Rasanya badan sudah mulai penat, maklum sidang hari ini cukup melelahkan. Tapi tetap harus semangat, apalagi ini perkara terakhir untuk hari ini. Ya....moga-moga cepat selesai dan saya bisa segera merampungkan rencana acara: "sosialisasi hak-hak keluarga" sebagai block grand dari tean-teman psw uin suka di PA Bantul.
Dan sebelum pihak-pihak dipanggil masuk, saya sepintas membaca perkara yang terakhir:"ijin poligami". Waduh.....alasan apalagi nih" itu tentu yang ada di benak sambil membaca isi gugatan.
Ealah........ternyata si suami mengajukan izin poligami karena si istri korban gempa 27 Mei 2006, yang menyebabkan istri tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri. Dalam hati saya langsung terbersit kata: sudah korban gempa, masih ditambah korban poligami.
Belum selesai saya lanjutkan kata-kata yang masih "terbersit" tadi, pihak-pihak sudah ada di hadapan majelis hakim. Terlihat sekali wanita ini betul-betul sebagai korban gempa. Wajahnya (maaf) sudah tidak simetris lagi antara yang kiri dan yang kanan. Bekas jahitan masih samar-samar kelihatan dari ujung dahi sampai di bibir.
Kemudian beberapa proses beracara di mulai, yang dimulai dengan himbauan majelis agar niat poligami ini diurungkan. Tapi dengan sangat meyakinkan, si suami mantap untuk melanjutkan niatnya berpoligami. Alasan yang mendasar bagi si suami adalah karena istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri disebabkan sakit yang diderita akibat gempa.
(kok ya...nelongso banget ya....sudah sakit karena gempa, harus juga sakit karena di poligami).
Konon akibat gempa, dimana istri kepala istri kejatuhan bangunan yang menyebabkan harus dijahit, begitu pula tulang belakang istri yang patah menyebabkan istri merasa sakit jika melakukan hubungan suami istri. Karena kondisi yang demikian, maka suami memutuskan poligami.
Feeling saya,istri sebenarnya agak keberatan jika suami melakukan poligami. Tapi ketika hal itu ditanyakan pada istri, dijawab bahwa dirinya betul-betul ikhlas demikian juga istri membenarkan surat pernyataaan bersedia dimadu yang diserahkan di pengadilan adalah betul-betul tandatangannya dan dibuat tanpa paksaan. Kalau sudah begini, tentu hakim tak bisa banyak berbuat apa-apa,karena yang kami sidangkan adalah hal-hal yang sifatnya dhohir, yang bisa di lihat, bukan hal yang bersifat bathiniyah.
Andai saja istri tadi menyatakan keberatan, maka tentu hakim akan mempertimbangkan ulang keinginan suami untuk berpoligami. Tapi jika istri tadi menyatakan kesediaannya, tentu hakim tak bisa banyak berbuat, dan lagi-lagi paling berkata dalam hati: "ah....kasihan sekali, sudah korban gempa, masih juga korban poligami!!!".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar