Rabu, 10 Desember 2008

GERAKAN MENIKAH DI USIA MATANG

"Bu, pokoknya saya harus menikah sekarang", kata si Lanang di hadapan saya.
"Kenapa tidak menunggu umurmu cukup dewasa, sekarang baru 17 tahun, si Denok juga masih 16 tahun. Apa modal kamu untuk sebuah rumah tangga?" saya coba menggali lagi motivasi si Lanang untuk menikah muda, yang nota benenya masih sama-sama bau kencur.
"Bu, saya mau ke sumatera, mau kerja di kebun sawit. Saya berharap dengan menikah, maka ada yang mengurus saya, ada yang memasakkan saya", dengan mantapnya si Lanang menjawab.
"Apa si Denok sudah bisa memasak? Apa si Denok bisa mengurus dirimu? Wong dia mengurus dirinya saja belum bisa!!!", saya mencoba memberi pertanyaan untuk menyadarkan lagi atas tekad tanpa modal dari si Lanang.

Mendengar pertanyaan yang terakhir, si Lanang hanya terdiam, hanya kepalanya saja yang menggeleng, tanpa berani menatap saya lagi.
"Lanang, pernikahan itu memang adalah keniscayaan. Semua makhluk menginginkan dibangun sebuah pernikahan, karena ini merupakan sunatullah yang menciptakan setiap makhluk berpasang-pasangan. Tapi semua itu harus dipersiapkan dengan matan, bukan hanya dengan bermodal keinginan dan nafsu", lanjut saya sekedar menyadarkan Lanang atas tekad yang tanpa persiapan matang. Kemudian saya sedikit membeberkan bagaimana resiko kesehatan reproduksi jika mereka menikah muda, bahwa pernikahan juga membutuhkan kesiapan ekonomi dan kematangan emosi.

Pada akhirnya, kami majelis hakim harus menolak keinginan Lanang tadi. Pertimbangan hakim, lebih banyak mudharat yang akan dihadapi si Lanang dan si Denok jika menikah pada usia yang sangat muda. Dan ada pertimbangan lain yang tidak kami masukkan dalam putusan, bahwa tak ada alasan yang mendesak (seperti wanitanya sudah hamil duluan) yang mengharuskan kami untuk mengabulkan permohonan menikah di bawah umur ini (dispensasi kawin. Hal ini juga untuk pembelajaran pada masyarakat bahwa tidak setiap permohonan dispensasi kawin, harus dikabulkan. Khusus untuk perkara saya, dalam sebulan ini sudah 2 perkara dispensasi kawin yang saya (majelis) tolak.

Banyak (bahkan bisa dikatakan terlalu banyak) perkara dispensasi kawin yang diajukan di pengadilan agama. Bahkan tahun ini di PA Bantul, mencapai 60 perkara. Inipun hanya seperti gunung es. Artinya di masyarakat pernikahan dini lebih banyak terjadi.Sungguh sangat memprihatinkan.Di tulisan sebelum ini (dispensasi kawin vs wali adhol) saya sudah sedikit memaparkan tentang penyebab banyaknya kasus dispensasi kawin. Saat ini saya ingin mencoba membuat semacam GERAKAN MENIKAH DI USIA MATANG. Walau rasanya obsesi ini masih jauh, karena ini bukanlah pekerjaan mudah.

Ada beberapa alternatif sebagai awal gerakan yang saya pikirkan, al:
1. MEMANFAATKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG TELAH ADA.
Tidak bisa kita pungkiri, PKK telah banyak yang dilakukan dan menunjukkan keberhasilannya dalam pemberdayaan masyarakat. Saya berpikir,untuk sifatnya masalah-masalah keluarga, PKK merupakan media terbaik. Kader-kader PKK adalah ujung tombak penyampaian ide dan program, sehingga jika ini bisa dimanfaatkan dengan baik dan maksimal, maka info tentang pernikahan di usia matang lebih mudah sampai di masyarakat.
2. PENDEKATAN BERSIFAT PERSUASIF DAN PENYADARAN MANFAAT, (BUKAN PENDEKATAN HUKUM).
Ketika orang berbicara tentang sesuatu yang berkenaan dengan hukum, yang ada di benak orang adalah sesuatu yang berbau pasal, yang berbau aturan yang berkesan kaku. Maka jika ini kita lakukan, masyarakat hanya menganggap itu sebagai aturan, dan tidak tertarik untuk membuka diri melihat itu sebagai hal yang semestinya dilaksanakan. Karena aturan itu dibuat juga berdasar keadaan empiris di masyarakat.
Sebaiknya dibuat pendekatan-pendekatan yang bentuknya penyadaran bahwa menikah dini mempunyai resiko yang berkaitan dengan kesehatan, beresiko terhadap kelanggengan berumah tangga karena belum siap secara emosi. Ini bisa dengan banyak cara, misalnya membuat buku saku tentang pernikahan yang ideal, pendekatan ke remaja-remaja usia sekolah. dll

Dua hal kecil tapi berat, dan perlu kerja keras untuk mengaplikasikannya di tengah masyarakat. Tapi yang harus diingat, untuk apa pemerintah menaikkan alokasi dana pendidikan sebesar 20%, jika anak-anak kita sudah menikah pada usia dini. Masa depan mereka terhenti sampai disitu, berarti masa depan bangsa juga tak bisa beranjak menuju kepada perbaikan yang lebih menjanjikan.

Tidak ada komentar: