Bingung juga ketika saya ingin memulai menulis judul ocehan ini. Apakah "Gak sengaja membawa sengsara", atau "Gak niat membawa masalah". Karena semua bermula dari ketidaksengajaan, ketidakmauan dan mungkin juga ketidaktahuan. (Setelah selesai menulis, baru kemudian menempatkan judul seperti di atas)
Adalah seorang gadis berusia 16 tahun, yang sedang ranum-ranumnya. Gadis cantik,tubuh semampai dan sorot wajah yang cukup matang, kita sebut Fulanah.
Fulanah kita ini,, dihadirkan dalam sidang, karena hendak dinikahi oleh si Fulan yang masih berumur 18 tahun 2 bulan.Perkaranya apalagi kalau bukan dispensasi kawin. Alasan yang melatabelakangi adalah karena si Fulanah ini telah hamil 5 bulan.
Ketika hakim mulai memeriksa Fulanah sebagai calon istri, tidak tampak rona kebahagiaan di wajahnya.
"Fulanah, apakah benar saudari hendak menikah dengan Fulan?", tanya hakim.
"Betul", jawaban singkat seakan tak mampu mengeluarkan kata-kata, hanya ditopang dengan anggukan kepala.
"Saudara tahu kenapa saudara diajukan ke persidangan?"
Fulanah hanya terdiam.
"Saudara siap untuk menjadi ibu?"
Lagi-lagi Fulanah hanya terdiam, dan memalingkan wajah seakan-akan tak ingin dilihat oleh Fulan maupun orang tua Fulan. Hanya tetesan airmata yang membasahi pipi Fulanah.
"Saudara mencintai Fulan?"
Fulanah hanya menggeleng lemah.
"Betul saudara saat ini hamil"
Fulanah hanya menganggukkan kepala sambil memalingkan wajah, seperti tidak ingin dilihat matanya.
Hakim mulai merasakan ada yang berbeda dengan perkara ini. Ada sesuatu yang seakan terpaksa dan dipaksakan. Dan itu semua terkuak ketika tanya jawab berakhir.
Alkisah, Fulan dan Fulanah memang pernah saling menyukai. Kemudian di satu saat pada bulan Agustus lalu, antara Fulan dan Fulanah melakukan hubungan suami istri. Fulanah tak tahu, apakah ini keterpaksaan atau bukan. Jika keterpaksaan, tentu sejak awal menolak. Tetapi jika mau sama mau, saat itu mereka bukan berstatus pacaran.
Hubungan yang hanya sekali tadi, entah karena coba-coba, entah karena penasaran, tak dinyana menyebabkan Fulanah hamil. Semua geger!!! Jangankan keluarga yang panik,Fulanahpun terkesima;"Kok hanya sekali, bisa hamil ya?". Tapi apa hendak dikata, semua terjadi.Di rahim Fulanah telah bersemayam jabang bayi dari hubungan yang hanya sekali tadi.
Kegelisahanpun muncul, karena pada dasarnya Fulanah tidak mencintai Fulan. Hubungan badan yang pernah dilakukan (entah sengaja, entah suka) ternyata berbuah hasil. Jika tidak menikah dengan Fulan, bagaimana dengan jabang bayi ini? Jika menikah, hati Fulanah sangat gusar karena tidak mencintai Fulan sepenuhnya.
"Kalau disuruh memilih, maka saya tidak memilih Fulan sebagai suami saya"
"Kalau tidak hamil, maka orang tua saya tidak setuju saya menikah dengan Fulan ini", ini adalah kata-kata penutup yang mendasar yang keluar dari mulut Fulanah yang sejak awal banyak diam.
Banyak poin yang bisa kita ambil dari masalah Fulan-Fulanah di atas, selain karena pemahaman agama, pengawasan orang tua, lingkungan dan yang terpenting pengetahuan tentang reproduksi yang tidak memadai.Mungkin baik Fulan maupun Fulanah tidak menyadari bahwa biar hanya sekali berhubungan badan, bisa menyebabkan hamil.Sehingga pertanyaan:"Kok hanya sekali bisa hamil ya?" takkan keluar dari mulut Fulanah yang masih menginginkan melewati masa remaja denganteman-teman, bukan dengan suami yang tidak dicintai karena kehamilan yang tidak diinginkan.
Saya tak ingin meramal terlalu jelek terhadap kelanjutan perkawinan mereka ini. Hanya sikap acuh tak acuh antara Fulan dan Fulanah tatapan yang jauh dari kebahagiaan dan kemesraan, bisa menjadi petunjuk awal arah perkawinan ini. Kita boleh berharap baik, tapi tentu jika didasari oleh hal-hal yang baik. Tapi masihkah kita bisa berharap baik pada Fulan dan Fulanah kita ini?
Kita sebagai orang di luar Fulanah tadi hanya bisa prihatin. Kita bisa membayangkan bagaimana kegusaran keluarga Fulanah. Bagaikan simalakama. Jika tidak menikahkan, maka kasihan nasib bayi yang ada di rahim Fulanah. Jika dinikahkan, tanpa dasar cinta, maka sudah bisa dibayangkan nasib perjalanan rumah tangga ini. Semoga kita bisa belajar dari pelajaran yang diberikan Fuan-Fulanah kita ini.Mungkin saatnya kita bisa terbuka pada anak-anak kita, kita beri pelajaran tentang reproduksi, sesuai usia dan kematangan anak-anak kita.
1 komentar:
lagi-lagi saya dengar ocehanmu. ada lagi, ada lagi, dan ada lagi. hebat lo ly, akan tambah hebat bila besok ahad, 22 februari '09, jam 12 siang, bisa hadir di pertemuan ikpp jogja, di rumah vita-andi jl wonosari km 8, sekarsuli, utara komitrando. dah lama tak ngoceh di ikpp to? arifin ilyas
Posting Komentar