Sepertinya judul tulisan ini terlalu bombastis. Ternyata tidak juga.... karena fakta di hadapan saya menyatakan demikian.
Tersebutlah Suprapti menikah dengan Suprapto pada tahun 1992. Suprapti janda kemudian menjadi iatri kedua dari Suprapto (dipoligami). Berjalannya waktu, pada tahun 2008 terjadi perceraian antara Suprapti dan Suprapro.
Saat ini, Suprapti mengajukan gugatan harta gono-gini yang diperoleh semasa perkawinan antara tahun 1992-2008. Dalam gugatan balik, Suprapto meminta majelis hakim memperhitungkan sebuah rumah yang telah dimiliki oleh Suprapti pada tahun 1989 (sebelum pernikahan dengan Suprapto) karena saat gempa rumah yang retak-retak tersebut tersebut telah direnovasi kembali oleh Suprapto dengan dana pokmas.
Menurut Suprapto, dana pokmas tersebut harus dianggap "penghasilan yang didapat dalam masa perkawinan", yang nota benenya adalah gono-gini. Tentu Suprapti mengelak, karena dana pokmas tersebut bukanlah kepada KK yang atas nama Suprapto, tetapi kepada pemilik rumah, yaitu Suprapti. Artinya ini adalah "hibah" kepada Suprapti dan tidak bisa dikatagorikan sebagai gono-gini.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan gono-gini?
Dalam pasal 35 Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa: "Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama".
Sedangkan pasal 37 Undang-undang ini menyebutkan: " Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing".
Dalam Kompilasi Hukum Islam, harta bersama ini diatur dalam cukup banyak pasal yaitu dari pasal 85 sampai dengan 97. Dan dalam KHI harta bersama ini lebih rinci sampai pada jumlah hak masing-masing, yaitu masing-masing setengah bagian.
Kembali ke masalah di atas, maka harus ditentukan dahulu, apakah dana pokmas yang digulirkan akibat gempa sebagai gono-gini atau hibah kepada pemilik rumah. Menilik dalih dari Suprapto, bahwa bantuan pokmas akibat gempa adalah harta bersama, karena datangnya pada saat perkawinan bisa saja dibenarkan. Tetapi memahami pendapat Suprapti bahwa pokmas ini sebagai hibah atas pribadi pemilik rumah bisa juga dipahami.Ini semua tentu tergantung kearifan dan kemahiran hakim menganalisa apakah pokmas (bantuan pemerintah) ini sebagai harta bersama atau hibah kepada pemilik rumah.
Alhasil rasa-rasanya judul di atas bukanlah hal yang bombastis, karena UU memang tidak megatur bahwa bantuan pemerintah sebagai goo-gini atau bukan. Artinya bantuan pokmas saat gempa memang "mengacaukan" gono-gini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar