Di hari hak asasi manusia 10 Desember ini, saat sebagian orang turun ke jalan menyuarakan tentang hak politik, hak sebagai warga negara, dan segala macam hak, yang membuat kita terpekur dan menganggukkan kepala membenarkan. Saya mendapatkan 2 orang wanita yang menorehkan hak, yang mungkin bagi orang masalah sepele. tapi bagi saya 2 orang wanita ini adalah wanita tangguh yang memperjuangkan hak yang paling azasi yaitu hak atas harga diri dan hak atas hidup.
HAK ATAS HARGA DIRI.
Sebutlah wanita ini bernama Suprapti, dia menikah dengan seorang duda bernama Suprapto yang ditinggal mati oleh istrinya dengan 2 orang anak yang masih kecil.
Tujuan Suprapti menikah, selain pemenuhan seksual, juga untuk menjaga anak-anak Suprapto yang tak punya ibu lagi. Maka atas kehendak ibu dan kakak Suprapti, maka menikahlah Suprapti dengan Suprapto.
Beberapa saat setelah menikah, karena mereka kemudian tinggal di tempat Suprapto, banyak sekali persoalan yang harus di hadapi Suprapti. Baik dengan ibu mertua, maupun dengan anak-anak tiri, sementara Suprapti mulai mengandung anak. Dengan beban yang begitu berat, palagi perlakuan Suprapto yang seakan-akan perkawinan atas kehendak orang tua serta kakak Suprapti, sementara Suprapto hendak memilih wanita tetangganya, membuat Suprapti tertekan dan sering sakit-sakitan.
Karena sering sakit-sakitan, maka untuk menenangkan maka Suprapti sering pulang ke rumah orang tuanya. Karena di rumah orang tuanya Suprapti yang lagi mengandung mendapatkan kedamaian. Ini semua dilakukan Suprapti untuk menjaga bayi yag dikandungnya supaya secara psikologis nyaman.
Oleh Suprapto, sikap-sikap Suprapti ini dianggap sebagai sikap pembangkang seorang istri terhadap suaminya. Sampai ketika anak lahir, tak ada sedikitpun bantuan baik finansial bagi kelahiran anak tersebut. Padahal Suprapti melahirkan dengan cara dioperasi. Alih-alih ketenangan batin yang didapat Suprapti, malah kemudian Suprapto mengembalikan Suprapti kepada orang tuanya.
Setelah 2 tahun lebih berlalu, ternyata Suprapto mengajukan perceraian di pengadilan dengan berbahagai alasan di atas. Suprapti pasrah, tetapi mengajukan tuntutan balik berupa nafkah yang hampir 3 tahun terabaikan sebesar 30 juta.
Atas permohonan Suprapti tersebut, dijawab oleh Suprapto bahwa hanya akan sanggup memberikan 2 juta untuk hampir 3 tahun yang tak pernah diberi nafkah. Dan jika Suprapti tidak mau menerima, maka biarlah perkawinan ini dilanjutkan dengan status yang tidak jelas.
Mendengar pernyataan suaminya, Suprapti hanya bisa meneteskan airmata, dan di antara isak tangisnya Suprapti bertutur: "Biarlah bu hakim, jika memang hanya itu yang bisa diberikan suami saya. Moga-moga itu memang sebuah kejujuran dari ketidakmampuannya. Dan jika yang dikatakannya adalah kebohongan, maka ternyata suami saya begitu rendahnya menilai hak anaknya dengan memberikan 2 juta untuk hidup layak selama 3 tahun. Insya Allah harga diri anak saya akan saya perjuangkan dengan memberikan anak saya kehidupan yang layak tanpa harus tergantung dengan bapaknya yag tak memberikan perhatian. Ini adalah harga diri kami bu hakim"
Kami majelis hakim terdiam, mendengarkan dengan sayup-sayup kalimat yang keluar dari mulut seorang wanita tangguh yang membela hidup anaknya sebagai bagian dari harga dirinya. Suara wanita tangguh sebagai ibu yang hebat, yang membela anak.
Akhirnya, walau wanita tangguh tadi mau menerima pemberian suaminya yang 2 juta,oleh majelis hakim kami membebankan lebih dari 2 juta sebagai bagian hak hakim untuk membebankan kepada suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut'ah kepada istrinya.
HAK ANAK UNTUK HIDUP.
Hari ini juga ada Suprapti yang lain, yang menggugat suaminya karena suaminya Suprapto yang berselingkuh sampai menghasilkan anak yang justru dirawat oleh Suprapti.
Dalam persidangan dengan menggendong seorang bayi berusia 10 bulan, Suprapti dengan tegarnya mencabut gugatannya demi anak yang kini dirawatnya.
"Bu Hakim, saya datang untuk mencabut perkara ini" kata Suprapti dengan mantap.
"Alhamdulilllah, tapi apa alasan saudara mencabut perkara ini?" terbetik rasa penasaran. Karena jika membaca surat gugatan yang diajukan, betapa banyak alasan-alasan untuk mengajukan perceraian. Antara lain Suprapto yang yang berselingkuh hingga mempunyai anak, Suprapto yang sering ringan tangan, dan lain-lain alasan yang rasanya sangat mendukung proses perceraian mereka.
"Anak ini, anak hasil hubungan suami saya dengan wanita lain yang membuat saya mencabut perkara ini" kata Suprapti sambil mengelus-ngelus anak yang digendongnya. Sedangkan si anak begitu menikmati dengan elusan Suprapti tadi, dia tampak tenang dalam gendongan Suprapti. Matanya begitu teduh kadang memandang Suprapti dan kadang memandang majelis hakim.
"Bu, anak ini saya ambil, saya rawat dan saya asuh dengan penuh kasih sayang. Anak ini telah disia-siakan oleh selingkuhannya suami saya. Saya tidak tega dengan anak ini. Dia punya hak hidup, hak mendapat kasih sayang. Dan saya akan memberikannya karena ibu kandungnya menyia-nyiakan", lanjut Suprapti.
"Lalu apa hubungannya dengan niat saudara mencabut perkara ini?" tanya saya ingin mengupas lebih jauh lagi.
"Bu, jika saya berpisah dengan suami saya, maka otomatis saya akan dipisahkan oleh suami saya dengan anak ini. Mungkin saja suami saya bisa mendapatkan wanita lain, dan anak ini bisa dipelihara oleh wanita tersebut. Tapi saya ragu, karena ibunya saja menyia-nyiakan, lebih baik saya yang bertahan dengan suami saya biar anak ini bisa lebih terawat.
Mendengar penuturan wanita tadi, saya hanya terdiam. Ah....betapa tangguhnya Suprapti kita ini. Dia korbankan dirinya demi seorang anak yang semestinya anak tersebut dia benci.Lebih baik dia bersabar agar anak ini tak tersia-siakan oleh orang lain, bahkan oleh ibu kandungnya sendiri.
Dua Suprapti tadi telah menyadarkan kita, sebagai wanita kita bisa memperingati hari hak asasi manusia tanpa perlu turun ke jalan. Kita bisa berjuang dari hal-hal terkecil, yang penting bermakna. Rasanya kita harus banyak belajar dari 2 Suprapti kita ini. Hidup wanita Indonesia...Selamat Hari Hak Asasi Manusia, 2 Suprapti tadi telah memperingati hari HAM ini dengan cara mereka masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar