Senin, 10 November 2008

"Ih....menikah muda, primitif"


"Punya 6 anak, seperti masih peradaban primitif aja", kurang lebih itulah pernyataan teman saya saat menceritakan bahwa teman kami punya 6 orang anak. Belum cukup sampai kalimat itu, masih juga ditambahkan:"benar-benar ortodoks deh!!".

Mendengar pernyataan teman tadi, saya sengaja tak ingin balas berkomentar, baik untuk membenarkan maupun untuk menyatakan ketidaksetujuan saya. Yang ada di benak saya adalah betapa melekat dan telah merasuk sekali slogan yang digembar-gemborkan pemerintah:"dua anak cukup". Slogan ini mulai saya tahu sejak saya kecil (tentu sama dengan teman saya), dimana-mana dipasang gambar, pamflet, patung yang menggambarka seorang ibu dan bapak bergandengan tangan dengan mengapit 2 orang anak laki-laki dan perempuan, ada juga gambar 2 jari yang bertuliskan 2 anak cukup.

Setelah slogan ini dirasa belum merasuk dan belum kelihatan dampaknya,maka kemudian pemerintah menambahkan lagi dengan kata-kata;"laki-laki perempuan sama saja". Maka dalam benak saya yang masih kecil, cukup akrab dengan slogan tadi. Alhasil pola pemikiran kami seakan ikut arus yang menghasilkan pemahaman bahwa banyak anak adalah hal yang tabu, dan lebih ekstrim lagi adalah punya banyak anak adalah hal yang primitif bahkan ortodoks.

Belajar dari pengalaman tadi, kenapa pemerintah tidak mengupayakan secara sistematis dan terarah dengan melibatkan ahli-ahli komunikasi untuk mengkampanyekan menikah di usia yang matang. Ciptakan kata-kata yang mudah diingat, sebarkan pemahaman-pemahaman sedehana tentang bahaya menikah di usia muda, dll. Sehingga masyarakat menilai pernikahan di usia muda adalah yang merugikan bagi si anak dan hanya menciptakan banyak masalah kelak di kemudian hari.

Jika ini dilakukan secara baik dan benar, maka akan terbentuk suatu masyarakat yang memahami bahwa pernikahan dini adalah berbahaya. Dan kelak kita akan mendengarkan suatu pernyataan:"Ih...menikah muda, primitif"