Rabu, 12 November 2008

Mama, kenapa harus ada hukuman mati?

Mama, kenapa harus ada hukuman mati? Ini pertanyaan dari gadis kecilku.Sebenarnya mudah jawabnya, tapi menjadi sulit karena saya adalah segelintir orang yang tidak setuju dengan hukuman mati,sementara fakta berbicara bahwa hal ini masih berlaku di Indonesia, dan tentunya saya juga harus bisa menjawab "agak proporsional" sehingga anakku tidak menjadi bingung.

Sehari sebelumnya mereka juga sempat membaca beragam informasi tentang hukuman kepada Amrozi cs, bahkan ada kalimat "mereka mati syahid, mereka adalah syuhada (Insya Allah)'.

Akhirnya kami telibat diskusi panjang, tentang perjalanan Amrozi hingga harus menghadapi regu tembak. Mereka juga menanyakan kenapa Amrozi tidak mau ditutup matanya, sementara ketentuan yang lain, misalnya diikat tangannya, dijantungnya diberi tanda untuk sasaran tembak, jara regu tembak dll dipatuhi Amrozi.

Yang lebih buat saya juga agak bingung menjawabnya, mereka menanyakan jarak waktu setelah di tembak dan baru meninggal (menurut pemberitaan, 10 menit), Amrozi cs masih sadarkan diri? Kasihan sekali harus meregang rasa sakit dan menghantarkan nyawanya selama 10 menit dalam posisi berdiri dan tangan diikat.

Kembali ke pertanyaan kenapa masih ada hukuman mati,saya menjawab bahwa negara kita masih menganut hukuman mati, dan ini hanya segelintir negara di dunia (kalau tidak salah hanya 13 negara saja), selebihnya sudah tidak memasukkan hukuman mati dalam sistem pidana di negaranya.

Soal sejarahnya, berliku dan bisa diperdebatkan, karena dalam Islam juga membolehkan hukuman mati (pada masa itu), tapi dalam Islam juga mengenal hak pengampunan, dimana jika keluarga korban sudah mengampuni, maka hukuman mati itu bisa tidak dilaksanankan.

Andai masalah ini kita kembalikan ke Amrozi, sangat sulit. Karena banyaknya korban yang meinggal (220 orang), dan tentu semua berbeda reaksinya tehadap ampunan kepada Amrozi cs. Contoh saja, perkumpulan gereja di Autralia sebagai korba terbanyak, telah mengampuni dan telah menyerukan agar eksekusi terhadap Amrozi cs dibatalkan, tapi ada seorang suami yang sengaja berbuat pidana agar bisa masuk penjara dan bisa membunuh Amrozi cs. Hal ini karena istrinya menjadi cacat fisik saat terjadinya bom Bali.

Sampai disitu gadis kecilku masih asyik mendengarkan, tersirat di matanya rasa penasaran. Aku akhirnya mencoba menjelaskan lagi, bahwa pemerintah masih memberlakukan hukuman mati pada terdakwa yang memang melakukan kekejaman yang sangat, misalnya pembunuhan berantai, membunuh pada banyak orang, dsbnya. Ini diharapkan ada efek jera bagi yang lain, sehingga kriminalitas semakin menurun.

Sepertinya gadis kecilku mulai faham, tapi masih ada penolakan pada dirinya, sampai kemudian pertanyaan muncul:"Mama setuju dengan hukuman mati?" saya jawab dengan tegas:"Gak". Saya balik bertanya lagi:"Kalau adek setuju dengan hukuman mati?" dengan tegas gadis kecilku menjawab:"Gak juga"

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Kalau gak setuju berarti gak setuju dengan qishos dong? Juga misalnya kalau tidak dihukum mati, hanya dipenjara dan kemudian bebas. Seorang anak yang ia bunuh bisa menuntut balas kematian ayahnya, ia buat hukum sendiri. Bisa2 kita juga ikut andil membuat seorang anak yang polos menjadi penjahat baru donk. "Mama, kenapa Papa dia bunuh, Ma.."