Harusnya hari Kartini ini, kita para wanita berbahagia. Kebebasan untuk berperan sudah sangat terbuka. Kesetaraan gender sudah semakin nyata di hadapan kita. Akses wanita sudah tidak tertutup lagi.
Tapi sayang...tepat di hari Kartini, kita dihadapkan pada kisah dua "Kartini" yang harus menjadi korban atas perilaku Kartono (kita sebut demikian untuk suami Kartini). Kenapa kita sebut "korban"? Yah...karena pada hari Kartini ini, "Kartini" kita ini harus dihadapkan pada pilihan bahwa suaminya mengajukan poligami pada saat usia sudah senja (pensiun).
Ceritanya.... Kartono kita kali ini berusia 61 tahun,(pensiunan PNS) berencana poligami dengan seorang calon istri "Kartini muda" berusia 41 tahun yang sudah berhubungan dengannya selama 9 tahun dan telah dikaruniai anak berusia 7 tahun. Sementara Kartono ini tentu punya istri "Kartini tua" yang berusia 59 tahun, yang juga sudah pensiun dari PNS.
Dengan kasus ini, apakah kita bisa menyatakan bahwa "Kartini muda" kita kali ini berbahagia karena sekian lama menunggu kepastian hubungan mereka? Satu sisi bisa kita katakan "ya" bahwa dalam penantian selama 9 tahun ini akhirnya akan berujung pada sebuah ikatan resmi. Walau anak yang dihasilkan dari relasi Kartono dan "Kartini Muda" ini sudah berusia 7 tahun. Tapi di sisi lain, pengorbanan yang diberikan oleh "Kartini Muda" kita ini tidaklah kecil.
Andai kita tarik waktu kebelakang, sembilan tahun yang lalu, saat "Kartini Muda" 32 tahun, terjalinlah hubungan tersebut dengan Kartono yang berusia 52 tahun. Hubungan yang rasanya "di luar nalar", seorang wanita yang cukup potensial, harus masuk dalam perangkap laki-laki yang layak menjadi bapaknya. Tanpa membela "Kartini Muda" kita ini, tapi yang pasti ada hal-hal tertentu yang dilakukan oleh Kartono ini sehingga "Kartini Muda" terbujuk rayuan dan masuk dalam perangkap Kartono yang beda usia 20 tahun darinya.
Kita tak ingin menghakimi hubungan mereka, kita hanya coba mengatakan bahwa pada dasarnya "Kartini Muda" kita ini, sadar atau tidak sadar telah menjadi korban dari Kartono. Pengorbanan yang selama ini dilakukan bukanlah pengorbanan yang kecil. Bahkan bukan hanya "Kartini Muda" yang berkorban, tapi anak yang kini berusia 7 tahun ini telah menjadi korban ketiadaan ikatan resmi dari orang tua mereka.
Lalu, gimana dengan "Kartini Tua", apa pengorbanan karena telah diperdaya "Kartono"? Sepertinya kita tak perlu banyak mengulas, karena dengan jelas-jelas kita sudah bisa menyatakan bahwa ketika Kartono baru menjalin hubungan "kartini Muda" Saat itulah Kartini Tua mulai mengalami hal-hal yang sangat tidak menyenangkan dalam hidupnya. (Mungkin) setelah 9 tahun Kartini Tua kita ini mulai merasa lelah dan akhirnya harus mengalah, demi seorang Kartono yang telah memperdayakannya sekian lama.
Toh, di usia senja ini, dengan anak-anak yang beringsut dewasa, "Kartini Tua" ini sudah sampai pada titik toleransi yang tertinggi, yaitu mengizinkan Kartono ini menikah lagi dengan Kartini yang lebih muda.
Ah...Kasihan...pada saat kita memperingati hari Kartini, ternyata masih banyak "Kartini-Kartini" sekarang masih diperdaya "Kartono". Moga-moga tahun denpan, saat kita memperingati hari Kartini, tak ada lagi "Kartini" yang terperdaya... Amien.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar