Minggu, 18 Januari 2009

MENCOBA "MENOLAK" PENGEMBALIAN DENGAN PERMEN

Rasanya sudah "jamak" jika kita belanja di super market, untuk jumlah uang kecil, berkisar 50-100rupiah kita sebagai konsumen dikembalikan dengan "permen".
Mungkin sebagian orang kurang setuju, tapi pasrah saja.

Ini semua karena "akal-akalan" supermarket yang memberi harga yang sudah tidak umum. Misalnya kue diharga 215 rupiah. Jika kita membayar 500 rupiah, seharusnya dikembalikan 285 rupiah. Tapi umumnya dikembalikan 200 rupiah berbentuk uang, dan sebuah permen. Artinya permen tadi sebagai pengganti uang kita yang 85 rupiah.

Dan saya termasuk tidak setuju dengan pengembalian dengan permen. Selama ini saya mengambil sikap untuk meletakkan permen tadi/ tidak menerima permen tadi dan berlalu begitu saja.Tapi sejak kemarin, saya mencoba untuk menolak untuk dikembalikan dengan permen. Jika mereka tidak punya uang receh tak perlu membayar dengan permen. Toh kita tidak memerlukan permen.

Dan dari dua "peristiwa" sejak kemarin sore, dimana saya menyatakan tidak mau dikembalikan dengan permen, ternyata mereka bisa mengembalikan dengan uang receh yang ada.
Peristiwa pertama, saat saya belanja di toko Progo, nilai belanja semua Rp 110.640 (aneh kan, bagaimana zaman segini kita harus membayar angka 40 rupiah). Saya menyodorkan uang 200 ribu, dimana kasir agar mudah mengembalikan, meminta tambahan 700 rupiah. Akhirnya saya membayar Rp 200.700. Berarti saya harus mendapat kembalian Rp 90.060.- Oleh kasir saya diberi 90 rb plus 1 buah permen. Saya dengan halus menolak pembayaran permen tadi, dan akhirnya kasir mengganti dengan uang 100 rupiah. Seharusnya, jika supermarket tidak siap dengan uang pengembalian, maka seharusnya harga yang dicantumkan, jangan yang menyulitkan diri sendiri.

Sebagai contoh, harga kamper shunton Rp 5.095. kenapa tidak diuatkan saja menjadi Rp 5.100, karena "hari gene" tak ada lagi pengembalian 5 rupiah. Glade Car Rp 8.230, Pepsodent Rp 5.365, Rapika Biang Rp 4.845.- Cheetos Rp 9.30.- Johnson Baby Powder Rp.4145.-dstnya. Dari contoh harga-harga di atas memang hasil akhirnya akan menyulitkan sistim transaksi. Bagaimana Jika saya hanya membeli pepsoden seharga Rp 5.365. Jika membayar Rp 5.400, apa mungkin dikembaikan Rp 35.-?
Ini semua hanyalah "akal-akalan" untuk mengelabuhi konsumen,biar terkesan harganya murah, padahal jatuhnya juga mahal, karena tidak ada pengembalian senilai selisih tadi, dan tidak mungkin toko juga mau menerima di bawah harga yang tercantum.

Yang baru saya alami, nyaris sama. Tapi harga memang "tidak seaneh" di toko Progo. Ini terjadi di toko Pitaloka, toko kue. Saya membeli kue dan roti untuk camilan anak-anak, total harganya Rp 34.700. Saya membayar dengan uang Rp 50 ribu, dan dikembalikan 15 ribu plus 3 buah permen. Lagi-lagi saya menolak secara halus jika dikembalikan permen. Akhirnya kasir meminta saya menambah uang 200 rupiah agar kasir bisa mengembalika uang 500.-.

Rasanya kita harus mulai mendidik untuk "fair" dalam berdagang. Tak perlu dengan "kamuflase" harga sehingga akhirnya konsumen juga yang dirugikan. Disamping itu kita harus memulai menyikapi diri bahwa alat pembayaran yang sah adalah uang, bukan permen. Kira-kira jika permen-permen yang kita terima tadi kemudian kita bayarkan kembali ke toko, apa toko mau manerima? Jelas jawabannya adalah : TIDAK MAU.

Oleh karena itu, marilah kita mulai dari sekarang untuk bersikap "menolak" jika uang kita dikembalikan dengan permen.

Tidak ada komentar: