Kamis, 05 Februari 2009

15 MENIT YANG MENEGANGKAN


"Mama, kak Abil kecelakaan, sangat parah. Mama ke RS Sardjito ya? Jangan nyopir sendiri, minta disopiri teman saja" Ini kalimat mas Hudi dengan penuh kecemasan.
Saya langsung berdiri dari duduk, membereskan secukupnya berkas-berkas perkara yang ada di meja.
"Bagaimana pa?" hanya itu yang bisa keluar dari mulut saya.
"Kakak ditabrak, sangat parah. Harus segera dioperasi, menurut dokternya waktu kakak hanya 10 menit, kepala kakak pecah.Papa ini menuju ke apotek, mencarikan obat yang diperlukan. Yang penting mama segera ke Sardjito"

Rasanya dunia berputar, segera saya berlari ke ruang wakil ketua, pamit dari ujung pintu, melewati teman-teman hakim yang terbengong-bengong dengan sikap saya yang sangat panik. Segera telpon mami, mohon dukungan doa. Ah.......saya tak mampu apa-apa.Berlari ke parkiran, menyalakan mobil. Tapi ternyata saya tak punya kekuatan apa-apa lagi.

Sesaat saya berteriak, menangis dan menangis!!!
Terbayang anak lelakiku, yang tadi pagi masih pamit sambil mencium tangan. Dan saya sempat ingatkan lagi, apa yang tertinggal. Dan benar saja, hp nya tertinggal.
Terbayang sekarang terbujur tak sadarkan diri. Menunggu mukjizat Allah.
Saya berteriak dan menangis lagi...
"Ya Allah....apakah semalam, sebagai saat terakhir anakku menjadi imam sholat bagi kami? Jangan ya Allah..... Kami membutuhkannya, karena walau sekecil itu, Abil telah bisa menjadi imam bagi kami, menggantikan papanya ketika papanya berhalangan. Anakku harapanku ya Allah....bagian dari jiwa dan raga hamba ya Allah...."

Terbayang anakku yang lagi melawan maut sendirian, karena kami orang tua masih jauh.
Tersadar, saya harus segera ke Sardjito. Saya ingin bisikkan kalimat-kalimat thoyibah di telinganya, untuk membantu Abil melawan maut, melawan rasa sakit yang dideritanya.
Ternyata kaki saya tak kuat, walau hanya untuk menginjak pedal gas.

Teman-teman kantor yang berkerubung di mobil memaksa saya menyerahkan setir kepada mas Hani sopir kantor.
"Jangan buat korban lagi!!" demikian kata singkat yang bisa saya dengar.
Akhirnya saya turun dari kursi sopir dan pindah ke samping sopir.
Segera bu Ulil Uswah masuk mobil saya. Entah apa maksudnya saya tak tahu, mungkin ingin menemani saya, walau saya rasanya tak melihatnya.

Hati ini masih tak tenang, mencoba zikir, tapi dada masih terasa sesak. Saya ingin segera menemui anak saya. Saya ingin semua berdoa. Kemudian masuk telpon Enny."Tolong segera sholat, doakan Abil......" hanya itu suara yang keluar di balik tangis dan kepasrahan saya.

Aduh....dada masih sesak, tak mampu menahan beban berat.
"Ya Allah....tolong anak saya. Sayangi dia, izinkan Abil masih bersama kami"
"Ya Allah....hamba pasrah.....Hamba mohon ampun kalau selama ini hamba pernah memarahi titipan Mu ya Allah"

-Apalah kamar yang setiap hari harus hamba ingatkan pada Abil untuk dibersihkan.
-Apalah lemari pakaian, yang kerapiannya tidak pernah sampai seminggu.
-Apalah hp yang selalu hilang, sehingga tak pernah meminta lagi, tapi hamba tak pernah tega untuk tak menggantikannya.
-Apalah kacamata yang sering patah dengan berbagai alasan penyebanya.
-Apalah yang setiap pagi harus teriak: "Mbak Rusi, tolong ambilkan ini...."
-Apalah suara hamba yang tiap malam memintanya untuk membuka pelajaran daripada inet, walau papanya mengatakan :"Abil banyak mendapat ilmu dari hasil komunikasi dengan teman-temannya di dunia maya"
-Apalah sikap sembrono Abil yang sering memecahkan sesuatu, yang awalnya membuat marah, tapi kemudian hanya saya anggap hal ini adalah naturalitas Abil.
-Apalah sikap Abil yang tidak mesra, tapi kala tertentu akan datang memeluk mamanya manja.
-Apalah sikap Abil yang rasanya tak pernah "ngemong" (mengayomi;Jawa) adik-adiknya, sampai harus hamba plototi. Walau di kala lain, mereka bisa gelut dan ketawa riang.
Banyak ya Allah...banyak hal-hal yang kadang membuat hamba marah, maafkan hamba ya Allah...tapi hamba masih meyayanginya. Biarlah makhluk Mu ini bersama hamba..... Izinkan hamba selalu bersamanya.....

Tangisan saya belum henti......
"Aba...tolong doakan Abil......kondisinya parah Aba, tolong aba...." saya mencoba meredam perasaan yang semakin tak terkendali dengan menelpon aba Sofyan Alwie Lahilote di Manado.
"Tenang Li, yang ikhlas...pasrah...." hanya ini yang bisa saya dengar dari aba, kemudian saya mulai zikir.

Saya pasrah.....
Jika memang waktu anakku tinggal 10 menit, jelas dalam hal wajar,kami takkan sampai.Paling tidak kami memerlukan waktu 30-45 menit untuk sampai ke RS Sardjito.
Segera saya raih tasbih,"Ya Salim.......Ya Salim.....Ya Allah maha menyelamatkan, selamatkan anakku", hanya itu kata bisa keluar dari lidahku yang tak mampu berucap banyak.

Telpon dari daeng Didi, tak banyak saya jawab. Saya hanya minta mereka untuk berdoa untuk Abil."Tolong doanya daeng!!! Minta semua berdoa untuk Abil". Itu saja yang bisa keluar dari kata-kata saya. Karena saya tak tahu perkembangan Abil, saya masih di jalan menuju rumah sakit.

Dalam zikir, terbayang keseharian Abil, menjelang subuh, gemericik wudhunya akan membangunkan kami semua untuk sholat malam. Ya... Insya Allah tiap malam Abil menyempatkan untuk sholat malam. Dan kami akan mengikuti sholat malam sendiri-sendiri.

Jika Senin-Kamis, Abil akan bangun lebih awal, untuk menyempatkan sahur. Tanpa meminta menu tertentu. Apa yang ada, itu yang di makan. Adanya roti, ya makan roti, adanya ayam, ya itu yang disantap. Puasa Senin-Kamisnya Abil tanpa memberatkan kami.

Kesenangannya dengan IT pun, tak pernah meminta uang khusus. Abil menyimpan dari uang bulanan, dan uang-uang pemberian oma, hadiah ulang tahun atau dari om dan tantenya. Abil selalu berusaha mengup-grade komputernya tanpa membebani orang lain. Jika kurangnya tinggal sedikit,maka jurus rayuan akan dibombardir ke mamanya. Datang dengan memeluk, mencium dan akhirnya keluar maksudnya. Ah....Abil...Abil anak laki-lakiku!!

Soal sholat, rasanya saya tak perlu mengingatkan. Justru Abil yang sering "marah" jika kami dalam perjalanan, tapi belum sholat sementara waktu sholat akan segera berakhir. "Ayo pa, cari mesjid terdekat, waktu sholat hampir habis"Ini kalimat yang sering kami dengar, dan Abil berkata dengan wajah bersengut. Hal yang kadang menyadarkan kami, untuk segera mencari mesjid terdekat untuk sholat.

Ah......banyak sekali nilai positif dari anakku.....Banyak ya Allah...dan biarlah Abil bersama kami. Selamatkan anak hamba ini ya Allah.... Air mata tak pernah berhenti menetes. Saya ingin segera bertemu Abil, apapun keadaannya.

Ya Allah....Ya Salim.....Ya Allah.....selamatkan anakku....

Tiba-tiba telpon berdering.
"Mama, alhamdulillah. Abil tidak apa-apa. Tadi itu hanya upaya penipuan" di ujung telpon mas Hudi memberitahu, walau masih dengan suara bergetar peuh kecemasan.
"Alhamdulillahhirabbil alamien....... Kenapa bisa begini?"Jawabku dengan sedikit tidak percaya.

'Tadi itu papa ditelpon "polisi", yang mengabarkan bahwa Abil kecelakaan. Ditabrak oleh orang Cina. Si Penabrak telah diamankan, dan telah menyerahkan uang 250 juta sebagai jaminan dan biaya pengobatan Abil.Tapi kondisi Abil sangat parah, maka memerlukan obat yang tidak ada di Sardjito. Untuk lebih jelasnya papa diminta menghubungi dokter yang menangani kakak. Kemudian polisi tadi memberi no telpon "dokter Heru" yang menangani kakak"

Setali tiga uang, info dari "dokter" yang menangani juga sama. Bahasa-bahasa standar dokter keluar. "Kami akan mencoba maksimal menangani anak bapak, kami berharap bapak bantu dengan doa". Membuat mas Hudi semakin yakin. Hanya info dari "dokter Heru" sudah lebih "komersial" karena kami harus menebus obat atau alat yang harganya 17 juta rupiah.

Sebenarnya menurut "dokter Heru" ada uang dari penabrak, tapi tentunya mereka tak punya hak untuk mencairkan. Mas Hudi diminta menghubungi "apoteker" di apotik Kimia Farma. Mas Hudi lagi-lagi diberi nomer "apoteker" tersebut. Dan tentunya masih dengan nada yang sama. Mas Hudi meminta agar obat itu dikirim ke Sardjito, dan mas Hudi akan segera ke apotik tersebut. Atau jika tidak, akan meminta utusan temannya yang akan segera kesana.

Tiba-tiba telpon dari "polisi" lagi yang menanyakan no Abil. Kebetulan Abil termasuk yang sering gonta-ganti nomer, sehingga tak ada seorangpun dari kami yang hafal dengan no Abil. "Kami ingin mengamankan hp anak bapak", demikian kata "polisi" tadi. Justru kalimat ini yang menyadarkan mas Hudi, kenapa polisi ini lebih perduli nomer Abil daripada nyawa lagi.

Telpon dari "dokter" yang terus mendesak, telpon dari "apoteker" yang tak henti, meminta segera ditransfer, tanpa mau menerima orang yang diutus, (karena mas Hudi berpikir akan beralih ke apotek lain saja di dekat UGM daripada apotek Kimia Farma yang di jalan Malioboro) semakin "menyadarkan" mas Hudi akan praktek penipuan.

Langsung dengan hati berdebar, mas Hudi mencoba menelpon Abil. Tetapi sangat sulit masuk, karena "trio penipu" ini selalu mencoba masuk ke no mas Hudi. Tapi atas pertolongan Allah, telpon tersambung ke Abil dan di angkat. Di ujuang telpon suara Abil, membuat kelegaan yang menyentak. "Alhamdulillah anakku" Kemudian mas Hudi mencoba menceritakan ke Abil kejadian yang menegangkan selama 15 menit.

"ah...gak apa-apa pa". itulah jawaban Abil yang memang sifatnya agak "acuh". "kakak gak apa-apa kok. Kakak di sekolah dan lagi makan siang". Walau sudah mendengar suara Abil, mas Hudi harus melihat sosoknya.Sehingga kemudian mas Hudi mendatangi SMP 5. Dari kejauhan mas Hudi melihat sosok Abil yang utuh, yang masih seperti kemarin. Penuh dengan kesibukan dan aktifitas, sehingga kami sekeluarga kadang harus meminta waktu padanya.

Kelegaan kami adalah penyesalan dari "trio penipu". Mas Hudi masih ditelpon terus, dan mas Hudi masih selalu menjawab; "Kami akan segera mentrasfer". Tetapi lama kelamaan terasa terganggu juga, dan mas Hudi hanya menutup dengan kalimat: "kalian penipu!!"

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Ya Allah, tak kiro beneran... Merinding aku bacanya... Moga2 semua sehat dan jauh dari musibah. Amien..

MM

Anonim mengatakan...

Ya Allah Lily.....ceritamu membuat adrenalin berpacu memburu waktu. Ingin cepat-cepat membacanya sambil menyesali diri kenapa baru membaca bagian yang ini. Padahal blogmu sudah dibuka kemarin, tetapi memang nggak sempet membacanya. Saat ini disempatkan, yang ternyata beritanya sangat penting sekali. E...alah nggak tahunya..untung nggak jantungan Ly.
Apapun itu, kita senantiasa berdoa, semoga ALlah memberikan umur yang panjang dalam nikmat sehat walafiat.(nuri)