Jumat, 26 Desember 2008

BELAJAR MEMBATIK KAYU DI DESA WISATA KREBET BANTUL



Tak jauh dari perumahan kami ada desa wisata Krebet. Walau kami sudah menempati rumah ini hapir 10 tahun, tapi belum pernah menginjakkan kakinya kesana. Sore kemarin, saat jaan-jalan mengitari Bantul, terbersit rasa penasaran untuk mendatangi desa wisata krebet tersebut,

Dengan hanya berbekal petunjuk arah yang biasa ada mendekati persimpangan jalan, kami menelusuri arah menuju krebet. Jika arahnya dari desa industry kasongan, arah menuju barat kurang lebih 4 km. Sesampai perempatan bangunjiwo, kita belok ke kiri (selatan) ikuti jalan itu kurang lebih 1 km, kita akan mendapati pertigaan, yang ke kiri (timur) kea rah Bantul,goa Selarong, sedangkan terus kurang lebih 3 k, menuju desa wisata Krebet.

Kami mengikuti petunjuk. Tidak sulit karena tak ada jalan bercabang. Jalannya cukup luas, cukup untu dilewati dua mobil. Terasa betul kami akan memasuki perkampungan, karena jalan yang kami lewati banyak yang masih berupa hutan jati. Agak mendaki dan berkelok untuk bisa sampai di dusun Krebet.

Ketika memasuki dusun Kreet, suasana “desa kerajinan” seakin terasa. Di sepanjang jalan dipenuhi petunjuk-petunjuk galeri-galeri. Ada yang member nama pribadi seperti Anton Gallery, ada juga yag member nama pewayagan, seperti Punokawan gallery.

Sengaja kami masih menelusuri desa, ingin mengetahui sampai di ujung mana desa wisata ini berakhir. Dan memang sepanjang jalan, berjejer rumah-rumah yang memproduksi berbagai macam handycraft. Mereka memproduksi untuk pesanan luar, dan juga memajangnya untuk wisatawan yang datang. Walau nyaris tak ada wisatawan yang datang. Tak bisa disamakan dengan desa wisata Kasongan, dimana ketika kita melewati jalan menuju kasongan, mobil-mobil wisatawan memenuhi depan gallery pemuat grabah.

Sesampai ujung desa, dan kami perkirakan tak ada lagi pengrajin, mobil langsung berbalik.Dan dari sekian banyak galeri yang ada, pilihan jatuh pada Punokawan galeri, karena disini ada pelajaran membatik. Papa tak perlu mencari parker, karena jalanan sepi dan kita bisa leluasa memilih tempat parkir.

“Kulo nuwun”, sapaan khas orang Jawa saat kita memasuki rumah.

“Monggo…..” dengan ramah penghuni rumah yang saya duga sebagai pekerja kerajinan menjawab.

“Mbak, apa disini anak-anak bisa belajar membatik?”

“Bisa bu, anak-anak bisa belajar membatik kayu, kami ajarkan selama 1 jam dengan biaya Rp 25 rb tiap anaknya. Dan kami akan memberikan alat serta media membatik, yang nanti bisa dibawa pulang”.

“Oke, tolong ya mbak, anak-anak saya ingin belajar membatik kayu”.

Tak berapa lama,setelah mereka mempersiapkan media batik dan melukisnya, anak-anak langsung diberi bangku untuk duduk. Di samping anak-anak sudah ada lilin paraffin serta kompor kecil dan wajan kecil yang berisi lililnparafin cair.

Mulailah Vansa dan Caysa diajari cara memegang canting serta cara duduk ketika membatik. Cara duduk, lutut harus disatukan sebagai penempu kekuatan, sehingga saat kita membatik, media dan tangan kita tidak bergoyang-goyang. Cara menorehkan lilin juga tak perlu terlalu ditekan, sehinggamembatiknya lebih mudah dan lancar.

Khusus meniup lilin saat aru diambil dari wajan, ternyata harus dengan keakhlian khusus, tak semua orang bisa melakukannya. Alih-alih untuk memperlancar jalannya lilin di canting. Malah bisa menyebabkan lilin muncrat dari canting. Alhasil anak-anak tidak diajarkan meniup canting. Cukup setelah menorah lilin, sisa lilin yang decanting ditupahkan lagi dan diambil lilin yang baru.

Vansa yang sudah pernah belajar membatik kain, sudah terlihat lincah. Ini diakui oleh mbak-mbak yang mengajari Vansa. Caysa yag baru pertama kali pegang canting dan pada dasarnya jarang membuat kerajinan, agak kaku.Tapi dengan ketelatenan mbak pengajar, serta ketekunan Caysa, akhirnya Caysa lumayan juga bisa membatik.

Tidak berselang lama, proses membatik sudah selesai. Proses kemuadian adalah pewarnaan kayu. Kayu yang sudah dibatik, kemudian diberi warna. Warna merah dipilih, biar cerah. Memberi warna harus beberapa kali diulang, biar seluruh permukaan kayu tertutup sempurna.Dan terakhir adalah memasak kayu, agar lilin-lilin yang menempel bisa meleleh.

Maka langsung kelihatan betapa indahnya membatik kayu. Kelihatan ekspresi kepuasan dari anak-anak atas hasil membatik kayu mereka. Apalagi di belakang topeng, mereka menorehkan nama masing-masing. Dan sebelum beranjak pulang, topeng batik tadi diberi pengait, biar sesampai di rumah bisa langsung dipajang.

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.