Senin, 02 Februari 2009

SELAMAT JALAN ACO....


Malam ini, kabar duka disampaikan mami, Aco suaminya Atty meninggal dunia. Tapi karena mami sendiri tidak jelas beritanya, hanya di ujung telpon mengabarkan "menantu mami Hanggi meninggal".
Setelah mendengar berita dari mami, saya kemudian mencoba menelpon ke Atty, yang angkat Ody adiknya Atty, yang membenarkan kabar tersebut. "Kak Aco baru meninggal 15 menit yang lalu, kata Ody".

Di ujung telpon terdengar jelas suara tangisan, mungkin itu tangisan Atty, Tia dan Idep, orang-orang yang sangat mencintai Aco.Saya rasanya tak tega mendengarnya, dan hanya mendengar cerita Ody saja. "Kak Aco tadi kritis hanya 5 menit, kemudian meninggal", sepertinya itu inti kalimat Ody.Saya kemudian ingin segera mengakhiri pembicaraan tanpa ingin berbicara dengan Aty, biarlah Atty menumpahkan segala kesedihannya tanpa harus terganggu dengan telpon, biarlah Atty tetap bersama dengan jasad dan ruh yang telah terpisah dari suaminya di saat-saat akhir.

Setelah tutup telpon, dan setelah selesai mengabarkan berita ini kepada teman-teman yang sekiranya mengenal Atty, terbayang persahabatan kami, persahabatan yang sangat rekat, sehingga kami seperti saudara. Persaudaraan yang terbina setelah Atty masuk Pabelan (tahun 82)setelah saya mendahului setahun. Sejak itu kekerabatan kami bina.

Hadirnya Aco dalam kehidupan Atty, menambah semarak persaudaraan kami. Kami sering bertemu, entah di Gowok tempat kos Atty dan Wati atau di Timoho. Sampai kemudian saya dan Wati punya "gawe" menikahkan Atty dan Aco di Timoho, di sela-sela waktu KKN saya (Juli 1991).

Setelah itu kami masih tetap bersama, dan masih teringat waktu Atty melahirkan Fia,dimana Wati yang sangat sibuk.Ditambah lagi Atty sudah pindah ke Maguwo, semuanya itu menambah "warna" dalam persaudaraan kami. Senang karena ada si kecil, tetapi kadang "mengeluh" betapa jauhnya jarak rumah kita.

Setelah saya menikah, dan sesekali ke Yogya, pasti yang dituju adalah rumah Aty dan Aco yang saat itu sudah pindah di Babadan. Setiap "kelelahan" pasti mampir di Babadan. Dan Aco akan menyambut dengan ramah, walau dengan keterbatasan kata yang memang menjadi keseharian Aco.

Sayangnya, setelah Aco mendapat pekerjaan di Samarinda, kita harus berpisah dengan jarak. Tetapi komunikasi itu tetap berjalan. Dan saya semakin kagum atas tanggungjawab Aco sebagai kepala rumah tangga. Bagaimana Aco dan Atty membangun rumah tangga yang adil antara orang tua yang di Luwuk dan di Manado. Walau sebenarnya hanya Aco yang mencari nafkah, tapi Aco tak pernah membedakan mana mami di Manado, dan mana ina di Luwuk. Semua merasakan sama-sama memiliki Aco dan Atty.

Mas Hudi terakhir bertemu dengan Aco dan Atty saat di Samarinda beberapa tahun yang lalu. Dengan keramahan Aty dan kesahajaan Aco, membuat persaudaraan kami tak pernah luntur. Rasanya Aco dan Atty bukan hanya sekedar teman, tetapi juga saudara.

Sampai 2 hari yang lau, ada berita dari mami kalau Aco dirawat di RS Manado, dan mami ingin menengok. Sorenya saya mencoba menelpon Atty. Jawaban-jawaban Atty sangat melegakan, dan yang ada di benak saya adalah, Aco hanyalah perlu istirahat, mungkin selama ini terlalu lelah. "Kak Aco sudah baik, sekarang sudah mulai latihan duduk. Saudara-saudara kak Aco sudah mau pulang dan mengabarkan di Luwuk kalau saat ini kak Aco sidah baik". Itu kalimat Atty yang masih sangat jelas.

Tapi semua menjadi permenungan saya dengan kalimat Ody: "Kak Aco sudah pergi dengan tenang". Ya.... Aco telah dipanggil untuk beristirahat panjang. Selamat jalan Aco, selamat jalan Bachtiar Saida saudaraku, semoga amal ibadah yang selama ini menghiasi hidupmu, menjadi nilai bagi Allah untuk menghantarkan dirimu di sisi Nya, amien............

Tidak ada komentar: