Selasa, 11 November 2008

Mendesakkah Amandemen UU Perkawinan??

Syech Puji telah mengembalikan Ulfa kepada orang tuanya. Dimana menurut kak Seto dari KPAI, dan selama masih dalam asuhan orang tuanya, syech Puji wajib memberi nafkah lahir dan menunda nafkah batin untuk Ulfa. Sepintas ini memang penyelesaian yang terbaik bagi masalah ini.Keinginan syech Puji dan Ulfa untuk dipersatukan isa terakomodir, demikian juga untuk sampai usia "dewasa" sebagaimana diamanatkan UU dapat terpenuhi.

Dalam UU Perkawinan, usia dewasa untuk menikah bagi wanita adalah 16 tahun, sedangkan pria adalah 19 tahun. Saya tidak tahu apa yang menjadi pertimbangan para pembuat UU ketika itu untuk menentukan usia 16 tahun sebagai usia yag cukup matang untuk menikah. Yang jelas saat ini WHO telah merekomendasikan bahwa usia yag "cukup" matang utuk menikah adalah usia 20 tahun. Jika di bawah itu, maka organ reproduksi nya belum cukup siap serta akan sangat mudah terkena kanker serviks. Masih menurut WHO, bahwa 50% kanker serviks disebabkan karena menikah di usia muda.

Dari kasus di atas, perlukah UU Perkawinan kita diamandemen? Jawabannya:SANGAT SEGERA DIPERLUKAN!! Banyak hal yang ada dalam UU tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat. Dan khususnya masalah usia pernikahan, UU hanya mencantumkan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi laki-laki. Dan jika akan melaksanakan pernikahan di bawah usia tersebut, maka mengajukan dispensasi pernikahan di pengadilan.

Menilik dari rumusan yang sangat sederhana tadi, tanpa ada petunjuk lebih lanjut baik Penjelasan UU maupun PP, maka hakim memeriksa perkara ini hanya berdasarkan keyakinan dan pertimbangan sendiri, yang umumya berdasarkan fakta. Misalnya jika si wanita tadi telah hamil lebih dahulu, atau telah melakukan hubungan suami istri, maka demi kemaslahatan maka hakim akan mengabulkan permohonan dispensasi kawin tersebut.

Berapa idealnya usia menikah? Jika berdasar rekomendasi WHO, maka usia yang paling ideal adalah 20 tahun untuk wanita dan laki-laki adalah usia 23 tahun. Tentu dengan semakin panjangnya usia menikah, maka tentu konsekuensinya semakin banyak yang mengajukan dispensasi pernikahan di pengadilan.Oleh karena itu, andai ada keinginan pemerintah untuk mengamandemen UU Perkawinan, maka seyogyanya juga dicantumkan hal-hal yang wajib dipertimbangkan oleh hakim dalam memutus permohonan dispensasi kawin, misalnya harus ada rekomendasi dari dokter bahwa si wanita organ reproduksinya sudah cukup matang, ada rekomendasi juga dari psikiater tentang kematanga emosionalnya, dll.

Semua syarat-syarat tadi akan sangat membantu hakim untuk membuat pertimbangan dalam memeriksa dan memutus perkara dispensasi kawin yag diajukan padanya. Ini sebagaimana permohonan ijin poligami, dimana UU sudah mencantumkan alasan-alasan poligami. Sehingga hakim dalam memutus perkara cukup mempertimbangkan alasan-alasan sebaaimana yang tercantum dalam UU tersebut.

Rasanya memang sudah saatnya UU Perkawinan kita diamandemen!!

Tidak ada komentar: