Rabu, 19 November 2008

DISPENSASI KAWIN VS WALI ADHOL



Lain dispensasi kawin, lain wali adhol. Jika yang pertama karena anak masih di bawah umur, maka orang tua mengajukan permohonan dispensasi kawin di pengadilan agar anaknya diberi ijin untuk menikah. Sedangkan wali adhol, anak yang memohon ke pengadilan untuk menetapkan wali hakim sebagai walinya, karena orang tuanya enggan menikahkan (menjadi wali).

Kedua masalahnya sangat berbeda, tapi obyeknya sama, yaitu pelaksanaan pernikahan, demikian juga subyeknya yaitu orang tua dan anak. Hanya kemudian kedudukannya berbeda. Dalam dispensasi kawin, anak dan orang tua bersatu untuk menuju ke jenjang pernikahan, sedangkan wali adhol. anak "berlawanan" dengan orang tua untuk menuju pernikahan.

PENYEBAB DISPENSASI KAWIN
Sebagaimana diatur di UU Perkawinan, batas usia minimal perkawinan, untuk wanita 16 tahun, dan untuk laki-laki 19 tahun. Jika hendak melaksanakan perkawinan di bawah usia tersebut, maka engajukan dispensasi kawin di pegadilan.

Tentu pembuat UU sudah mengkaji lebih jauh tentang penentuan batas minimal umur tersebut, baik secara sosial, mental dan kesehatan. Walau kemudian saat ini ada arus pendapat untuk lebih menambah umur batas minimal, dari 16 tahun menjadi 19 tahun untuk wanita dan dari 19 tahun menjadi 21 tahun untuk laki-laki.

Kita tak akan membahas umur, tapi mencoba hal-hal yang menjadi penyebab utama dispensasi kawin itu diajukan.
1. Telah melakukan hubungan suami-istri
Arus informasi begitu kuat yang tidak didukung oleh pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai menyebabkan begitu mudahnya remaja-remaja kita melakukan hubungan badan. Bahkan banyak dari mereka yang dengan tanpa bebannya tinggal bersama.

Tapi kebiasaan ini tentu belum bisa diterima oleh masyarakat. Dan ketika masalah ini terjadi,maka dengan serta merta orang tua si anak berinisiatif untuk menikahkan anak-anak ini.

Beberapa kasus yang saya hadapi, umumnya ini terjadi pada anak-anak yang tidak sekolah. Hanya sampai tingkat SMP, setelah itu menganggur. Dalam keadaan pengangguran yang demikian, kemudian mereka isi dengan pergaulan-pergaulan sesama remaja. Hal ini kemudian berlanjut ke hubungan percintaan.

2. Hamil Sebelum Menikah.
Ini hanya sebagai akibat dari penyebab di atas. Dalam pergaulan sesama remaja diikuti kurangnya kontrol, maka bisa berakibat hamil di luar pernikahan. Sedangkan dalam masyarakat kita, hamil di luar pernikahan merupakan aib. Dan untuk menutupi aib, maka disegerakan menikah dengan harapan anak yang lahir kelak mempunyai nasab yang jelas.

Dua minggu yang lalu, satu kasus dispensasi kawin yang saya tangani adalah seorang ibu mengajukan dispensasi kawin, dimana anaknya baru saja melahirkan.Yang memprihatinkan, bahwa si ibu tidak mengetahui bahwa anaknya dalam keadaan hamil, setelah melahirkan prematur barulah si ibu tahu anak kesayangannya telah hamil.

Dalam persidangan, kelihatan sekali raut wajah kesusahan dari si ibu. Seakan ibu tadi membawa beban yang sangat berat. Sedangkan si anak dalam persidangan tidak menunjukkan sikap yang sama, bahkan hanya cengengesan. Betul-betul seakan tidak menyadari bahwa apa yag dilakukannya telah membuat banyak orang yang susah.

3. Pemahaman terhadap agama.
Ada beberapa orang tua, memahami bahwa jika mempunyai anak gadis, dimana anak tersebut telah haid, maka segera dinikahkan. Walaupun sikap-sikap demikian tidak banyak diikuti, tapi yang jelas masih ada.

Seperti apa yang dilakukan tetangga saya. Anak wanitanya belum genap berusia 14 tahun, masih menuntut ilmu di pesantren, tapi oleh orang tuanya anak ini dikawinkan dengan sahabat pengajian bapaknya yang berusia 24 tahun.

Sebagai tetangga,ketika orang tuanya bertemu saya di pengadilan, saya hanya ungkapkan harapan saya agar menunda kehamilan sampai anak ini berusia 20 tahun. Karena rasanya tak mungkin kita mematahkan keyakinan seseorang.

PEYEBAB WALI ADHOL

Setiap pernikahan, disyaratkan adanya wali bagi wanita. Maka jika pernikahan tidak dipenuhi syarat adanya wali bagi wanita, maka pernikahan tersebut adalah batal. Ini sebagai gambaran betapa pentingnya kedudukan sebagai wali nikah.

Umumnya yang menjadi wali nikah adalah orang tua kandung. Dan jika memang orang tua berhalangan, bisa diwakilkan oleh paman, kakek, saudara laki-laki sebagai wali nasab. Atau jika semuanya berhalangan maka bisa diwakilkan wali hakim.

Bagaimana jika orang tua ada tetapi tidak mau (enggan) menikahkan anaknya? Jika ini yang terjadi,maka anak tersebut boleh mengajukan permohonan wali adhol di pengadilan.
Adapun penyebab orang tua anak tersebut enggan menjadi wali antara lain:
1. Status sosial.
Disini umumnya terjadi jika status sosial perempuan lebih tinggi dari status sosial laki-laki. Orang tua beranggapan jika anak gadisnya menikah dengan laki-laki yang statusnya lebih rendah, maka hanya membuat malu keluarga. Merasa harkat dan martabatnya turun.

2. Berbeda agama, atau bukan dari keluarga yang setaraf pengamalan agamanya.
Sangat dipahami jika berbeda agama menjadi penyebab seorang bapak menolak anak gadisnya menikah dengan laki-laki yang berbeda keyakinan. Tapi umumnya terjadi adalah seorang bapak melihat bahwa calon suami anaknya pengamalan agamanya kurang, dalam kata lain, berada jauh di bawah pengamalan agama yang dilakukan bapaknya.

Disini memang agak sulit memahaminya, karena tidak ada standar baku untuk menilainya. Walau calon suami si anak telah melakukan rukun Islam, tapi menurut bapaknya tetap masih di bawah standarnya, maka dapat dipastikan si bapak enggan menikahkan anaknya dengan calon suami tadi.

3. Pernah mempunyai masalah "sosial".
Sulit saya merumuskan kata-kata yang tepat. Tapi sebagai gambaran ini terjadi jika pernah terjadi masalah (baik kecil maupun besar) antara keluarga wanita dan keluarga pria. Maka sudah dapat dipastikan pasti muncul penolakan. Hanya karena laki-laki tidak memerlukan wali, maka laki-laki dapat meminimalisir pertentangan dari keluarganya.


Hal ini banyak terjadi pada keluarga yang jarak rumahnya agak dekat (satu lingkungan) yang menyebabkan dua keluarga tadi saling mengetahui keadaan masing-masing, bahkan mungkin pernah terjadi perselisihan sesama tetangga. Jika ini terjadi, maka sangat sulit untuk mengajak masing-masing orang tua menurunkan gengsinya dan menerima keinginan anak-anak mereka utuk menikah.

4. Status duda.
Tentu sebagai orang tua, status anak menjadi pertimbangan, apakah jejaka atau duda. Jika dudapun, masih dipertmbangkan, duda cerai atau duda mati. Yag kerap menjadi masalah jika calon suami anak tersebut akan menikah dengan duda cerai.

Umumnya orang tua masih sulit menerima jika calon menantunya adalah duda cerai, apalagi jika anaknya masih gadis. Kecurigaan-kecurigaan dan kekhawatiran pasti muncul.Apa penyebab perceraia, bagaimana jika kelak anaknya juga menjadi korban perceraian, dll.

Dan sikap ini kadang tak bisa luluh, walaupun anak gadisnya telah berusaha meyakinkan bapaknya bahwa calon suaminya adalah yang terbaik. Dan jika hati bapak tidak bisa luluh, maka satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah mengajuan permohonan dispensasi kawin di pengadilan.

Dari dua macam perkara, UU tidak merumuskan sedetil-detilnya hal-hal yang harus dipertimbangan hakim. Maka hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga memutus perkara tersebut dengan seadil-adilnya. Yang jelas sebagaimana setiap putusan hakim harus bernialai:keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya, ingin menikahi kekasih saya..namun kekasih saya ingin menggunakan wali adhol yang dikarenakan orang tuanya sangat amat tidak setuju jika anaknya saya nikahi, tapi saya takut pengadilan dibeli oleh org tua dia, karena mereka org kaya dan akan melakukan apa saja untuk menghalangi pernikahan kita, bagai mana solusinya. thx