Untuk sebagian orang, datang ke pengadilan adalah sebuah momok. Apalagi yang sudah punya pengalaman dan berurusan dengan perkara. Capeek deeeh..... mungkin itu komentar yag paling umum dan sering kita dapatkan.
Tentu!! karena siapa sih yang mau membelit hidupnya dengan perkara dan persoalan yang membuat kita hidup dalam ketidaknyamanan. Tapi jika memang kita harus berurusan dengan pihak pengadilan, maka mau gak mau itu semua harus kita hadapi.
Apapun perkaranya, baik perkara perdata maupun perkara pidana, semuanya menjenuhkan. Banyak sekali proses yang kita hadapi, sejak pembacaan dakwaan dalam perkara pidana atau pembacaan gugatan dalam perkara perdata sampai pada proses pembacaan putusan. Ini masih belum bisa dilaksanakan jika setelah pembacaan putusan masih ada para pihak yang mengajukan upaya banding.
Maka khususnya dalam perkara perdata, selalu diupayakan perdamaian bagi kedua belah pihak yang bertikai. Karena dengan perdamaian, putusan yang dihasilkan jauh lebih dapat diterima, dibanding jika diselesaikan melalui putusan pengadilan. Untuk proses perdata, sangat diperlukan kelapangan dada untuk saling bisa menerima, tak semua keinginan kita harus dipenuhi, tapi tak semua keinginan lawan harus kita tolak.
Seperti kasus gugatan gono-gini yang saya hadapi. Mantan istri mengajukan gugatan harta gono-gini yang didapat selama perkawinan. Majelis hakim tak henti-hentinya mengupayakan cara musyawarah. Baik mediasi yang dilakukan oleh mediator,juga upaya damai di dalam sidang. Tapi sampai sampai tahap pembuktian, upaya itu tidak berhasil. Semua keukeh pada pendirian, dimana mantan istri tetap menuntut sementara mantan suami bersikeras takkan memberi dengan berbagai alasan.
Mungkin karena merasa jenuh karena prosesnya lama, maka kemudian si istri melunakkan tuntutan. Pada awalnya, suami masih keukeh dan merasa karena perkara ini sudah terlanjur masuk ke pengadilan, maka harus tetap dilanjutkan. Karena mantan suami sudah malu dan kepalang basah.
Oleh majelis hakim, sikap lunak istri sebagai salah satu celah untuk melunakkan hati mantan suaminya. Maka majelis kemudian memberi berbagai macam motivasi, dengan harapan suami juga bisa melunak. Walau awalnya suami menolak, tapi hanya dalam hitungan menit setelah majelis berbicara, keadaan berubah 180 derajat. Suami yang tadinya garang, justru menangis sesengukan, dan menyadari sikap kerasnya selama ini.
Ini menunjukkan bahwa mengalah itu bukan berarti kalah. Sikap penggugat (mantan istri) yang mengalah, justru membuahkan hasil yang menakjubkan, karena mantan suaminya justru berbalik arah, yang awalnya keras, berubah menjadi lunak dan meluluskan keinginan sang istri.
2 komentar:
ini pasti salah satu majlis hakimnya adalah temanku yang pandai bla bla bla itu yah...
Hebat.....bisa melemaskan sesuatu yang sebelumnya keras. tapi pada saat tertentu pasti bisa juga mngeraskan yang sebelumnya lemas he he
cep
Kok pintar bangeeeet kakangku ini, imaginatif!!! Sukses kang!!
Posting Komentar