Jumat, 05 Desember 2008

ANAK SEKOLAH HAMIL TAK BOLEH SEKOLAH?


Bapak di hadapan saya tak bisa menahan airmatanya ketika saya tanyakan bagimana sekolah anaknya pasca anaknya hamil. "Kami dipaksa untuk membuat surat pernyataan mengundurkan diri bu",jawaban yang sagat singkat tapi membuat pikiran saya berkecamuk.
"lho.....lho.....kebijakan apalagi yang diambil sekolah ini" batinku menahan geram melihat fakta yang ada di hadapan saya.

Yah...!! tadi pagi saya menyidangka perkara dispensasi kawin, dimana seorang anak laki-laki berusia 18 tahun ingin menikah. Karena umurnya masih kurang dari 19 tahun sebagaimana yang ditentukan UU Perkawinan, maka orang tua anak tersebut mengajukan permohonan dispensasi kawin di pengadilan.

Penyebab diajukannya permohonan dispensasi kawin ini adalah karena anak laki-laki ini telah menghamili teman sekolahnya yang menjadi pacarnya. Usia calon istri masih 17 tahun. Ini "lolos" tak perlu mengajukan dispensasi kawin, karena batas minimal pernikahan seorang wanita adalah 16 tahun.

Yang membuat saya "geram" adalah kebijaksanaan yang diambil sekolah, yaitu meminta mereka mengundurkan diri. Sebagai bahasa yang lebih halus dari : mengeluarkan mereka dari sekolah. Lha....dimana hak mereka sebagai anak-anak yang mempunyai hak untuk bersekolah?

Setelah selesai sidang, dimana akhirnya hakim mengabulkan permohonan dispensasi kawin tersebut, saya mencoba kontak ke Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Yogyakarta. Ternyata oleh mas Pranowo sebagai konsulen lembaga tersebut, menguatkan apa yang dilakukan oleh sekolah. Konon menurut Pranowo hal tersebut sebagai bentuk cuci tangan dari sekolah atas "aib" yang dilakukan anak muridnya.

Saya hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar penuturan dari LPAI tadi. Saya kemudian mencoba menggali lagi peranyaan, apa peran LPAI jika menghadapi masalah seperti ini. Jawaban kemudian yang membuat saya agak bisa menarik nafas lega bahwa LPAI mengadakan pendampingan, agar anak ini bisa diterima kembali di sekolahnya.

Kami berdiskusi panjang lebar, yang rasanya saya menganggap ada "pelanggaran hukum" yang dilakukan sekolah ketika meminta anak yang bermasalah tadi mengundurkan diri. Dan kebijakan sekolah ini bukanlah kebijakan mendidik anak, tetapi menghantarkan anak pada masalah baru. Bukankah pendidikan anak adalah tanggug jawab kita ersama. Justru ketika anak-anak kita menghadapi masalah, bukan kita keluarkan, tetapi justru membantu anak tersebut menyelesaikan masalah.

(Setelah ini saya akan mencoba mengkaji aspek hukumnya)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

loh bukannya saat awal masuk sekolah, anak dan orang tua sudah diminta TTD kesanggupan bersedia dikeluarkan jika ketawan memakai narkoba, berurusan dgn polisi, membawa pistol/senjata tajam, hamil dan juga menghamili yah?