Minggu, 30 November 2008

ANDAI KITA HARUS BERBAGI


(Beberapa tips agar wanita yang mengijinkan suami berpoligami tidak merasa diperlakukan tidak adil)

"Mana ada perempuan yang mau dimadu?", ini sekelumit dialog dari sinetron yang diperankan oleh Cornelia Agatha beberapa waktu lalu. Pernyataan yang akhirnya menjadi cukup akrab di telinga kita, khususnya ketika berbicara tentang poligami.


Memang, pada dasarnya ketika kita melangkah menuju ke jenjang pernikahan, sama sekali tentu tak terbersit dala benak kita apalagi angan-angan kita sebagai istri untuk dimadu. Yang kita inginkan adalah suami kita miik kita sepenuhnya secara utuh baik raga maupun hatinya.

Tapi perjalanan waktu kadang memupus angan-angan itu semua, karena beberapa sebab akhirnya kita harus mengijinkan suami kita berpoligami. Perkawinan poligami belum bisa kita hapus sama sekali, karena UU Perkawinan kita masih memberi jalan bagi para suami untuk berpoligami dengan beberapa alasan antara lain:
1. Apabila istri tidak mempunyai keturunan;
2. Apabila istri tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri;
3. Apabila istri menderita sakit yang sudah sulit disembuhkan.

Sebaliknya seorang suami ketika hendak melakukan poligami, UU mewajibkan suami tersebut untuk:
1. Mempunyai penghasilan yang cukup untuk menghidupi istri-istri dan keluarganya;
2. Berlaku adil kepada semua istri.

Andai suratan takdir menghantarkan seorang istri merelakan suaminya berbagi dengan wanita lain sebagai istrinya, maka sebaiknya memperhatikan beberapa hal agar kehidupan poligami ini bisa berjalan dengan baik. Agar sebagai istri yang telah mengijinkan suaminya berpoligami
tidak menyesal di kemudian hari.

SURAT KETERANGAN BERLAKU ADIL.
Setiap suami yang hendak mengajukan ijin berpoligami, wajib menyertakan surat pernyataan untuk berlaku adil kepada istri-istrinya.

Fakta selama ini urgensi surat pernyataan ini tak berimbas, jika memang suami tersebut tidak mempunyai
itikad yang sungguh-sungguh untuk berlaku adil. Surat hanya sekedar tulisan di atas kertas, dan hanya diperlukan untuk mendukung rencana suami untuk berpoligami di depan pengadilan. Setelah itu hanyalah bagian dari tumpukan berkas.

Sejauh ini surat pernyataan berlaku adil belum bisa mengikat secara hukum kepada seorang suami, Karena jika suami berpoligami, kemudian istri merasa tidak diperlakukan tidak adil, maka surat tersebut tidak bisa banyak memberi perlindungan hukum
terhadap istri tadi.Maksudnya, jika di kemudian hari si suami tidak berlaku adil, maka tak ada peluang bagi istri untuk menuntut rasa keadilan.

Hemat saya, daripada kita menggantungkan suatu rasa adil kepada satu surat, lebih baik kita mempersiapkan beberapa hal jika memang kita harus menghadapi keadaan suami hendak berpoligami.


1. BICARAKAN PEMBAGIAN WAKTU BERSAMA.
Sebelum suami melakukan poligami, tentu waktu suami adalah milik kita sepenuhnya. Tapi karena kehadiran istri baru, tentu waktu suami untuk kita akan berkurang.Sebaiknya bicarakan waktu berkunjung, apakah pembagian setiap minggu atau seminggu dibagi dua, atau sehari disana-sehari disini.

Masalah ini kelihatan sepele, tapi akan bermasalah jika kita sebelumnya tidak membicarakannya. Misalnya jika kita mempunyai anak, pada saat libur anak-anak tentu mengharapkan kehadiran orang tuanya secara utuh.

Hal-hal yag perlu dibicarakan tentu juga tentang jika terjadi hal-hal yang emergency, misalnya:
- Ketika anak sakit, suami sebaiknya tetap bersama kita, walau seharusnya jatah di tempat istri yang lain.
- Saat liburan, sebaiknya suami bersama kita. Dan jika istri yang lain juga mengingikan liburan bersama suami, maka sebaiknya saat liburan juga digilir. Liburan kali ini bersama dengan keluarga kita, liburan yang akan datang bersama keluarga yag lain.
- Saat ada hajatan di keluarga kita, maka suami sebaiknya bersama kita, walau sebenarnya waktunya untuk istri yang lain.

Kesannya ini masalah sepele, tapi sebenarnya ini justru sangat penting karena sebagai barometer untuk mengukur keadilan dari pihak suami.

2. BICARAKAN HAK DAN KEWAJIBAN MASING-MASING.
Setelah berpoligami, otomatis seorang suami bertambah kewajibannya,dengan kehadiran istri dan kemunginan keluarga istri. Dan tentunya kita berharap walau kewajiban suami bertambah, tapi tidak mengurangi hak kita. Misalnya hak kita untuk mendapatkan nafkah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hajat hidup.


Jika sebelum berpoligami misalnya kita setiap bulannya diberi nafkah 5 juta, maka setelah poligami pun nafkah yang diberikan tidak boleh berkurang, demikian juga jika ada kesempatan untuk rekreasi, jangan terabaikan dengan adanya kehidupan poligami suami kita.

Hal ini mungkin berpotensi terjadi kesalahan persepsi, jika tidak kita bicarakan bersama. Dan secara psikologis kemungkinan akan muncul kecemburuan –kecemburuan yang bersifat financial dengan istri kedua. Hal ini wajar, karena dengan istri kedua, suami kita seperti membangun rumah tangga baru, sehingga banyak yang harus dipenuhi, sementara bagi kita hal tersebut sudah terpenuhi.

Yang jelas, dengan suami berpoligami, kita harus banya bertoleransi baik dengan suai kita, demikian juga dengan istri barunya. Bahkan konflik bisa juga tumbuh pada anak-anak yang justru erasa lebih kehilangan sosok bapak diibanding kita.



3. BICARAKAN TENTANG HUBUNGAN SOSIAL

Dalam bermasyarakat, tentu kita menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Dan tak jarang kita dilibatkan dalam acara-acara dengan keluarga, kerabat maupun lingkungan sosial di sekitar kita. Jika kita monogamy, tentu hal tersebut tidak menjadi masalah. Tetapi jika poligami, kemungkinan muncul konfik, karena suami harus memilih dengan istri yang mana yag mendampingi suami dalam hubungan sosial tadi.

Jika suatu acara diselenggarakan oleh masih kerabat salah satu pihak istri, maka tentu istri yang bersangutan yang akan mendampingi. Dan dalam acara yag diselenggarakan oleh keluarga suami, kemungkinan jika kedua istri akur, akan hadir kedua-duanya bersama-sama. Tetapi jika tidak, apakah istri yang pertama, atau istri yang kedua?

Demikian juga jika acara diselenggaraka oleh lingkungan sahabat suami, istri yang mana yang akan diajak? Apakah istri pertama,atau istri kedua? Yang jelas kedua istri mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu, sebelum masalah ini timbul yang bisa menyebabkan salah satu istri merasa tidak diperlakukan secara adil, maka sudah sewajarnya hal ini dibicarakan dengan suami.

4. KETERBUKAAN TENTANG HARTA YANG TELAH DIPEROLEH
Ini mungkin yang bisa menjadi konflik yang paling krusial, adalah masalah harta. Ketika tidak berpoligami saja, masalah gono-gini bisa menjadi masalah besar, apalagi jika kemudian berpoligami.

Jika suami kita tidak berpoligami, maka bagian masing-masing adalah ½ dari harta yang diperoleh selama perkawinan. Istri mendapat ½ demikian juga suami.Dengan suami menikah lagi, maka semua harta dibagi 3, masing-masing 1/3 bagian. Hal ini jika dilihat dari sisi jumlah pembagian.

Masalah yang muncul, justru menentukan mana harta-harta yang diperoleh sebelum poligami, dan mana harta-harta yang di dapatkan setelah poligami. Untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi, maka sebelum suami melakukan poligami, ada baiknya suami dan istri tersebut melakukan inventarisasi atas harta bersama yang sudah diperoleh.

Dan jangan lupa juga dokumen-dokumen atas harta bersama tersebut dipegang baik oleh pihak istri maupun pihak suami. Jika dokumennya hanya satu,seperti setifikat kepemilikan, sebaiknya dibuatkan copy yang dilegalisir pejabat yang mengeluarkan akta tersebut.

Demikian juga rekening-rekening bank, sertifikat deposito dan surat-surat lain yang mempunyai nilai ekonomis.Kita jangan kuatir dianggap orang matrialis, tapi justru kita melindungi diri dari hal-hal yang tidak kita inginkan. Kita harus berprinsip, apakah ketika kita menghadapi masalah, orang-orang yang mencibir atas sikap kita menginvetarisir harta gono-gini akan membantu kita?

Hal-hal di atas hanyalah sebagian kecil yag harus disiapkan oleh seorang istri yang akan menghadapi suami yang berpoligami.Dengan mempersiapkan hal-hal ini, kita bisa menghindari sikap ketidakadilan dari suami., karena surat pernyataan berlaku adil yang dibuat suami belum bisa menjamin suami akan bisa berlaku adil.
(sumber gambar: www.bentarabudaya.com)



Tidak ada komentar: