Senin, 13 April 2009

KAUKUS DALAM MEDIASI

Ini dia......hari pertama langsung ada mediasi!!! Perkara yang dimediasikan adalah perkara waris. Pertama saya baca gugatanya, ah.....rasanya cukup mudah, tidak pelik. Terbetik dalam pikiran saya adalah rasa optimisme, andai ilmu dari megamendung diterapkan, Insya Allah perkara ini bisa selesai dengan ada kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa.
Tapi ternyata setelah mediasi dimulai, tak semudah yang dibayangkan, dead lock!!! semua kekeh pada pendirian. Maka saya harus melakukan kaukus.

Apa itu Kaukus?Kaukus adalah pertemuan terpisah antara pihak-pihak dengan mediator. Dengan kaukus, persoalan yang dead lock, diharapkan ada titik temunya. Karena dengan kaukus, pihak-pihak lebih leluasa untuk menyatakan pendapat, karena pada saat "kaukus" pihak lawan tidak hadir dan mendengar pembicaraan. Pada saat kaukus, pihak yang mengadakan pertemuan, juga bisa secara terbuka mengungkapkan "kepentingan yang tersembunyi", sehingga lebih mudah mediator mendorong pihak-pihak untuk menemukan solusi pemecahan dari mereka.

Walaupun demikian,kita tak bisa berharap banyak dengan kaukus sebagai penyelesaian kebuntuan. Karena bisa saja pada saat kaukus, pihak-pihak tetap "kekeh" sebagaimana pendirian yang diungkapkan pada joint meeting. Oleh karena itu, dalam kaukus peran mediator untuk membuka kesadaraan "riil" bahwa penyelesaian lewat hukum bukanlah penyelesaian yang paling adil. Karena dalam putusan hakim, dalam proses peradilan, sering sekali kita mendengar pepatah: kalah jadi arang menang jadi abu". Itu semua karena sangat jarang sebuah keputusan hukum bisa diterima sebagai "putusan yang adil", bagi para pihak. Maka senyatanya suatu putusan yang adil adalah putusan yang datang dari pihak yang bersengketa, dan diterima sebagai putusan atau kesepakatan bersama.

Dan untuk semua itu, diperlukan "kerelaan" masing-masing pihak untuk mengendurkan otot keegoan,sehingga bisa menempuh jalan kompromi. Dan dari kompromi tersebut bisa menghasilkan suatu putusan yang berciri: win win solution. Umumnya jika mediator bisa menghantarkan pihak-pihak pada kesadaran "win-win solution", maka jalannya mediasi akan lebih mudah. Dan kaukus yang dilakukan akan bisa menghasilkan solusi penyelesaian sengketa yang bisa diterima, sehingga pada akhirnya bisa sama-sama sampai pada kesepakatan bersama.

Lalu kelemahan kaukus itu apa? Satu-satunya kelemahan kaukus adalah memerlukan proses waktu yang lebih lama. Tapi ini tentu tak banyak berarti jika dibandingkan putusan yang dihasilkan mengarah pada perdamaian. Selama-lamanya proses kaukus, tentu lebih lama proses litigasi dalam persidangan yang membutuhkan waktu, tenaga yang lebih lama. Karena dalam proses persidangan, masa pembuktian bukanlah masa yang sebentar, tetapi sangat lama.

Alhasil, kaukus memang merupakan salah satu proses yang membantu penyelesaian sengketa. Tetapi kaukus juga tidak bernilai apa-apa, jika kita tidak bisa mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyadari bahwa penyelesaian yang terbaik dalam sengketa itu datangnya dari pihak yang bersengketa.




1 komentar:

Anonim mengatakan...

trims ibu tlh mensosialisasikan mediasi sbg alternatif penyelesaian sengketa. Banyak faktor yg menghambat proses keberhasilan mediasi diantaranya adlh faktor budaya: spt Pengacara atau kuasa hukumnya tidak mendukung berhasilnya proses mediasi, tetapi cenderung menginginkan kliennya membawa permasalahannya di lanjutkan secara litigasi, mungkin ini disebabkan karena sistem honorarium yang ada berdasarkan jam kerja atau frekuensi kunjungan ke persidangan...