Selasa, 03 Februari 2009

SULITNYA MENANYAKAN "APAKAH PENGGUGAT DAN TERGUGAT SUDAH "BERCINTA"?'


Bagi sementara orang, tentu mudah memahami pertanyaan hakim. Tetapi tidak bagi sebagian yang lain. Apalagi hal-hal yang bersifat pribadi, khususnya masalah hubungan badan suami istri. Kadang karena pengetahuan yang rendah, atau hal ini dianggap tabu, maka sulit sekali mereka memahami pertanyaan hakim tentang sudah atau belum pernah melakukan hubungan badan sebagaimana layaknya suami istri.

Hakim saja untuk menerangkan hubungan ini, perlu beberapa kata: "Hubungan-badan-layaknya-suami-istri". Perlu 5 kata!!! untuk hanya satu makna: "bercinta", atau "making love".
Tapi coba kata bercinta ini kita pakai dalam bentuk pertanyaan, dimana yang kita tanyakan adalah orang yang berpendidikan rendah.
"Apakah saudara Penggugat/Tergugat pernah bercinta?".
Rasanya pertanyaan ini tidak akan terjawab kecuali mata kosong tanda tak faham.
Apalagi kalau bercinta tadi diganti dengan making love.
"Apakah saudara Penggugat/Tergugat pernah making love?
Jangan-jangan Penggugat tadi akan balik bertanya: "Making love itu apa bu/pak hakim?"

Pertanyaan ini, harus ada dalam beberapa perkara, misalnya perceraian, dispensasi kawin, itsbat nikah, poligami, dll. Karena belum atau pernah "bercinta" ini punya konsekuensi hukum. Contohnya, jika satu perkawinan, belum pernah melakukan hubungan layaknya suami istri, maka mereka tak perlu melewati masa idah. Contoh lain, seorang suami bisa menuntut setengah mahar yang pernah diberikan, jika dalam perkawinan tersebut belum melakukan hubungan suami istri.

Bukan hanya hakim yang sulit menanyakan hal ini, tapi dalam gugatan maupun berita acara pemeriksaan dan putusan, hakim selalu menggunakan bahasa yang panjang juga (hubungan layaknya suami istri) untuk menggambarkan telah terjadinya making love tadi. Dan tak pernah saya menemui dalam gugatan, BAP maupun putusan,ungkapan tadi diganti dengan bercinta.Misalnya: "Bahwa dalam perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat telah melakukan hubungan layaknya suami istri, dan telah dikaruniai anak...". Tidak pernah saya temui kalimat tadi diganti dengan:" Bahwa dalam perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat telah bercinta, dan telah dikaruniai anak..."

Berikut ini ada beberapa ungkapan, istilah, yang dipergunakan hakim, jika pertanyaan apakah saudara telah melakukan hubungan layaknya suami istri tidak difahami. Karena saya bertugas di PA Bantul, mungkin ini banyak istilah jawa. Mungkin seiringnya waktu, ungkapan-ungkapan ini akan bertambah lagi.

1. Menopo Penggugat- Tergugat sampun "becik"? (Jawa)
Apa Penggugat dan Tergugat sudah becik? Becik disini secara harfiah bermakna baik. Sehingga pertanyaan hakim tadi bermaksud menanyakan hubungan suami-isri atau laki-laki dan perempuan ini sudah sampai pada tahap hubungan baik yang bisa diartikan hubungan kelamin?

Jika para pihak faham, tentu akan dijawab apa adanya. Tetapi kadangkala pihak yang ditanyakan memahami pertanyaan hakim tadi bahwa mereka sudah tinggal satu rumah, dan hidup rukun.Sehingga hakim harus mencari kosa kata yang lain, sehingga pihak yang ditanya tadi mengerti akan pertanyaan hakim.

2. Ne carane klambi, napa klambine sampeyan sampun tau dingeni?
Makna dalam bahasa Indonesia kurang lebihnya: "Kalau ini ibarat pakaian, apakah pakaian saudara sudah pernah dipakai?"

Biasanya ungkapan-ungkapan ini akan mudah dipahami. Karena lebih spesifik dari pertanyaan becik di atas. Sehingga pihak yang ditanyakan akan menjawab seperti apa adanya. Selain istilah pakain, ada beberapa istilah juga misalnya: "kalau ibarat makanan, apakah saudara pernah memakan punyanya?"

Hal yang lucu pernah terjadi, atas pertanyaan hakim ini, pihak yang ditanya menjawab. "saya tadi tidak makan". Maka hakim harus mengganti kalimat pertanyaan lagi. Dan setelah hakim bertanya; "Ibarat lubang, apakah lubang anda pernah dimasuki?". Ternyata dengan pertanyaan ini pihak yang ditanya baru faham.

3. Apakah saudara pernah tidur bersama?
Ini pertanyaan tidak mengarah betul. Tetapi kadang bisa dimaknai telah melakukan hubungan suami istri. Dan jika pertanyaan ini belum terjawab sepenuhnya, maka hakim mencoba melanjutkan lagi dengan pertanyaan."Apakah saudara sudah kelon-kelonan gawe anak?". Kalau sudah sampai disini, biasanya yang ditanyakan sudah faham atas pertanyaan hakim.

4. Selain lewat pertanyaan-pertanyaan verbal, kadang hakim mencoba mengungkapkan dengan "alat praga" tangan hakim. Misalnya dengan mengatupkan kedua tangan dan menggerakkan jari-jari. Sebagian orang akan faham, dengan maksud hakim, tetapi hal ini sangat jarang. Banyak orang lebih memahami pertanyaan-pertanyaan verbal daripada menggunakan alat peraga seadanya.

Saya sendiri cenderung lebih menyukai menggunakan pertanyaan verbal, lebih jelas maknanya dan tak perlu memaksa pihak yang ditanyakan untuk "berimajinasi" dengan "alat peraga" hakim tadi.Kita bisa mencari beberapa kreasi pertanyaan, yang akhirnya para pihak yang ditanya faham kemana arah pertanyaan hakim.

Ini semua adalah sebagai bagian daripada teknik komunikasi hakim dalam memeriksa perkara. Dimana pertanyaan hakim harus jelas, pihak yang ditanya faham akan pertanyaan hakim sehingga terungkap fakta hukum dalam perkara tersebut.

Semua hakim memahami hal ini, sehingga banyak sekali varian pertanyaan hakim, yang tujuannya hanya satu: Bagaimana menjawab pertanyaan '"melakukan hubungan layaknya suami istri". Mungkin ke depannya ada kosa kata baru, yang lebih ringkas, padat, jelas sebagaimana 5 kata tadi diganti satu kata: "bercinta".
(gambar:http://bowespersonaledge.com/images/art-mkg-lv.jpg)








1 komentar:

Anonim mengatakan...

Nice piece! Kok bahasa Arab gak disinggung? Apakah sudah pernah "junub"...familiargak ya kataitu..kalau mandi junub kan populer untuk Jawa Islam. Tanya aku dong..aku jawab..belum! masih virgin!yc