Rabu, 21 Januari 2009

KENAPA WANITA PNS TAK BISA JADI ISTRI KEDUA?

Rasanya sudah menjadi pemahaman bersama jika wanita PNS tidak bisa menjadi istri kedua (walau ternyata baru-baru ini ada juga yang tidak tahu. Khusus yang ini nanti kita buat catatan tersendiri). Peraturan Pemerintah yang menyatakan demikian.

Peraturan Pemeritah No 10 Tahun 1983 yang telah dirubah menjadi Peraturan Pemerintah No 45 tahun 1990 yang menjadi dasar hukum larangan wanita PNS menjadi istri kedua, ketiga dan keempat. Pada PP No 10 Tahun 1983, wanita PNS masih boleh menjadi istri kedua,ketiga dan keempat dari suami yang bukan PNS (lihat pasal 4 ayat (2) PP No 10 tahun 1983)

Kemudian dalam pasal 11, pengaturan tentang izin menjadi istri kedua yang antara lain menyebutkan:
1. Ada persetujuan tertulis dari istri bakal suami
2.Bakal suami mempunyai penghasilan yag cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan;
3. Ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Kalau dilihat dari syarat-syarat di atas, tak ada ubahnya dengan syarat-syarat seorang laki-laki yang hendak berpoligami. Semua syarat di atas harus dipenuhi tanpa melihat wanita yang akan menjadi istri kedua tersebut PNS atau bukan.

Demikian juga pejabat yang akan memberikan izin, cukup melihat kepada syarat-syarat poligami sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974 tentang UU Perkawinan. Aturan dalam pasal 10 PP No 10 Tahun 1983 adalah "penjabaran" dari pasal 4 dan 5 UU No 1 Tahun 1974.

Tapi dengan dirubahnya PP 10 Tahun 1983 menjadi PP No 45 Tahun 1990, maka kemungkinan seorang PNS wanita menjadi istri kedua sudah tertutup. PP ini sama sekali tidak membuka peluang sedikitpun seorang wanita PNS untuk menjadi istri kedua, ketiga dan keempat.

Pasal 4 ayat (2) PP Nomer 45 Tahun 1990 ini dengan tegas-tegas menyatakan:
"Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat"
Peraturan ini lebih mempersempit lagi ruang gerak wanita PNS, dimana sama sekai tertutup menjadi istri kedua, dimana dalam PP 10/83 justru masih membolehkan asal bukan dengan laki-laki PNS.

Dan jika pasal 4 ayat (2) ini dilanggar, maka PNS wanita tadi akan dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS (pasal 15 ayat (2) PP No 45 Tahun 1990)

Pertanyaan yang muncul kemudian;"Apakah PP ini tidak melanggar hak sipil PNS wanita?"
Lepas dari kontraversi tentang poligami, dan lepas juga dengan sejarah turunnya UU No 1 Tahun 1974 serta PP yang menyertainya sebagai sebuah produk "rezim yang berkuasa" saat itu, yang konon sangat dipengaruhi oleh campur tangan dari istri orang no satu rezim saat itu, tapi apa yang salah dari PNS wanita untuk menjadi istri kedua, ketiga dan keempat?

Bukankah PNS wanita juga adalah manusia yang punya hak-hak sosial, hak untuk berumah tangga? Kenapa PNS wanita harus dideskreditkan sedemikian rupa, sehingga ruang geraknya untuk menjadi istri kedua harus dilanggar?

Rasanya masa pengkerangkengan PNS sebagai kaki tangan rezim yang berkuasa harus segera dihapus. PNS wanita punya hak sipil. Sudah saatnya PNS wanita dibebaskan untuk meraih hak sipil tersebut, termasuk jika memang nasibnya harusnya menjadi istri kedua,ketiga dan keempat.

Kita bisa mencontohkan sebagaimana "terbebasnya" PNS menjadi anggota golkar. Pada masa orde baru, semua PNS harus anggota Golkar, tetapi dengan bergantinya rezim. keterbelengguan politik tersebut dapat dibebaskan. Demikian juga sudah saatnya PNS wanita harus melepaskan diri dari belenggu aturan PP 45 Tahun 1990. Karena PNS wanita juga punya hak sosial, hak menikah dengan lelaki pilihannya.

Kita harus mendobrak pemberlakuan PP No 45 Tahun 1990 dengan mengajukan hak uji materiil atas PP No 45 Tahun 1990 ini ke Mahkamah Agung. Cabut PP No 45 Tahun 1990 ini khususnya larangan bagi PNS wanita utuk menjadi istri kedua,ketiga dan keempat. Hayo......siapa yang mau maju?????????

4 komentar:

ADI mengatakan...

Saya sependapat dengan anda. Posisi perempuan yang secara salah di tempatkan sebagai kaum lemah,telah membuat munculnya aturan yang seakan-akan melindungi mereka akan tetapi justru menempatkan mereka dalam posisi "Khusus" (baca;terpinggirkan). Menabrak niat awal yang ingin menempatlan perempuan sejajar dan setara dengan laki-laki.
Andai saya punya kemampuan dan kapasitas, Judicial Review segera saya garap, Bagaimana kalo anda yang mempelopori?

ADI mengatakan...

Saya sangat sependapat dengan anda, atas nama perlindungan terhadap kaum wanita yang di anggap lemah muncul banyak aturan yang sebetulnya semakin menempatkan kaum perempuan dalam posisi "khusus" (baca;terpinggirkan. Menabrak niat awal yang justru ingin menempatkan perempuan sejajar dan setara dengan laki-laki.
Andai saya punya kapasitas untuk itu, Judicial Review pastilah saya lakukan. Bagaimana kalo anda yang mempelopori???

mamas mengatakan...

Siip.. setuju banget dengan Anda. ingat setiap orang punya hak!. Kenapa PNS gak boleh jadi istri Ke-2 dari laki-laki PNS? itu hak! dan kalo saya boleh ngomong.. Kalo ada yang mengatakan PNS wanita tidak boleh Jadi Istri ke-2 PNS laki-laki, itu namanya "Ngiri", jangan samakan hati dengan duniawi.. beda! bedha bangets..!

rdsud mengatakan...

Ibu seorang wanita, dan umumnya wanita menentang poligami ... tapi mengapa dalam tulisan ini, Ibu nampaknya memiliki simpati thd wanita dr golongan minoritas, yg memilih mjd isteri kedua?