"Ini nih yang namanya gua". itu komentar Caysa saat pertama melihat gua tabuhan. Gimana tidak, sebelumnya mereka melihat gua selarong yang nyaris tidak bisa dimasuki. Sangat dangkal dan sempit.
Mulut gua T
Belum lagi kita harus "berhitung", bahwa proses pembentukan stalagtit dan stalagnit yang memerlukan berjuta tahun, Masya Allah.....betapa indahnya. Selincah apapun tangan pematung, rasanya tak mungkin bisa menandingi keindahan alami ini.
Kami baru beranjak 20
Rasanya tak nyaman dengan cara demikian, tapi rasanya tak mungkin juga untuk mengapaikan. Perjalanan yang ditempuh sangat panjang dan ketaknyamanan ini harus ditepis juga, demi bisa menikmati sampai ke ujung gua.
Alhasil dengan bekal beberapa buah senter, kami menelusuri kedalaman gua. Kadang harus menuduk agar supaya kepala tidak terbentur batu. Sampailah kami di ujung gua, dimana di dalamnya ada rongga yang cukup untuk satu orang duduk. Konon ini tempat bertapanya Ki Sentot Ali Basah, panglia perangnya pageran Diponegoro.
Penerangan sangat lumayan, karena di tempat pertapaannya dan di ujung gua, lampu yang ada cukup bisa menerangi. Kakak langsung mencoba masuk dan duduk di tempat
Kami tak bisa lama-lama di dalam gua, karena rasanya sangat panas. Kami harus berigsut keluar, biar tidak seperti sauna di dalam gua. Dan sebelum beranjak keluar, papa mencoba menabuh salah satu stalagtit, yang bisa berbunyi. Ini yang menjadi cikal bakal kenapa gua ini disebut gua Tabuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar