-laki yang menginginkan keperawanan calon istrinya juga dapat memberikan “keperjakaan” kepada calon istrinya??

Bahasa saya ini bukan berarti saya menyepelekan keperawanan seorang perempuan. Saya sangat menjunjung tinggi kesucian pra perkawinan. Saya hanya ingin mengatakan kepada laki-laki bahwa janganlah menuntut hal yang dirinya saja tidak bisa memenuhinya. Andai seorang laki-laki perjaka tulen, tentu sangat wajar dia menuntut hal yang sama kepada calon istrinya. Tapi jika dirinya sendiri sudah tidak perjaka, maka sebaiknya juga tidak menuntut hal yang sama. Karena seseorang itu menikah dengan yang “sederajat”. Seorang pezinah perempuan akan menikah dengan pezinah laki-laki…. Demikian salah satu yang tersurat dalam Al-quran.

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu`min. (QS. An-Nur : 3)

Kita sudah banyak mengetahui bahwa modal dasar sebuah perkawinan adalah cinta kasih antara suami istri tersebut. Inilah yang menjadi landasan yang paling kokoh dalam membina suatu mahligai rumah tangga.

Tapi bukan hanya itu saja, sebuah rumah tangga juga dibutuhkan suatu kejujuran. Seorang calon suami dan istri harus membuka dirinya apa adanya, sehingga calon suami maupun calon istri mengenal betul keadaan calonnya, termasuk di antaranya dengan keperawanan dan keperjakaan seorang calon suami atau istri.

Lebih baik kita membuka apa adanya sekarang, daripada kondisi tersebut diketahui pasca perkawinan yang bisa menghancurkan mahligai yang sudah dibina.
Kita yang menerima pengakuan juga harus siap, jika memang calon suami atau calon istri kita sudah tidak perawan atau perjaka, apakah rencana perkawinan akan tetap dilanjutkan atau diakhiri. Semua punya konsekuensi yang berbeda-beda.
Jangan sama seperti kasus Suprapto di atas, sebelum menikah dia mengetahui kondisi Suprapti istrinya yang sudah tidak perawan dan mau menerimanya. Tetapi di alam bawah sadarnya ada pemberontakan yang menyebabkan ada ungkapan-ungkapan lain yang akhirnya meruntuhkan rumah tangganya.

Kejujuran disini adalah benar-benar kejujuran murni. Jangan karena dengan mudahnya mengembalikan selaput dara seperti iklan di atas yang bisa tanpa operasi, seorang perempuan menutupi keberadaan dirinya apa adanya.

Saya tidak setuju dengan iklan tersebut, tapi andai memang ini menjadi pilihan sebagai sebuah sensasional malam perkawinan antara suami istri, hal ini bisa saja dilakukan, dengan sarat ini sebagai keingina dan sepengetahuan bersama. Sebagaimana adanya operasi-operasi penyempitan vagina bagi wanita-wanita yang sudah berumur. Tentu operasi yang dilakukan atas izin dan sepengetahuan suami, karena tujuannya adalah kebaikan.

Kesimpulan:
1. Keperawanan seseorang tidak bisa dilihat dari masih ada tidaknya selaput dara seseorang. Keperawanan ditentukan oleh pernah atau belum pernah melakukan hubungan kelamin.
2. Kejujuran di atas segalanya. Jika memang sudah tidak perawan atau tidak perjaka, maka katakanlah hal tersebut pra pernikahan, sehingga tidak menjadi penyesalan di kemudian hari.
3. Keperawanan bukan segalanya, jika memang pernah berbuat salah, segera bertobat, semoga dengan tobat tersebut menghantarkan kepada kebaikan dan ketaqwaan.
4. Yang terpenting dari semuanya adalah: Jagalah kesucian pra pernikahan, karena ini modal utama yang membantu untuk menggapai rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah.

Tidak ada komentar: